Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mengenal Fungsi Matahari Sebagai Penggerak Cuaca Antariksa

image-gnews
Seorang warga menikmati keindahan Aurora Borealis atau Cahaya Utara yang menghiasi atas langit dekat Rovaniemi di Lapland, Finlandia 25 September 2020. REUTERS/Alexander Kuznetsov
Seorang warga menikmati keindahan Aurora Borealis atau Cahaya Utara yang menghiasi atas langit dekat Rovaniemi di Lapland, Finlandia 25 September 2020. REUTERS/Alexander Kuznetsov
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti bidang fisika Matahari dari Pusat Sains Antariksa LAPAN, Johan Muhammad, menjelaskan bagaimana Matahari berdampak pada kehidupan Bumi. Menurutnya, bintang terdekat dengan Bumi yang juga sebagai pusat tata surya itu tidak hanya menjadi sumber energi bagi makhluk hidup di Bumi, tapi juga penggerak utama cuaca antariksa.

Cuaca antariksa merupakan istilah yang mengacu pada kondisi dinamis yang sangat bervariasi di lingkungan geoantariks. “Kondisi di angkasa luar yang dipengaruhi oleh aktivitas Matahari dapat berdampak bagi kehidupan dan teknologi antariksa,” ujar dia dalam acara Webinar Cuaca Antariksa, Kamis, 16 September 2021.

Contoh dari cuaca antariksa di antaranya variabilitas pancaran gelombang elektromagnetik dan partikel energi di ruang angkasa antara Matahari dan Bumi. Munculnya fenomena di Bumi yang terkait dengan cuaca antariksa, seperti aurora, perubahan kondisi geomagnet dan ionosfer. 

“Dalam jangka panjang, kondisi cuaca antariksa kemungkinan dapat berdampak pada perubahan cuaca di atmosfer Bumi, tapi ini masih perlu dilakukan penelitian,” kata dia.

Matahari adalah benda dinamis dan kompleks yang terus-menerus memancarkan radiasi, aliran partikel konstan yang dikenal sebagai angin Matahari, serta menghasilkan medan magnet besar yang meluas ke tata surya, dan memiliki beberapa struktur yang memiliki aktivitas yang mempengaruhi cuaca antariksa tadi.

Salah satu struktur bintik Matahari, biasanya berwarna hitam yang tampak pada permukaan Matahari dan menandakan daerah yang memiliki suhu lebih rendah dibanding daerah lain. Jumlahnya dapat menjadi penanda tingkat aktivitas Matahari, penanda terjadinya konsentrasi medan magnet yang sangat tinggi.

“Akan terlihat jika menggunakan teleskop beresolusi tinggi, nah daerah ini disebut sebagai daerah aktif,” tutur Johan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sementara, lulusan S3 bidang partikel fisika dan astrifisika dari Nagoya University, Jepang itu, menerangkan, struktur flare Matahari merupakan peningkatan level radiasi dari daerah aktif di Matahari secara mendadak. Flare terjadi akibat adanya pelepasan energi magnetik, yang ledakannya melepaskan energi yang sangat besar ke ruang antarplanet dalam bentuk radiasi gelombang eletromagnetik.

Selain itu, daerah aktif juga memiliki lintasan massa korona yang melepaskan massa partikel dalam jumlah yang sangat besar ke ruang antarplanet, serta adanya angin surya, aliran materi yang terdiri dari partikel bermuatan listrik yang berasal dari Matahari ke segala arah, dengan kecepatan tinggi yang diperkirakan berasal dari lubang korona.

“Angin ini berinteraksi dengan magnetosfer Bumi dan akan dibelokkan ke kutub-kutub Bumi, yang dapat menyebabkan badai geomagnet—letupan lidah api besar yang terjadi di Bumi,” katanya lagi.

Secara umum, Matahari memiliki banyak pancaran gelombang elektromagnetik dan lontara yang bisa sampai ke Bumi meskipun sudah dilindungi medan magnet. “Bisa berpengaruh pada radiasi, komunikasi radio, juga kondisi biomagnet di Bumi, bisa mempengaruhi navigasi, sinyal dari satelit GPS, juga akurasi navigasi yang digunakan,” ujar Johan menambahkan.

Baca:
Hari Tanpa Bayangan Kembali Hadir, Dimulai dari Aceh Siang Ini

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Benarkah Bumi Akan Alami Kegelapan pada 8 April 2024?

9 jam lalu

Penampakan gerhana bulan sebagian atau Parsial di langit Jakarta, Minggu, 29 Oktober 2023. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) peristiwa gerhana bulan parsial terjadi saat posisi Bulan, Matahari dan Bumi sejajar membuat sebagian piringan bulan masuk ke umbra (bayangan gelap) Bumi sehingga saat puncak gerhana terjadi Bulan akan terlihat gelap sedikit kemerahan di bagian yang terkena umbra Bumi. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S.
Benarkah Bumi Akan Alami Kegelapan pada 8 April 2024?

Ahli Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin mengatakan informasi yang menybut Bumi akan mengalami kegelapan pada 8 April 2024 tidak benar.


