TEMPO.CO, Jakarta - Binatang telah beradaptasi di berbagai macam kondisi lingkungan sejak zaman dahulu, termasuk kelelawar. Nenek moyang kelelawar hidup di pepohonan dan memangsa serangga yang hidup di sekitar dahan pohon.
Dikutip dari laman La Trobe University, kelelawar di zaman dahulu lebih sering menunggu mangsanya mendekat menuju batang pohon sebelum menangkapnya ketimbang mengejarnya.
Penggunaan tangan dan mulut untuk menangkap mangsa sementara kelelawar menggantung menggunakan kaki belakang mereka menyebabkan adaptasi pada cakar mereka. Hal ini memungkinkan urat (tendon) mereka untuk terkunci di tempat saat mereka menggantung. Itu mengapa kelelawar dapat menggantung tanpa menggunakan otot atau energi.
Tidur dengan posisi menggantung membutuhkan sedikit energi bagi kelelawar. Selain itu, dahan pohon dengan posisi horizontal maupun atap gua yang mereka gunakan sebagai tempat menggantung menawarkan perlindungan dari pemangsa.
Alasan lain kelelawar tidur menggantung adalah kelelawar tidak dapat meluncurkan badan mereka dari tanah ke udara seperti burung. Sayap kelelawar tidak cukup kuat untuk mengangkat tubuh mereka dan kaki belakang mereka terlalu kecil untuk melakukan ancang-ancang sebelum terbang.
Berada di tempat tinggi memudahkan kelelawar untuk dapat terbang langsung. Berada di posisi yang terbalik memudahkan mereka untuk terbang dan melarikan diri ketika merasa terancam.
Berbeda dengan kelelawar, menurut laman Iowa Department of Natural Resource, manusia tidak dapat menggantung terbalik karena darah akan mengalir ke kepala dan terakumulasi di sana. Badan kelelawar yang kecil dan padat memungkinkan jantungnya untuk mendistribusikan darah ke seluruh badan meski mereka sedang tertidur dengan posisi menggantung.
DINA OKTAFERIA
Baca juga: Peneliti Kelelawar Kamboja Berupaya Mencari Asal-usul Virus Corona