TEMPO.CO, Jakarta - Hasil investigasi yang dilakukan organisasi nirlaba, ProPublica, meragukan praktik privasi Facebook dan enkripsi aplikasi pesan miliknya, WhatsApp. Laporan itu menyoroti beberapa temuan utama berupa kemampuan yang tidak diungkapkan secara eksplisit kepada dua miliar basis pengguna.
"Meskipun WhatsApp memiliki fitur enkripsi end-to-end sejak 2016, ada beberapa keadaan di mana 1.000 tenaga kontrak dengan perangkat lunak khusus Facebook dapat membaca pesan yang dikirim dari seorang pengguna," tulis laporan itu, seperti dikutip GSM Arena, Rabu, 8 September 2021.
Menurut hasil investigasi, sebagian besar tenaga kontrak yang bekerja memoderasi konten di WhatsApp itu berusia 20-30 tahun, dengan pengalaman latar belakang sebagai pegawai toko, pemeriksa bahan makanan, dan barista. Mereka dipekerjakan oleh Accenture, kontraktor perusahaan besar yang bekerja untuk Facebook dan perusahaan besar lainnya.
Daftar pekerjaannya, mereka mengiklankan posisi 'Tinjauan Konten' tapi tidak menyebutkan Facebook atau WhatsApp. Dokumen ketenagakerjaan juga mencantumkan jabatan awal pekerja sebagai 'rekan moderasi konten' dengan upah mulai US$ 16,50 per jam (Rp 236 ribu).
Secara kolektif, para pekerja itu meneliti jutaan keping pesan WhatsApp setiap minggu. Setiap orang menangani lebih dari 600 sehari, yang memberi mereka kurang dari satu menit per pesan.
Baca Juga:
Misalnya, laporan itu mencontohkan, ketika seseorang melaporkan pesan, bahkan dalam obrolan pribadi, algoritme kecerdasan buatan (AI) akan mencari aktivitas mencurigakan. Aktivitas itu di antaranya seperti yang terkait dengan terorisme, pelecehan anak, dan lainnya.
Kemudian akan meneruskan pesan yang dilaporkan bersama dengan empat pesan sebelumnya ke petugas tinjauan konten. "Pengguna kemudian dapat diblokir, diberhentikan atau dimasukkan ke dalam daftar pantauan," bunyi laporan investigasi.
Pesan tidak terenkripsi dari pengguna dalam daftar 'proaktif' dapat dibaca bersama dengan data pengguna lain seperti identitas grup, nomor telepon, ID telepon unik, pesan status, tingkat baterai, dan kekuatan sinyal.
Laporan tersebut mengatakan bahwa semua praktik ini diuraikan dalam kebijakan privasi pengguna. Namun, jika kondisi ini benar, maka Facebook jelas perlu bekerja lebih baik untuk melatih moderator kontennya. Laporan itu juga menyatakan bahwa moderator konten WhatsApp sebagian besar harus berurusan dengan, "Orang-orang yang bermain-main dengan teman-teman mereka."
Facebook segera menanggapi laporan tersebut. Dalam komunikasinya dengan 9to5Mac, raksasa teknologi itu menganggap laporan ProPublica didasarkan pada kesalahpahaman. Facebook menegaskan bahwa WhatsApp di-enkripsi end-to-end dan tidak dapat dibaca oleh siapa pun selain penerima.
"Namun, jika Anda melaporkan sebuah pesan, tim moderasi konten WhatsApp akan dapat melihatnya untuk menyelesaikan masalah tersebut," ujar Facebook.
Enkripsi end-to-end berarti pesan diacak saat meninggalkan perangkat pengguna dan disusun kembali saat sampai ke penerima. Jadi tidak seorang pun, bahkan WhatsApp dan Facebook, yang tahu isi pesan. Enkripsi ini adalah salah satu alasan terbesar popularitas aplikasi pesan itu.
Laporan ProPublica, kata Facebook, memberi kesan bahwa WhatsApp dapat membaca pesan pengguna, "dan itu menyesatkan." WhatsApp, ditegaskannya kembali, "Hanya bisa membaca pesan ketika dilaporkan oleh seseorang."
Pengguna dapat melaporkan kontak dengan meng-klik detail kontak dari obrolan, lalu Laporkan Kontak, dan pilih untuk melaporkan dan memblokir, atau cukup laporkan. Menurut pusat bantuan WhatsApp, ketika pengguna melaporkan sebuah akun, WhatsApp menerima pesan terbaru yang dikirimkan oleh pengguna atau grup yang dilaporkan, serta informasi tentang interaksi terakhir dengan pengguna yang dilaporkan.
GSM ARENA | FOSSBYTES
Baca juga:
Dideteksi di Laut Selatan Jawa, Milky Sea Bukanlah Monster Laut