TEMPO.CO, Yogyakarta - Balai Penyelidikan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta terus mengamati pertumbuhan kubah lava Gunung Merapi. Pengamatan terkini menggunakan drone pada Rabu 1 September 2021 menunjukkan perbedaan pertumbuhan yang signifikan antara kubah di tengah kawah dan yang di sisi barat daya.
Perbedaan itu diungkap Kepala BPPTKG Hanik Humaida pada Jumat, 3 September 2021. Menurutnya, keduanya sama masih tumbuh. Penambahan ketinggiannya juga mirip, yakni dua meter untuk kubah lava barat daya dan satu meter untuk kubah tengah kawah di bandingkan pengamatan yang terakhir.
Namun, Hanik menambahkan, volume kubah lava barat daya hanya bertambah menjadi 1.440.000 meter kubik, sementara volume kubah tengah sudah mendekati 3 juta meter kubik atau persisnya 2.842.000 meter kubik. "Kecilnya pertumbuhan kubah barat daya karena materialnya terus dilontarkan lewat aktivitas guguran," kata Hanik.
Terbukti dari hasil analisa dan amatan BPPTKG sepekan terakhir, 27 Agustus-2 September, terjadi sedikitnya enam kali awan panas guguran dari puncak Gunung Merapi ke arah barat daya. Jarak luncur maksimal 2.500 meter.
"Pada periode ini guguran lava juga teramati sebanyak 80 kali ke arah barat daya dengan jarak luncur maksimal 2.000 meter," kata Hanik.
BPPTKG pun mensimulasikan, seandainya kubah terbesar yakni bagian tengah kawah saat ini tiba tiba runtuh atau longsor, didorong kuatnya tekanan erupsi, akan menimbulkan dampak berupa awan panas sejauh lima kilometer dari puncak. "Menerjang ke arah Sungai Boyong, Bebeng, Krasak, dan Putih," kata dia.
Hanik mengingatkan, bukan lantas kubah barat daya yang volumenya lebih kecil memberi ancamannya yang lebih kecil pula. "Kubah lava barat daya yang volumenya satu juta meter kubik ancamannya jika longsor juga awan panas maksimal sejauh lima kilometer," kata Hanik.
Baca juga:
Banjir Dahsyat New York Dipicu Hujan Terlebat, Ini Datanya