TEMPO.CO, Bandung - Penasehat tim riset uji klinis vaksin Anhui dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Kusnandi Rusmil, memperkirakan pemerintah akan memakai vaksin Covid-19 terbaru dari Cina itu untuk imunisasi massal. Alasannya, persediaan vaksin Covid-19 di dalam negeri masih kurang.
“Menurut saya paling nggak itu akan dipakai, di daerah kan baru ada yang 12-14 persen imunisasinya,” kata dia, Minggu 10 Oktober 2021.
Pemerintah, menurutnya, yang akan menentukan dipakai tidaknya vaksin produksi Anhui Longcom Biopharmaceutical tersebut untuk imunisasi. Vaksin Covid-19 kedua yang uji klinisnya melibatkan relawan di Indonesia ini adalah yang terbaru diberikan izin penggunaan darurat (EUA) oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
“Layak dong, apalagi kami kan sudah lama melakukan uji klinis vaksin,” ujar Kusnandi meyakinkan produk Zifivax.
Kusnandi mengatakan vaksin itu bisa dipakai untuk suntikan pertama atau pun menjadi booster atau vaksin penguat di berbagai wilayah di Indonesia. Soal stok, vaksin Anhui saat ini disebutnya sudah ada di gudang di wilayah Banten.
“Nanti yang minta itu perusahaan yang akan bernegosiasi dengan pemerintah,” kata dia.
Menurut Kusnandi, Zifivax telah dipakai di Cina sebanyak tiga kali suntikan. Adapun uji klinis final, selain Indonesia, juga dilakukan di sejumlah negara, yaitu Uzbekistan, Ekuador, Pakistan, dan Cina.
Peneliti utama riset uji klinisnya di Indonesia, Rodman Tarigan, menerangkan bahwa efikasi atau keampuhan Zifivax terhadap Covid-19 sebesar 81,51 persen pada relawan uji klinis berusia 18-59 tahun. Pada relawan berusia 60 tahun atau lebih bahkan lebih tinggi, yaitu 87,58 persen.
Ketika riset, suntikan diberikan tiga kali, masing-masing berselang sebulan. “Dengan tiga kali pemberian vaksin rekombinan semoga bisa bertahan lebih dari 1 tahun,” ujarnya merujuk kepada teknik pembuatan Zifivax. Platform vaksin diambil dari spike glikoprotein atau bagian kecil virus yang diharap akan memicu kekebalan saat disuntikkan ke tubuh manusia.
Baca juga:
Dari Suki sampai Maria Ressa, Para Peraih Nobel Tahun Ini Didominasi Princeton University