TEMPO.CO, Jakarta - Survei yang dilakukan perusahaan keamanan siber Trend Micro bekerja sama dengan Ponemon Institute, Amerika Serikat, menegaskan keberadaan lubang besar untuk para peretas menyerang di masa pandemi saat ini. Seperti yang juga pernah diungkap perusahaan keamanan siber lainnya, survei kali ini juga menyorot serangan via jaringan yang digunakan pekerja work from home.
“Kalau menyerang kantornya mungkin proteksinya bagus, tapi karyawan yang WFH, pakai WiFi di rumah, ini bisa diserang lebih mudah,” ujar Country Manager Trend Micro, Laksana Budiwiyono, dalam acara virtual, Kamis 2 September 2021.
Biasanya, Laksana melanjutkan, hacker menargetkan karyawan yang memiliki posisi penting dan memiliki akses server. Menurutnya, bukan perkara susah bagi penjahat siber untuk mencari informasi profil sampai dengan alamat targetnya melalui media sosial.
Untuk menghindarinya, Laksana menyarankan untuk menghindari penggunaan jaringan WiFi tanpa kata sandi, karena risiko kena retas tinggi. Selain itu, disarankan juga menggunakan VPN ketika memanfaatkan WiFi umum. “Jangan juga menggunakan WiFi umum untuk transaksi keuangan, lebih baik pakai WiFi sendiri saja,” tutur dia.
Selain itu, media serangannya juga bisa melalui spam yang dikirimkan ke email target. Ini, kata Laksana, menjadi salah satu pintu masuk hacker yang paling populer. “Jadi, kejadiannya berawal dari rumah, bukan berarti menyasar individu, tetap perusahaan yang punya uang yang dibidik,” katanya lagi.
Menurut Laksana, ke depan jika pandemi Covid-19 selesai, dia melihat bahwa tren WFH tidak akan hilang 100 persen. Sehingga diperlukan proteksi untuk keamanan siber dari rumah. "Ini kelihatnya semakin parno dan kesan berlebihan tapi ini terjadi: kalau penjahat sudah masuk rumah kan yang terjadi bisa kebobolan."
Cara mudah untuk perlindungan adalah konsep Zero Trust atau tidak boleh percaya dengan apapun yang berkaitan dengan keamanan siber. Laksana menganalogikan keamanan siber sebagai protokol kesehatan di tengah kondisi pandemi.
“Untuk keamanan kita, jika ketemu orang asumsinya kita suspek dan terinfeksi virus, maka harus pakai masker. Sama halnya dengan keamanan siber, tidak boleh mudah percaya,” ujar Laksana.
Baca juga:
Badan Siber Nasional Teken Kerja Sama untuk Tingkatkan Kemampuan Keamanan Siber