TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta penyedia layanan angkutan penyeberangan tidak menyepelekan informasi cuaca yang rutin dikeluarkannya. Sebaliknya, BMKG berharap informasi tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan transportasi.
Terlebih saat ini ketika Indonesia dan negara-negara di dunia tengah menghadapi perubahan iklim yang memicu pergeseran pola musim dan suhu udara. Frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi pun menjadi meningkat. "Perubahan cuaca berlangsung sangat cepat dan tidak menentu yang dipengaruhi banyak faktor,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan daring, Rabu lalu 18 Agustus 2021.
Dari pihaknya, Dwikorita menyatakan kalau BMKG terus berupaya meningkatkan kecepatan, ketepatan, dan akurasi dalam prakiraan cuaca hingga skala tapak. Untuk itu pula pada 2018 dan 2019 BMKG memasang HF Radar di Selat Bali dan Selat Sunda. “Fungsinya mendeteksi kecepatan dan arah arus, serta tinggi gelombang dan tsunami secara real time," katanya.
Dalam diskusi bertema ‘Waspada Cuaca, Tingkatkan Keselamatan Jalur Penyeberangan’ yang dihadiri Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi itu, Dwikorita menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dengan banyak sekali pelabuhan dan dermaga yang melayani angkutan penyeberangan. Karenanya, dia menegaskan, informasi cuaca laut sangat krusial dalam menciptakan keselamatan transportasi di titik-titik penyeberangan.
Hadir pula dalam diskusi itu adalah sejumlah nakhoda kapal penyeberangan, syahbandar dan elemen terkait lainnya. Kepada mereka, Dwikorita berharap informasi cuaca dan iklim yang dikeluarkan tidak hanya dimengerti dan dipahami, namun juga dapat dipatuhi.
Dengan mengetahui kapan harus jalan dan kapan harus berhenti berbekal info Kemungkinan hujan, badai, angin, dan gelombang tinggi, Dwikorita mengatakan, “Kemungkinan jatuhnya korban dan kerugian lainnya dapat diminimalisir." .
Dalam keterangannya, Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, menambahkan bahwa saat ini BMKG melayani informasi cuaca untuk 220 pelabuhan dan 232 wilayah perairan di seluruh Indonesia. Mulai 2019 lalu hingga 2024 nanti BMKG sedang melakukan program percepatan untuk Modernisasi dan Inovasi Teknologi Sistem Observasi, Analisis, Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Maritim di sepanjang Jalur Lintasan Pelayaran Utama dan Penyeberangan di Perairan Indonesia.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menilai sinergi antara kementeriannya dan BMKG sangat penting untuk menjaga keselamatan dalam transportasi. Informasi cuaca dan berbagai instrumen pendukungnya diakuinya mampu menjaga keselamatan khususnya pada sektor angkutan penyeberangan.
Dalam kesempatan tersebut, Budi Karya meminta BMKG untuk memasang dan menambah peralatan observasi cuaca maritim pada pelabuhan penyeberangan terutama jalur penyebrangan yang padat (AWS dan HF Radar). Budi juga meminta BMKG mengintegrasikan data cuaca dengan layanan lain seperti peta pelayaran digital (electronic navigational chart).
Gelombang laut melewati batu pemecah ombak sehingga menghantam daratan pesisir pantai wisata Ujong Blang, Lhokseumawe, Aceh, Kamis 27 Mei 2021. Menurut BMKG, gelombang tinggi akibat pengaruh Gerhana Bulan Total, fenomena Super Blood Moon itu memicu kecepatan 20 knot atau setara 37 kilometer per jam yang mempengaruhi peningkatan ketinggian muka air laut 2,5 hingga 3 meter di wilayah pesisir Pantai Bagian Timur Aceh, sehinga merusak puluhan pondok wisata dan rumah warga terendam rob. ANTARA FOTO/Rahmad
Selain juga menempatkan personel di pelabuhan-pelabuhan yang padat aktivitas. “Termasuk, memberikan pelatihan pada PIC pelabuhan penyebrangan dalam membaca data parameter cuaca," katanya.
Direktur Perkapalan dan Kepelautan Kementerian Perhubungan, Hermanta, menyampaikan bahwa perkembangan teknologi dan informasi cuaca maritim dari BMKG saat ini sudah jauh lebih maju. Data dan informasi yang dihasilkan, dipujinya sangat lengkap, akurat, detail, dinamis dan mudah diakses secara digital melalui berbagai kanal komunikasi secara real time.
Baca juga:
Jurnal Ilmiah Drop Hasil Penelitian Perubahan Iklim Ini, Kenapa?