TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan menyusui yang pernah terinfeksi Covid-19 mengeluarkan antibodi yang bisa menetralisir virus penyakit itu dalam air susunya sampai 10 bulan pascainfeksi. Kemampuan menetralisir berarti memblok infeksi si virus. Kesimpulan ini didapat dari riset yang dipresentasikan dalam Global Breastfeeding and Lactation Symposium pada 21 September 2021.
Rebecca Powell dari Mount Sinai Hospital di New York, Amerika Serikat, dan sejumlah koleganya menganalisis sampel air susu ibu (ASI) dari 75 perempuan yang telah sembuh dari Covid-19. Mereka menemukan 88 persen sampel mengandung antibodi virus SARS-CoV-2 atau virus corona penyebab Covid-19, dan dalam banyak kasus mampu menetralisir infeksi virus itu.
Dari temuan Rebecca dkk itu diduga bahwa pemberian ASI bisa menolong melindungi para bayi dari infeksi virus corona Covid-19. Mekanisme ini seperti yang sudah diketahui terjadi untuk kasus penyakit pernapasan lain seperti influenza dan pertussis.
Sebelumnya, peneliti memang telah mendeteksi keberadaan antibodi SARS-CoV-2 dalam ASI tapi belum jelas benar apakah memiliki kemampuan menetralisir infeksi. Begitu juga belum diketahui sampai berapa lama produksi antibodi itu pascainfeksi.
Anak-anak memang berisiko lebih rendah untuk mengalami gejala berat Covid-19 daripada orang dewasa namun, tetap, sekitar satu dari 10 bayi di bawah satu tahun membutuhkan perawatan rumah sakit jika mereka terinfeksi. Itu sebabnya, Rebecca menerangkan, mengetahui keberadaan antibodi dalam ASI, berapa lama mereka bisa melindungi pascasembuh dari infeksi, atau vaksin apa yang bisa memberi antibodi terbaik untuk perlindungan bayinya, adalah informasi-informasi yang penting dan relevan untuk jangka panjang.
Dia menambahkan, jenis antibodi yang ditemukan dalam ASI berbeda dari antibodi immunoglobulin G (IgG) dalam darah dan dipicu produksinya oleh vaksinasi—meski beberapa di antaranya juga ditemukan dalam kandungan ASI. Antibodi utama yang ditemukan dalam ASI adalah Secretory Immunoglobulin A (IgA) yang melekat di saluran pernapasan dan usus halus para bayi.
“Antibodi ini memblok virus dan bakteri masuk system peredaran dalam tubuh,” katanya.
Rebecca meyakini, antibodi yang diekstrak dari ASI juga bisa digunakan untuk terapi orang dewasa dengan gejala parah Covid-19. Dia membayangkan terapi tipe nebuliser (penguapan) untuk pasien yang sudah cukup sakit tapi belum sampai ke ICU.
Studi juga menemukan mayoritas perempuan yang menerima dosis vaksin Pfizer/BioNTech atau Moderna—dua vaksin Covid-19 yang dihasilkan dari teknik mRNA--memiliki antibodi yang spesifik melawan virus corona dalam ASI mereka. Kadarnya lebih tinggi dibandingkan kadar antibodi dalam ASI perempuan penerima vaksin Janssen atau Johnson & Johnson.
Temuan itu mendukung hasil riset sebelumnya kalau vaksinasi Covid-19 untuk ibu menyusui pun bisa menolong untuk melindungi bayi mereka dari infeksi penyakit tersebut, meski ini belum diuji secara konklusif.
NEW SCIENTIST, THE GUARDIAN
Baca juga:
Gangguan Mestruasi setelah Vaksinasi Covid-19, Begini Fakta yang Ada