TEMPO.CO, Malang - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melepas seekor elang jawa dan seekor elang ular bido di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Jawa Timur.
Pelepasan kedua raptor atau burung pemangsa itu tepatnya dilakukan di area hutan Resor Ranu Darungan, Seksi Pengelolaan Taman Nasional (PTN) Wilayah IV Pronojiwo, Bidang PTN Wilayah II Lumajang, pada Rabu, 18 Agustus 2021.
Menurut Pelaksana Tugas Kepala Balai Besar TNBTS Novita Kusuma Wardhani, berdasarkan kajian habitat TNBTS merupakan habitat ideal untuk perkembangbiakan elang jawa atau Nisaetus bartelsi dan elang ular bido atau Spilornis cheela.
“Elang jawa yang dilepas diberi nama Araga dan berjenis kelamin betina. Sedangkan elang ular bidonya berjenis kelamin jantan dan diberi nama Moris,” kata Novita dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan pada Kamis siang, 19 Agustus 2021.
Kegiatan pelepasan elang jawa dan elang ular bido dilakukan dalam rangka memperingati Hari Konservasi Alam Nasional Tahun 2021, sekaligus memperingati Hari Kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia. Pelepasannya melibatkan unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Lumajang, Komunitas Peduli Lingkungan Burungnesia, dan masyarakat desa penyangga TNBTS.
Kegiatan pelepasliaran kedua elang ditujukan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat luas. Ketentuan pelepasliaran kedua elang mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Nomor: SE.8/KSDAE/KKH/KSA.2/5/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelepasliaran Satwa Liar di masa Pandemi Covid-19.
Novita mengatakan, elang jawa Araga berukuran sedang sekitar 70 sentimeter, dengan rentang sayap mencapai 100 sentimeter, dan semua bulunya berwarna cokelat. Elang jawa mempunyai ciri khas berjambul di bagian kepala dan umum dijumpai pada kawasan hutan dataran rendah dengan ketinggian antara 600 sampai 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Araga merupakan hasil penyerahan masyarakat kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Barat. Lalu Araga diserahkan ke Pusat Suaka Satwa Elang Jawa (PSSEJ) Loji, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, untuk direhabilitasi selama 13 bulan.
Sedangkan elang ular bido Moris merupakan hasil penyerahan warga Bogor kepada PSSEJ Loji pada 21 Desember 2020 dan sudah melewati masa rehabilitasi selama 5 bulan.
Elang ular bido ini mempunyai ciri khas kulit kuning tanpa bulu di antara mata dan paruh, kakinya berwarna kuning, memiliki sayap lebar dan membulat, berwarna gelap dan memiliki ekor pendek. Habitatnya melintasi hutan, perkebunan, dan padang rumput atau sabana. Elang ular bido umum dijumpai pada ketinggian 700 sampai 2.000 mdpl.
Novita menyatakan kedua burung elang dalam kondisi sangat sehat, mampu terbang dan bertengger, serta berburu mangsa sehingga dinyatakan siap untuk dilepasliarkan.
“Kriteria penentu kelayakan untuk pelepasliaran elang jawa dan elang ular bido kami lakukan berdasarkan penilaian perilaku dan pemeriksaan kesehatan yang meliputi perilaku terbang, bertengger, berburu, dan interaksi dengan manusia,” ujar Novita, alumni Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Novita mengatakan, elang jawa identik sebagai burung garuda yang jadi lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga elang jawa pun dikukuhkan sebagai satwa nasional seperti termaktub dalam Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional.
Dalam Surat Keputusan Presiden itu ditetapkan tiga satwa nasional dan tiga bunga nasional. Secara berurutan, satwa nasional yang disebutkan adalah komodo (Veranus komodoensis), ikan siluk merah (Sclerophages formosus), dan elang jawa (Spizaetus bartelsi)—masih memakai nama ilmiah elang jawa yang lama. Lalu bunga nasionalnya adalah melati (Jasminum sambac), anggrek bulan (Palaenopsis amabilis), dan padma raksasa alias Rafflesia arnoldi.
Selain itu, Novita menjelaskan, elang jawa dan elang ular bido merupakan salah satu jenis aves (burung) yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
Sampai dengan 2021 estimasi populasi elang jawa di dalam kawasan TNBTS berjumlah 35 ekor. Pemantauan elang jawa pertama kali diselenggarakan Balai Besar TNBTS pada 25-29 September 2012 dan dilanjutkan kegiatan sejenis di tahun-tahun berikutnya.
Selain elang jawa dan elang jenis lain, kawasan TNBTS merupakan habitat beragam flora dan fauna. Sebagian kecil di antaranya berstatus langka dan dilindungi seperti macan tutul (Panthera pardus melas), lutung jawa (Trachyphithecus auratus), dan sekitar 254 jenis anggrek.
Kegiatan pelepasliaran Araga dan Moris ditutup dengan kegiatan penanaman tumbuhan langka pinang jawa (Pinanga javana Blume) oleh Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati, serta disaksikan pejabat TNI dan kepolisian Lumajang.
Baca:
Survei Burung Indonesia: Masih Ada Elang Jawa di Gunung Patuha