TEMPO.CO, Jakarta - Media sosial Twitter mengumumkan bahwa mereka akan mulai menguji fitur pelaporan baru bagi pengguna untuk menandai unggahan atau tweet yang berisi kemungkinan informasi yang salah atau hoax. Pengguna dapat melaporkan informasi yang salah melalui proses yang sama seperti pelecehan atau konten berbahaya lainnya, melalui menu di kanan atas setiap tweet.
Pengguna akan diminta untuk memilih apakah komentar menyesatkan tersebut bersifat politis, terkait kesehatan, atau termasuk dalam kategori lain. Kategori politik mencakup bentuk misinformasi yang lebih spesifik seperti konten yang terkait dengan pemilu. Kategori kesehatan juga akan menyertakan opsi untuk menandai informasi yang salah terkait Covid-19.
Fitur baru tersedia pada Selasa, 17 Agustus 2021, untuk sebagian besar pengguna di Amerika Serikat, Australia, dan Korea Selatan. “Kami berharap untuk menjalankan eksperimen ini selama beberapa bulan sebelum memutuskan meluncurkannya ke negara lain,” ujar Twitter, seperti dikutip The Verge, Selasa.
Selain itu, Twitter menerangkan bahwa tidak setiap laporan akan ditinjau karena platform itu terus menguji fitur tersebut. Namun, data yang diperoleh melalui pengujian akan membantu perusahaan menentukan bagaimana mereka dapat memperluas fitur itu selama beberapa minggu ke depan. “Pengujian ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi tweet yang berisi informasi yang salah, yang berpotensi menjadi viral juga,” katanya.
Bulan lalu, pemerintahan Joe Biden mengambil sikap yang lebih kuat terhadap informasi yang salah karena varian baru Covid-19 terus menyebar. Presiden Biden mengatakan kepada wartawan pada Juli lalu bahwa platform media sosial seperti Facebook "membunuh orang" dengan informasi yang salah tentang vaksin.
Pernyataan itu mengikuti kampanye terkoordinasi dari Gedung Putih yang menekan platform untuk lebih agresif menghapus informasi yang salah tentang virus corona. Kantor Ahli Bedah Umum Amerika juga menerbitkan sebuah laporan yang menguraikan cara-cara baru platform dapat melawan informasi yang salah tentang kesehatan.
Laporan itu menyerukan konsekuensi yang jelas untuk akun yang berulang kali melanggar aturan platform, dan perusahaan seperti Facebook dan Twitter diminta untuk mendesain ulang algoritme mereka agar menghindari penguatan informasi palsu.
THE VERGE
Baca:
Konflik di Afghanistan: Ini Respons Facebook, Twitter, YouTube