TEMPO.CO, Bandung - Tim peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membuat ventilator Sivenesia (Smart Innovative Ventilator Indonesia). Ventilator terbaru buatan lokal yang dirancang dengan dua mode operasi CPAP dan BiPAP itu telah lolos uji teknis dan akan diuji secara klinis di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin atau RSHS Bandung.
“Waktunya masih belum bisa ditentukan kami sedang mencari pendanaan untuk uji klinis yang cukup mahal,” kata Eko Joni Pristianto, Jumat 16 Juli 2021.
Menurut perwakilan tim dari Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI itu, mode CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) menghasilkankan satu level tekanan udara positif yang konstan dan menerus kepada pasien. Tujuannya supaya saluran pernapasan pasien tetap terbuka.
Sedangkan mode BiPAP (Bi-level Positive Airway Pressure) menghasilkan dua level tekanan udara positif yang berbeda, yaitu saat menarik napas (inspirasi) dan pada saat mengembuskan napas (ekspirasi). Mode ini dinilai lebih nyaman digunakan oleh pasien karena akan mengikuti ritme pernapasan.
Ventilator dengan dua mode tersebut biasanya disarankan oleh dokter untuk pasien penderita sleep apnea. Gangguan tidur yang serius itu membuat sistem pernapasan orang akan berhenti beberapa saat.
Sivenesia, menurut Eko, bisa berfungsi untuk mencegah tersumbatnya jalan pernapasan seperti gejala yang dialami oleh penderita Covid-19. Kegunaan lainnya untuk melatih otot-otot pernapasan sebelum pasien bisa bernapas secara normal. “CPAP dan BiPAP ini tergolong dalam sistem pengobatan non-invasif atau tanpa pembedahan yang paling efektif untuk pasien gangguan pernapasan.”
Ventilator SIVENESIA (Smart Innovative Ventilator Indonesia) dengan dua mode operasi CPAP dan BiPAP buatan LIPI.
Eko menjelaskan, Ventilator Sivenesia telah melalui serangkaian tahapan pengujian. Dalam skala laboratorium, pengujian utama menyangkut teknis alat sesuai acuan standar. Kemudian uji fungsi ventilator di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kementerian Kesehatan.
Beberapa ujiannya seperti kinerja sistem (performance), ketahanan sistem (endurance) dan keamanan kelistrikan selama 21 hari beroperasi tanpa henti. Tahapan selanjutnya yaitu uji klinis untuk mendapatkan ijin edar alat ventilator tersebut.
Baca juga:
Ventilator ITB Diproduksi Panasonic, Ini 3 Pesan Menristek Bambroj