Pengelolaan Hutan Didominasi Negara, Peneliti BRIN Usul Cegah Deforestasi melalui Kearifan Lokal

1 hari lalu

Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto
Pengelolaan Hutan Didominasi Negara, Peneliti BRIN Usul Cegah Deforestasi melalui Kearifan Lokal

Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan seringkali tidak mendapatkan hak akses yang cukup untuk memanfaatkan sumber daya di dalamnya.


BRIN: Satelit LAPAN Bantu Proses Komunikasi Wilayah Terlanda Bencana

1 hari lalu

Satelit rakitan dalam negeri bernama LAPAN A2/LAPAN ORARI yang akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Bogor, Jawa Barat, Kamis, 3 September 2015. Peluncurannya sendiri akan dilakukan di pusat antariksa Satish Dhawan, Sriharikota, India. Nantinya, satelit akan dibawa ke orbit dengan ditumpangkan pada roket India bersama satelit penelitian astronomi milik Organisasi Riset Antariksa India. [TEMPO/Subekti; SB2015090312] KOMUNIKA ONLINE
BRIN: Satelit LAPAN Bantu Proses Komunikasi Wilayah Terlanda Bencana

Satelit LAPAN-A2/LAPAN-ORARI merupakan salah satu hasil riset karya anak bangsa yang dikembangkan oleh BRIN.


Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

2 hari lalu

Wisatawan berkeliling di area teras bawah di situs megalitik Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, 17 September 2014. TEMPO/Prima Mulia
Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

Pencabutan publikasi penelitian Gunung Padang didahului investigasi oleh penerbit bersama pemimpin redaksi jurnal.


Inilah Daftar Kota di Seluruh Dunia dengan Durasi Puasa Ramadan 2024 Terpanjang

8 hari lalu

Ilustrasi anak-anak menunggu berbuka puasa di Jakarta, Selasa 14 April 2020. TEMPO/Subekti.
Inilah Daftar Kota di Seluruh Dunia dengan Durasi Puasa Ramadan 2024 Terpanjang

Umat Islam yang tinggal di negara-negara belahan bumi bagian utara harus berpuasa relatif lebih lama daripada bumi bagian selatan.


Kajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi

10 hari lalu

National Aeronautics and Space Administrationcode (NASA) atau Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat menyoroti perubahan kawasan hutan di Kalimantan setelah adanya pembangunan Ibu Kota Nusantara atau IKN. Foto : NASA
Kajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi

Wilayah yang paling terdampak risiko kekeringan ekstrem, adalah Ibu Kota Negara atau Nusantara.


Proses Warna Bulan Jadi Merah Saat Terjadi Gerhana, Berikut Penjelasannya

10 hari lalu

Fase awal gerhana bulan sebagian (U1) di Bekasi, Jawa Barat, Minggu, 29 Oktober 2023 dinihari. Fase U1 ini terjadi saat sebagian piringan bulan masuk ke umbra Bumi. ANTARA. FOTO/Paramayuda
Proses Warna Bulan Jadi Merah Saat Terjadi Gerhana, Berikut Penjelasannya

Bulan tampak berwarna merah selama Gerhana Bulan Total terjadi. Hal ini disebabkan karena proses yang disebut hamburan Rayleigh.


SpaceVIP Tawarkan Makan di Ruang Angkasa, Biayanya Rp7,7 Miliar per Orang

11 hari lalu

Pesawat ruang angkasa SpaceVIP yang akan membawa enam penumpang makan di atmosfer Bumi (Instagram/@restaurantalchemist)
SpaceVIP Tawarkan Makan di Ruang Angkasa, Biayanya Rp7,7 Miliar per Orang

Bukan hanya perjalanan ke ruang angkasa yang spesial, makanan yang disajikan pun istimewa hasil kolaborasi dengan chef restoran Bintang Michelin.


Muhammadiyah Usul Meniadakan Sidang Isbat Awal Ramadan, Ini Tanggapan Peneliti BRIN

20 hari lalu

Sejumlah guru dan santri menyiapkan teleskop untuk memantau hilal di Masjid Al-Musyari'in, Jakarta Barat, Jumat, 1 April 2022. Pemantauan hilal tersebut guna menentukan awal Ramadhan 1443 Hijriah. Sementara untuk hasil Sidang Isbat penentuan awal Ramadhan akan diumumkan oleh Pemerintah melalui Kementerian Agama. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Muhammadiyah Usul Meniadakan Sidang Isbat Awal Ramadan, Ini Tanggapan Peneliti BRIN

Sidang isbat menjadi forum musyawarah para pihak, seperti pakar, ulama, dan ormas untuk membahas hisab dan rukyat.


Peneliti BRIN Temukan Kepiting Tiga Warna di Gunung Kelam Kalimantan Barat

20 hari lalu

Foto kepiting tiga warna Lepidothelphusa jenis baru dengan nama Lepidothelphusa menneri yang ditemukan di Gunung Kelam, Kalimantan Barat. Dok. Humas BRIN
Peneliti BRIN Temukan Kepiting Tiga Warna di Gunung Kelam Kalimantan Barat

Kepiting tiga warna ini hidup di tepi anak sungai yang dangkal dengan substrat kerikil dan batu.