TEMPO.CO, Jakarta - Sepasang jet tempur Marinir Amerika Serikat F-35B Lightning II tersambar petir saat terbang di langit Jepang. Keduanya tetap bisa mendarat dengan utuh dan menjaga para pilotnya tidak ada yang terluka, namun kerusakan yang dialami senilai lebih dari US$ 2,5 juta (setara Rp 36 miliar) atau termasuk kerugian Class A.
Peristiwa itu terjadi di langit wilayah Makurazaki di Jepang sebelah selatan pada 13 Juli 2021. Kedua jet tempur F-35 yang berbasis di Iwakuni sedang terbang menuju Pulau Okinawa dalam sebuah misi operasi reguler saat petir menyambarnya.
“Kami sedang menjalankan investigasi atas kerusakan yang terjadi dan pembelajarannya untuk operasi penerbangan di masa mendatang,” kata juru bicara Sayap Pesawat Udara I, Marinir Amerika Serikat, Mayor Ken Kunze, mengungkapkan pada 27 Juli 2021.
Kasus sambaran petir pada pesawat terbang sejatinya bukan hal baru. Rata-rata kasusnya pada penerbangan komersial dilaporkan terjadi sekali setiap tahun.
Satu sambaran petir setara rilis aliran listrik bertegangan 300 juta Volt dan kuat arus sekitar 30 ribu Ampere. Ini cukup untuk menjadi sumber energi lampu bohlam 100 Watt selama tiga bulan.
Secara teori, kekuatan itu mampu merontokkan sebuah pesawat di udara. Tapi, pada praktiknya, semua pesawat jet telah didesain mampu menangkal setiap sambaran petir.
Bagian-bagian hidung, tangki bahan bakar, dan sayap biasanya sudah dibuat dari material komposit khusus dengan lapisan tipis material konduktif di dalamnya. Ini mengubah setiap pesawat menjadi bak Sangkar Faraday terbang yang menjadikan bahan bakar, pilot, rangkaian elektronik, dan mesin aman berada di dalamnya.
Sebuah sambaran petir akan diarahkan ke seluruh kulit pesawat dan, kalau ada, menyebabkan kerusakan yang minim saja.
Itu yang kemungkinan terjadi terhadap dua jet tempur F-35 yang sedang terbang di langit Jepang. Sistem internal termasuk para pilotnya terlindungi dari sambaran petir itu. Adapun ongkos perbaikan US$ 2,5 juta kemungkinan karena kerusakan antena dalam kulit material komposit yang membungkus jet tempur itu.
Antena-antena pada F-35 memang unik dan rentan, dan mereka adalah alasan utama kenapa jet siluman itu hanya bisa melesat dengan kecepatan supersonik yang singkat saja dalam setiap penerbangannya.
Pesawat F-35B Lightning II pertama Angkatan Udara Kerajaan Inggris dan F-35B milik Angkatan Laut Amerika Serikat terbang di atas Laut Utara, 1 Juli 2016. Angkatan Udara dan Angkatan Laut Inggris akan diperkuat dengan pesawat generasi ke-5, F-35. Matt Cardy/Getty Images
Kemungkinan korban lain dari sambaran petir itu adalah komponen Distributed Aperture System. Ini adalah jaringan enam kamera inframerah yang tersemat di tubuh F-35 dan menyediakan pilotnya visi 360 derajat.
Korps Marinir Amerika Serikat mengklasifikasikan insiden di langit Makurazaki itu sebagai insiden Class A yang termasuk di dalamnya kerusakan senilai US$ 2 juta atau lebih, atau kehancuran pesawat. Termasuk dalam klasifikasi yang sama adalah insiden yang bisa menyebabkan kematian atau cacat permanen awak.
Sebagai pembanding, insiden Class B mencakup kerusakan senilai US$ 600 ribu sampai 2,5 juta, cacat parsial awak, atau tiga atau lebih orang harus dirawat di rumah sakit. Semakin canggih dan mahal pesawat militer berarti insiden minor saja bisa masuk Class B atau A.
Sebagai catatan, F-35, termasuk F-35B di dalamnya, adalah sistem senjata paling mahal dalam sejarah Departemen Amerika Serikat hingga kini. Nilainya jet tempur itu sampai dengan perawatannya ditaksir lebih dari US$ 1,7 triliun.
POPULAR MECHANICS, STAR AND STRIPES
Baca juga:
Terungkap, Puluhan Jet Tempur F-35 Tak Bisa Terbang Tersandera Suku Cadang