TEMPO.CO, Bandung - Vaksin Covid-19 dari Anhui, Cina, baru saja mendapat izin penggunaan darurat di masa pandemi Covid-19 dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Peneliti ui klinisnya dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), Rodman Tarigan mengatakan, Zifivax, nama vaksin itu, bisa menjadi vaksin primer ataupun booster untuk imunisasi Covid-19.
“Dengan tiga kali pemberian vaksin rekombinan semoga bisa bertahan melindungi lebih dari satu tahun,” ujarnya, Jumat 8 Oktober 2021.
Seperti yang dituturkannya di laman Unpad, penyuntikan vaksin tiga kali lebih baik dari hanya dua kali untuk meningkatkan kekebalan tubuh lebih lama. Saat ini, tim peneliti masih melakukan pemantauan terhadap para relawan uji klinis vaksin itu.
Proses uji klinis fase III Zifivax melibatkan relawan dari kalangan beragam, seperti mahasiswa, tenaga kesehatan, pengemudi angkutan daring, ibu rumah tangga, serta pegawai negeri dan swasta. Total relawan yang terlibat sebanyak 2000 orang di Bandung dan Jakarta. Usianya kisaran 18-60 tahun lebih.
“Efikasi vaksin untuk orang usia 18-59 tahun sebesar 81,51 persen, sedangkan di atas 60 tahun efikasinya 87,58 persen,” kata Rodman.
Selain itu, vaksin buatan Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical di Cina tersebut diklaim juga ampuh terhadap varian Covid-19 yang lebih berat, salah satunya varian Delta. “Efikasi dari vaksin Zivifax terhadap varian Delta adalah 77,47 persen,” ujarnya.
Saat uji klinis, relawan dibagi dua kelompok sebagai penerima vaksin dan placebo atau vaksin kosong sebagai kontrolnya. Proses penyuntikan dilakukan tiga kali dengan jarak satu bulan.
Secara umum, menurut Rodman, vaksin Anhui tidak menimbulkan kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) yang serius. “KIPI pada vaksin ini hampir sama dengan vaksin Sinovac, yaitu nyeri di bekas suntikan, sakit kepala, kelelahan, demam, hingga nyeri otot,” kata dia.
Namun begitu, beberapa relawan menurutnya sempat mengalami KIPI serius. Sebagian besar dari relawan kelompok plasebo. Setiap vaksin, juga vaksin Covid-19, kata Rodman, memang tidak 100 persen mencegah, karena ada pengaruh faktor lain seperti daya tahan tubuh, status gizi, faktor penyakit, dan usia.
Baca juga:
Kapal Selam Nuklir Kecelakaan di Laut Cina Selatan, Apa yang Terjadi?