TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat (AS) kembali melancarkan serangannya ke Kabul, Afganistan, pada Ahad 29 Agustus lalu. Serangan AS kali ini menggunakan drone yang menargetkan mobil diduga milik ISIS-K yang bertujuan menyerang bandara Kabul.
Seorang pejabat Amerika Serikat mengatakan serangan pada Ahad itu dilakukan oleh drone yang dikendalikan dari luar Afganistan, dan ledakan sekunder setelah serangan itu menunjukkan bahwa target (mobil) membawa "sejumlah besar bahan peledak".
Istilah drone, atau dikenal sebagai Unmanned Aerial Vehicles (UAV) diambil dari lebah jantan yang ditandai dengan suara dengung tertentu. Suara ini cukup mendengung dan terkadang mengganggu. Definisi itu untuk masa pengembangan awal drone.
Drone modern telah berevolusi dan sifat utama yang menamakannya (dengung) hampir tidak sesuai lagi. Inilah sebabnya mengapa industri lebih suka menyebutnya UAV.
Minat untuk mengembangkan UAV semakin terpicu selama Perang Dunia II ketika berbagai kubu menderita kerugian besar yang disebabkan oleh pesawat pengintai. Drone digunakan pertama untuk observasi pada 1973, selama Perang Vietnam.
Di dunia modern, UAV sangat digandrungi, terutama di medan perang. Senjata ini sangat nyaman karena tidak perlu khawatir untuk menempatkan orang di belakang garis musuh, karena tidak ada yang akan berada di dalam pesawat jika perangkat tersebut hancur.
Berdasarkan kanal military.com, berikut 3 jenis drone atau UAV yang digunakan Amerika Serikat.
RQ-4 Global Hawk.
Pesawat pabrikan Northrop Grumman, Raytheon, L3 Comm ini banyak digunakan untuk Angkatan Udara dan Angkata Laut Amerika Serikat. Pesawat dengan mesin turbofan Rolls Royce-Amerika Utara F137-RR-100 ini memiliki kecepatan 310 knot.
Misi Global Hawk adalah untuk menyediakan spektrum yang luas dari kemampuan pengumpulan ISR (Intelligence, Surveillance, Reconnaissance) untuk mendukung pasukan kombatan gabungan dalam operasi masa damai, kontingensi, dan masa perang di seluruh dunia.
QF-4 Aerial Target.
Pesawat ini digunakan untuk Angkatan Laut dan Angkatan Udara Amerika Serikat. Untuk sistemnya sendiri, QF-4 ini memiliki dua mesin turbojet General Electric dengan afterburner. Selain itu, pesawat ini kecepatan 1.600 mph dan jangkauannya mencapai 1.300 mil. QF-4 adalah pesawat yang dikendalikan dari jarak jauh, yang mensimulasikan manuver pesawat musuh. Target udara dapat diterbangkan dengan remote control atau dengan pilot keselamatan untuk memantau kinerjanya.
QF-4 diterbangkan tanpa awak ketika rudal ditembakkan ke arahnya, dan hanya di wilayah udara di atas air tertentu yang diizinkan untuk penerbangan tak berawak. Ketika diterbangkan tanpa awak, alat peledak ditempatkan di QF-4 untuk menghancurkan pesawat jika secara tidak sengaja menjadi tidak terkendali.
QF-4 juga dilengkapi untuk membawa penanggulangan elektronik dan inframerah untuk sepenuhnya mengevaluasi pesawat tempur dan senjata yang diterbangkan dan ditembakkan ke arahnya.
RQ-2A Pioneer.
Drone yang satu ini terlihat lebih kecil dari drone yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pesawat ini ditujukan untuk Angkatan Laut dan Korps Marinir Amerika Serikat. RQ-2A memiliki kecepatan 110 knot dan bisa terbang dengan ketinggian 15.000 kaki. RQ-2A merupakan salah satu drone pengintai tak berawak pertama Angkatan Laut AS yang memasuki armada. Awalnya dirancang bersama oleh perusahaan Israel AAI Corp. dan Israel Aircraft Industries.
Angkatan Laut mengadaptasi desain asli untuk operasi kapal yang dikerahkan dari kapal perang yang baru-baru ini diaktifkan kembali pada 1980-an. UAV atau drone militer ini kemudian diadopsi oleh Korps Marinir untuk operasi berbasis darat.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Drone MIliter Beraksi di Afganistan Ternyata Sudah Dipakai Sejak Perang Vietnam