Adapun jika dilihat dari samping, bangunan ini tersusun dari balok dan tabung yang menumpuk. Balok dan tabung dengan ukuran terbesar berada di bagian terbawah dan di atasnya terdapat balok atau tabung lain yang lebih kecil.
Candi Borobudur dibangun tidak hanya berdasarkan konsep matematika yang sederhana. Konsep matematika mengenai perbandingan dengan pola teratur juga terdapat pada Candi Borobudur. Larisa dalam bukunya The Magnificence of Borobudur, menyebutkan konsep perbandingan tersebut dapat dilihat dari jumlah stupa pada tingkat Arupadhatu.
Pada lantai 7 berjumlah 16 stupa, lantai 8 berjumlah 24 stupa, dan lantai 9 berjumlah 32 stupa. Sehingga diperoleh perbandingan 16:24:32. Apabila semua nilai tersebut dibagi 8, maka nilai perbandingannya menjadi 2:3:4 yang tergolong perbandingan dengan pola yang teratur.
Konsep perbandingan lainnya juga ditemukan pada bangunan bersejarah ini, yakni pada ukuran tinggi dan diameter stupa. Pada lantai 7 berukuran 1,7 meter, lantai 8 berukuran 1,8 meter, dan lantai 9 berukuran 1,9 meter. Sehingga diperoleh perbandingan 1,7:1,8:1,9 yang juga merupakan perbandingan yang teratur.
Selain itu, jika dilihat secara vertikal dan horizontal, bangunan Candi Borobudur memiliki perbandingan tertentu berdasarkan rasio kepala, badan, dan kaki, yaitu kaki berjumlah 4, badan berjumlah 6, dan kepala berjumlah 9. Sehingga diperoleh rasio 4:6:9. Menurut Hokky Situngkir dan Seno Panyadewa, rasio ini sesuai dengan konsep Hindu-Buddha dalam membangun kuil yang dihubungkan dengan bagian tubuh manusia.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: Menelusuri Jejak Peradaban Masa Lalu Melalui Borobudur Trail of Civilization