TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang KTT Cop 26 PBB di Glasgow pada November 2021, banyak ahli memperbincangkan masalah iklim ekstrem dan dampaknya. Bahkan jauh sebelumnya iklim menjadi konsen pada banyak penelitian. Baru-baru ini UNICEF melaporkan setengah dari 2,2 miliar anak di dunia berisiko tinggi terdampak krisis iklim.
Pada KTT mengenai perubahan iklim ini diharapkan generasi muda dilibatkan. Menurut Direktur Eksekutif UNICEF, Henrietta Fore, anak-anak lebih rentan terhadap perubahan dan krisis iklim. “Anak-anak rentan terhadap bahaya iklim,” ujar Fore. “Dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak membutuhkan lebih banyak makanan dan air per unit berat badan dan kurang mampu bertahan dari peristiwa cuaca ekstrem,” kata dia.
Selain itu perlunya keterlibatan anak muda dalam KTT COP 26 dan keputusan dikatakan Fore, anak muda adalah penerus dan pewaris sah planet yang saat ini ditempati.
Senada dengan Fore, Greta Thunberg aktivis asal Swedia, mengatakan anak-anak punya peran untuk melawan krisis di masa depan. Dengan laporan ini Thunberg berharap dapat membawa anak-anak ke arah yang benar untuk menghadapi krisis di masa depan.
“Anak bukan hanya korban, anak-anak juga memimpin pertarungan melawan krisis, sebab di masa depan anak-anak hari inilah yang akan menerima dampak,” ujarnya. Ia melanjutkan, “dunia hari ini masih saja berpura-pura dengan melakukan greenwashing, laporan ini akan memobilisasi kaum muda ke arah yang benar.”
Pandangan iklim oleh Nkosilathi Nyathi juga sangat personal. Sebagai aktivis iklim dari Afrika ia telah merasakan dampak nyata. Seperti gelombang panas dan banjir yang mengganggu sekolah, petani yang menghadapi cuaca tak menentu untuk bertani. Denganitu, Nyathi berantusias dengan inklusi anak muda dalam pengambilan keputusan iklim.
UNICEF menuturkan bahwa situasi yang dihadapi anak pada level yang mengerikan. Pasalnya terdapat anak-anak yang mengalami seluruh dampak krisis iklim global, padahal pada umumnya hanya satu dari gelombang panas, banjir, angin topan, penyakit, kekeringan, dan polusi udara. Biasanya hal ini terjadi pada wilayah India, Nigeria dan Filipina, dan sebagian besar Afrika sub-Sahara.
Laporan UNICEF yang diterbitkan saat peringatan tahunan aksi mogok sekolah demi penanggulangan krisis iklim yang dimotori oleh Greta Thunberg ini menggabungkan peta resolusi tinggi dari dampak iklim dan lingkungan dengan peta kerentanan anak. Seperti kemiskinan dan akses ke air bersih, perawatan kesehatan dan pendidikan. Juga studi yang pertama digunakan untuk memetakan korelasi ini.
Sejumlah 920 juta anak sangat rentan terhadap kelangkaan air, 820 juta terhadap gelombang panas, dan 600 juta terhadap penyakit yang ditularkan melalui vektor seperti malaria dan demam berdarah, yang kemungkinan akan bertambah buruk karena kondisi iklim yang sesuai untuk penyebaran nyamuk dan patogen.
Dalam laporan UNICEF ini juga menyebut bahwa dampak krisis iklim dapat menjadi lebih buruk dan tidak adil.Pasalnya 10 negara yang berisiko sangat tinggi hanya andil menyumbang 0,5 persen emisi global.
TATA FERLIANA
Baca: UNICEF: Miliaran Anak di Dunia Berisiko Tinggi terhadap Krisis Iklim