TEMPO.CO, Jakarta - Berbicara soal ular, hewan melata yang satu ini mempunyai kebiasaan unik, yaitu menjulurkan lidah. Pertanyaannya adalah mengapa ular menjulurkan lidahnya?
Selain tidak memiliki kaki untuk bergerak, ular adalah satwa yang memiliki indra tidak sempurna. Meski memiliki mata, ular tidak sepenuhnya menggunakan indra penglihatannya untuk melihat.
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa penglihatan ular sangat buruk. Selain itu, ular juga tidak memiliki telinga, sehingga mereka menggunakan cara lain untuk “mengawasi” lingkungannya.
Cara lain bagi ular agar dapat menerima rangsangan dari lingkungannya adalah dengan mendeteksi bau. Melansir dari pawtracks.com, sebagian besar ular mengandalkan indra penciumannya untuk menemukan mangsa dan pasangan atau untuk memeriksa sekelilingnya.
Namun hidung ular tidak terlalu peka, sehingga membutuhkan sedikit bantuan dari mulutnya. Lidah bercabang mereka mampu meningkatkan kemampuan ular untuk mencium apa yang ada di sekitar mereka.
Lalu bagaimana ular mencium bau dengan lidahnya? Melansir dari zmescience.com, pada abad ke-17, sempat muncul gagasan bahwa ular menangkap serangga dengan lidahnya. Meskipun tidak pernah diamati, hal itu masih dipercaya secara luas.
Sementara itu, astronom Italia Giovanni Hodierna berpikir ular menggunakan lidah mereka untuk membersihkan kotoran dari hidung mereka yang merupakan penjelasan yang lebih masuk akal, meskipun sama-sama tidak mungkin.
Mitos lain soal lidah ular juga berkembang. Sebuah pendapat mengatakan bahwa ular menggunakan lidah untuk menutupi mangsa dalam air liur sebelum menelannya. Namun, pendapat tersebut dibantah sebab ular memiliki lidah yang halus sehingga mustahil melakukan tindakan tersebut.
Mitos lainnya yang lebih ekstrem soal lidah ular yaitu beberapa orang berpendapat bahwa itu adalah penyengat atau sumber racun ular. Keyakinan yang terakhir ini mungkin dipopulerkan oleh kutipan-kutipan dalam Alkitab dan literatur Shakespeare.
Studi yang lebih baru telah mengungkap bahwa lidah ular mengambil partikel atau bau dari udara. Ujung lidah yang bercabang kemudian dimasukkan ke dalam pasangan yang sesuai dari apa yang disebut organ Jacobson, di mana mereka membangkitkan sinyal berbeda yang kemudian ditransmisikan secara elektrik ke otak.
Lidah ular bukanlah indra penciuman atau pengecapan, sebab lidah mereka tidak memiliki reseptor untuk penciuman atau pengecapan. Organ ini hanya mengambil bahan kimia dari udara atau tanah dan meneruskannya ke Organ Jacobson.
Organ Jacobson sebenarnya telah ditemukan pada abad ke-18, tetapi fungsinya tidak dipahami dengan baik pada saat itu. Organ ini terutama digunakan untuk mendeteksi feromon, pembawa pesan kimia yang membawa informasi antar individu dari spesies yang sama. Ular telah mengembangkan organ Jacobson dengan sangat baik, yang memungkinkan mereka merasakan berbagai macam bahan kimia.
Tapi ular bukan satu-satunya makhluk yang memiliki fitur biologis ini. Banyak mamalia juga memilikinya dan biasanya disebut dengan respons flehmen, yaitu perilaku di mana seekor hewan menggulung ke belakang bibir atasnya memperlihatkan gigi depannya, kemudian menghirup dengan lubang hidung tertutup dan menahan posisi ini selama beberapa detik. Flehmen sering digunakan oleh kuda dan kucing. Namun, gerakan lidah yang berosilasi atau bergerak ke segala arah hanya dilakukan oleh ular.
Pada 1980-an, ahli biologi ular Neil Ford di University of Texas di Tyler mengikuti ular garter jantan saat mereka mengejar jejak betina. Dia menemukan bahwa jika kedua ujung lidah jantan berada di dalam jejak yang ditinggalkan betina, ular itu melanjutkan rutenya.
Tetapi jika lidahnya mendeteksi jejak yang salah, ular itu memalingkan kepalanya dari sisi tersebut dan dengan akurat mengikuti jejak betina. Ahli ekologi ular Chuck Smith di Wofford College juga menemukan bahwa ular Copperhead jantan memiliki lidah yang lebih panjang dan bercabang lebih dalam daripada betinanya, yang tampaknya mendukung teori ini.
Melansir dari scitechdaily.com, tidak seperti kadal yang juga sering menjulurkan lidahnya, ketika ular mengumpulkan molekul bau di udara untuk dicium, mereka menggerakkan lidah bercabang ke atas dan ke bawah dalam gerakan cepat yang kabur.
Untuk memvisualisasikan bagaimana hal ini mempengaruhi pergerakan udara, Profesor Ekologi dan Biologi Evolusi, Universitas Connecticut, Kurt Schwenk, bersama mahasiswa pascasarjana Bill Ryerson menggunakan laser yang difokuskan pada selembar cahaya tipis untuk menerangi partikel kecil yang tersuspensi di udara.
Mereka menemukan bahwa lidah ular yang berkedip-kedip menghasilkan dua pasang massa udara kecil yang berputar-putar, atau vortisitas, yang bertindak seperti kipas kecil, menarik bau dari setiap sisi dan menyemburkannya langsung ke jalur setiap ujung lidah.
Karena molekul bau di udara sangat sedikit dan jarang, mereka percaya bahwa bentuk unik dari menjentikkan lidah ular berfungsi untuk memusatkan molekul dan mempercepat pengumpulannya ke ujung lidah.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: Dijamin, Fakta tentang Kadal dan Ular Ini Bikin Anda Kaget