TEMPO.CO, Jakarta - Perubahan iklim atau climate change adalah salah satu konsep yang membentuk dunia kita saat ini. Berbagai kegiatan kita sehari-hari kerap kali dikaitkan dengan perubahan iklim atau pemanasan global. Misal penggunaan bensin, listrik dan lain sebagainya.
Populasi manusia yang bertambah yang diikuti dengan meningkatnya aktivitas manusia mendorong semakin besarnya pemanfaatan energi. Ujungnya semakin banyak emisi yang dihasilkan.
Salah satu emisi yang berbahaya dan berdampak buruk bagi lingkungan adalah gas rumah kaca. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan iklim dan pemanasan laut.
Disebutkan dalam oceanservice.noaa.gov, perubahan iklim sama dengan perubahan laut. Hal ini karena laut menyerap karbondioksida (co2) yang dihasilkan. Meski dapat memperlambat pemanasan global, kimia laut akan ikut berubah.
Apabila laut menyerap terlalu banyak karbondioksida, laut akan memanas dan menyebabkan stres termal. Lantaran stres termal ini akan terjadi pemutihan dan penyakit menular pada karang.
Karena pemanasan, es yang ada lautan akan mencair dan permukaan laut naik. Dari kenaikan permukaan laut sedimentasi karang akan meningkat khususnya terumbu karang yang dekat dengan sedimen darat. Akibatnya zat-zat dan partikel akibat sedimentasi terbawa dan menghimpit karang sehingga terumbu karang menjadi tercekik.
Limpasan dari sedimentasi, air tawar, dan polutan yang dibawa air hujan akan menyebabkan pertumbuhan alga sehingga air menjadi keruh. Hal ini terjadi lantaran curah hujan yang berubah. Tak hanya curah hujan yang berubah, perubahan iklim juga dapat mengubah pola badai. Badai akan semakin kuat hingga dapat merusak terumbu karang.
Perubahan iklim mengubah banyak hal, selain curah hujan dan badai, arus laut juga dapat berubah. Apabila arus laut ini berubah, konektivitas dan rezim suhu dapat menghambat pertumbuhan larva karang dan suplai makanan karang berkurang.
Akibat kenaikan C02 atau karbondioksida di laut, kandungan asam di laut ikut baik. Saat tingkat pH tinggi pertumbuhan karang dan integritas struktural. Padahal, mengutip pernyataan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Sesmenko Marves), Agung Kuswandono dalam maririm.go.id terumbu karang merupakan bagian penting dalam ekosistem laut.
“Terumbu karang merupakan tempat asuh dari semua makhluk hidup di lautan. Kalau itu rusak tentu akan berdampak luar biasa, ikan kecil tidak bisa hidup maka habislah sumber daya alam kita,” ujar Agung pada Webinar “Dampak Perubahan Iklim Bagi Ekosistem Terumbu Karang Indonesia”, Senin, 21 Juni 2021.
Mirisnya, menurut prediksi dari Ketua Tim Pokja Kelautan dan Perikanan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), Tonny Wagey, terumbu karang bisa saja hilang. Saat Sustainable Development Goals (SDGs) Annual Conference 2019, ia mengatakan, “Pada 2050 kita bisa gak lihat coral (karang) lagi, dampak perubahan iklim itu tidak dapat kita hindari.”
TATA FERLIANA
Baca juga: Data NASA Tunjukkan Perubahan Iklim Mengacak-acak Pola Hujan dan Kekeringan