TEMPO.CO, Jakarta - Nama Joseph Mercola masuk dalam daftar penyebar hoax seputar pandemi Covid-19 di media sosial Facebook. Pria berusia 67 tahun itu sebenarnya merupakan seorang dokter osteopathic di Cape Coral, Florida, Amerika Serikat, dan telah lama menjadi subjek kritik karena mempromosikan perawatan yang tidak terbukti atau tidak disetujui mengenai Covid-19.
“Joseph Mercola adalah penyebar misinformasi Covid-19 online yang paling berpengaruh,” demikian banyak peneliti menyebutnya, seperti dikutip Baltimoresun, 25 Juli 2021.
Salah satu artikel Mercola muncul secara online pada 9 Februari. Dimulai dengan pertanyaan yang tidak berbahaya tentang definisi hukum vaksin, tapi di dalam isinya, Mercola justru menyatakan bahwa vaksin virus corona adalah penipuan medis dan menganggap suntikan itu tidak mencegah infeksi, memberikan kekebalan atau menghentikan penularan penyakit.
Pernyataannya mudah dibantah. Namun, selama beberapa jam berikutnya, artikel itu diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Spanyol dan Polandia. Dan muncul di lusinan blog dan diambil oleh aktivis anti-vaksinasi, yang mengulangi klaim palsu secara online. Artikel itu juga sampai ke Facebook, di mana mencapai 400.000 orang, menurut data dari CrowdTangle, alat milik Facebook.
Seluruh upaya ditelusuri kembali, dan ternyata mengarah ke satu orang yaitu Mercola. Sebuah analisis yang dilakukan oleh New York Times menyebutkan bahwa Mercola merupakan pengusaha internet-savvy yang mempekerjakan puluhan orang, dan menerbitkan lebih dari 600 artikel di Facebook yang meragukan vaksin sejak awal pandemi.
Dia dan timnya menjangkau audiens yang jauh lebih besar daripada skeptis vaksin lainnya. Bahkan klaimnya telah banyak digemakan di media sosial lainnya seperti Twitter, Instagram, dan YouTube. “Mercola juga masuk dalam daftar 12 orang yang bertanggung jawab membagikan 65 persen informasi antivaksin di media sosial,” kata lembaga nonprofit Center for Countering Digital Hate.
Lainnya dalam daftar termasuk aktivis antivaksin lama Robert F. Kennedy Jr. dan pendiri situs web Health Nut News, Erin Elizabeth, yang merupakan pacar Mercola. Ada juga beberapa tokoh media terkemuka yang mempromosikan skeptisisme terhadap vaksin, terutama Tucker Carlson dan Laura Ingraham dari Fox News.
Menurut peneliti yang mempelajari teori konspirasi online dari University of Washington, Kolina Koltai, Mercola adalah pelopor gerakan antivaksin. “Dia ahli memanfaatkan periode ketidakpastian, seperti pandemi, untuk menumbuhkan gerakannya,” tutur dia.
Sekarang Mercola dan lainnya yang masuk dalam “Disinformation Dozen” menjadi sorotan karena vaksinasi di Amerika melambat, ditambah dengan Covid-19 varian Delta yang sangat menular telah memicu kebangkitan kasus infeksi. Data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau CDC menunjukkan lebih dari 97 persen orang yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19 belum divaksinasi.
Daripada secara langsung menyatakan bahwa vaksin tidak berfungsi, postingan Mercola sebenarnya sering memberikan pertanyaan tajam tentang keamanannya dan mendiskusikan studi yang sudah dibantah oleh dokter lain. Facebook dan Twitter telah mengizinkan beberapa unggahannya, tapi tetap dilabeli khusus.
“Dia telah diberi kehidupan baru oleh media sosial, yang dia eksploitasi dengan terampil dan kejam untuk membawa orang ke dalam perbudakannya,” kata Imran Ahmed, direktur Center for Countering Digital Hate, yang mempelajari informasi yang salah dan ujaran kebencian.
Ketika dimintai keterangan, Mercola menjelaskan bahwa sangat aneh bagi dirinya ketika dijuluki sebagai penyebar informasi salah nomor satu. Padahal, kata dia, beberapa unggahan Facebook-nya hanya disukai oleh ratusan orang.
“Saya tidak mengerti, bagaimana jumlah yang relatif kecil dapat menyebabkan bencana seperti itu pada kampanye vaksinasi bernilai miliaran dolar yang menjadi program Amerika,” ujar pria yang berasal dari Chicago itu.
Dia menganggap segala komentar yang ditujukan kepadanya bersifat politis. Mercola malah menuduh Gedung Putih melakukan penyensoran ilegal, dan berkolusi dengan perusahaan media sosial.
Mercola yang memulai praktik pribadi pada tahun 1985 di Schaumburg, Illinois, mengaku hanya seorang penulis utama publikasi peer review mengenai vitamin D dan risiko Covid-19. “Dan saya memiliki hak untuk memberi tahu publik dengan membagikan penelitian medis saya,” katanya. Namun, Times tidak dapat memverifikasi klaimnya dalam penelitiannya yang diterbitkan oleh Nutrients, jurnal bulanan dari Molecular Diversity Preservation International, sebuah organisasi nirlaba di Basel, Swiss.
BALIMORE SUN | NEWS WEEK | NEW YORK TIMES
Baca:
Capaian Vaksinasi Rendah, Sleman: Stok Vaksin Tak Selalu Siap