TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi melaporkan sekitar sepertiga dari semua spesies pohon di dunia terancam punah. Laporan itu berdasarkan indeks global yang diterbitkan Rabu, 1 September 2021, dan memperingatkan bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan beberapa ekosistem hutan runtuh.
"Banyak spesies pohon berada di ambang kepunahan, beberapa diwakili oleh satu individu terakhir yang masih hidup," ujar Jean-Christophe Vie, Director General of Fondation Franklinia, dalam kata pengantar laporan, seperti dikutip dari Phys, Rabu.
Studi mengamati risiko terhadap 58.497 spesies pohon di seluruh dunia dan menemukan bahwa 30 persen (17.500) terancam punah, dengan tujuh persen lagi terdaftar sebagai "mungkin terancam". Untuk 21 persen spesies tidak ada cukup data untuk evaluasi, dan lebih dari 40 persen terdaftar sebagai "tidak terancam".
Pohon-pohon terkenal seperti magnolia termasuk yang paling terancam, sementara pohon ek, maple, dan eboni juga dianggap berisiko. Lalu, sekitar 142 spesies pohon ditemukan telah punah, serta lebih dari 440 memiliki kurang dari 50 pohon individu di alam liar.
Menurut Vie, hasil studi ini cukup mengejutkan di mana tingkat deforestasi tetap begitu tinggi. Hal ini mengingat peran penting yang dimainkan pohon—menyediakan habitat bagi sebagian besar hewan dan tumbuhan dunia. “Serta memperlambat perubahan iklim dengan menyerap karbon, dan menyediakan bahan untuk obat-obatan,” katanya.
Laporan berjudul State of the World's Trees itu menerangkan, pembukaan lahan untuk pertanian—baik tanaman pangan maupun ternak—dan penebangan sejauh ini merupakan ancaman terbesar bagi pohon-pohon di dunia. Termasuk perubahan iklim juga memiliki dampak yang dapat diukur dengan jelas.
Brasil adalah rumah bagi sebagian besar hutan Amazon, jenis hutan hujan tropis, yang semakin terancam oleh ekspansi pertanian dan penebangan besar-besaran. Negeri Samba itu memiliki spesies pohon terbanyak, 8.847, dan juga jumlah pohon terancam terbesar yakni sebanyak 1.788 spesies.
Namun, proporsi tertinggi spesies terancam ditemukan di Afrika tropis, terutama di pulau-pulau seperti Madagaskar dan Mauritius. Keduanya memiliki 59 persen dan 57 persen spesies pohon yang terancam.
Laporan juga mengangkat kekhawatiran bahwa kerusakan dapat terjadi di seluruh ekosistem yang mempengaruhi komunitas pohon. Contoh penting termasuk hilangnya satu juta hektare spesies cemara di Alaska dan sekitar sepuluh juta hektare pinus lodgepole di British Columbia.
Ekosistem hutan dapat runtuh ketika mengalami berbagai tekanan—seperti kebakaran, penebangan, dan perusakan habitat—yang berpotensi berinteraksi dan mendorong perubahan ekologis yang tiba-tiba. Namun, Direktur Konservasi Ekologi di Bournemouth University, Adrian Newton, mengatakan, “Perubahan iklim berpotensi menjadi pendorong utama keruntuhan di sebagian besar di antaranya.”
Dampak perubahan iklim dan cuaca buruk adalah ancaman langsung bagi lebih dari seribu spesies sekaligus. Perubahan iklim menyebabkan perubahan habitat, meningkatnya badai dan banjir, serta lebih banyak kebakaran hutan, hama, dan penyakit.
Pemandangan jalanan di Kangaroo Island, Australia sebelum (kiri) dan sesudah kebakaran. Jalanan berliku yang di kelilingi hutan yang asri kini berubah menjadi kawasan gersang dengan abu dan pohon-pohon kering akibat kebakaran yang terjadi selama berbulan-bulan. boredpanda.com
“Fokus kuat pada pemulihan hutan untuk mengurangi dampak perubahan iklim adalah kesempatan besar untuk mengubah gambaran yang mengerikan ini,” kata Vie.
Namun, Vie juga berujar, sangat penting untuk memastikan pohon yang tepat ditanam di tempat yang tepat. Menurutnya, spesies pohon yang telah berevolusi selama jutaan tahun, beradaptasi dengan perubahan iklim, tidak bisa lagi bertahan dari gempuran ancaman manusia.
"Betapa piciknya kita membiarkan hilangnya spesies pohon di mana masyarakat global bergantung secara ekologis dan ekonomi,” tutur Vie menambahkan.
PHYS
Baca juga:
Fakta Lain Pohon Pisang Raksasa dari Papua: Buah dan Belgia