TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi di Brasil menemukan kalau orang-orang yang didiagnosa positif Covid-19 cenderung tak lagi membutuhkan rawat inap berkepanjangan jika mereka telah diberikan obat antidepresi fluvoxamine. Hasil itu seperti yang telah dipublikasikan tim peneliti yang dipimpin Gilmar Reis dari Pontificia Universidade Catolica de Minas Gerais dalam Jurnal The Lancet yang terbit online 27 Oktober 2021.
Dimulai pada Januari 2021, uji dilakukan melibatkan 1.497 orang dewasa di Brasil yang terkonfirmasi positif Covid-19 dan belum pernah divaksin. Setiap individu itu memiliki gejala dan memiliki sedikitnya satu kriteria yang menempatkannya dalam kelompok berisiko tinggi untuk mengembangkan gejala yang semakin berat.
Kepada sebagian dari mereka, secara acak, diberikan fluvoxamine sebanyak dua kali sehari selama 10 hari. Sebagian lainnya hanya mendapatkan plasebo. Sebanyak 58 persen dari relawan atau responden dalam uji ini adalah perempuan.
Dalam kelompok penerima fluvoxamine lalu dianalisis dan 10,6 persen di antaranya didapati masih harus menerima perawatan darurat setelah enam jam atau harus dirawat inap di rumah sakit. Dalam kelompok penerima plasebo, jumlah yang seperti itu sebanyak 15,7 persen.
"Lalu, ada satu pasien Covid-19 yang meninggal dalam kelompok penerima fluxamine dan 12 orang dalam kelompok penerima plasebo," bunyi hasil studi itu.
Baca Juga:
Fluvoxamine adalah jenis antidepresan dalam kelas serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) yang biasanya diresepkan untuk mengobati depresi. Penggunaan obat ini memiliki efek antiperadangan, mengurangi produksi sitokin atau senyawa kimia yang bisa memicu respons imun yang berlebihan dan berbahaya pada pasien Covid-19.
Hasil uji di Brasil disebut konsisten dengan uji sebelumnya dengan skala yang lebih kecil di Amerika Serikat yang menggunakan dosis fluvoxamine yang lebih tinggi dan melibatkan kelompok relawan dengan risiko lebih rendah. Hasil studi di Amerika menunjukkan gejala seluruh 80 pasien Covid-19 penerima obat ini tak ada yang bertambah parah, dibandingkan dengan kelompok 72 pasien lainnya penerima plasebo yang enam di antaranya bertambah parah.
Observasi yang lebih luas di Prancis juga melaporkan terjadinya pengurangan penggunaan intubasi ataupun angka kematian karena pemberian antidepresan yang sama. Dalam studi ini melibatkan 7.230 pasien Covid-19 di rumah sakit.
“Uji yang kami lakukan menemukan fluvoxamine, jenis obat yang sudah ada banyak di pasaran dan tidak mahal, mengurangi kebutuhan perawatan lebih jauh dalam populasi berisiko tinggi,” bunyi kesimpulan Reis dkk. “Pengobatan dengan fluvoxamine selama 10 hari hanya butuh sekitar US$ 4 (tak sampai Rp 60 ribu).”
Masih belum jelas mekanisme seperti apa yang terjadi dari pemberian fluvoxamine terhadap penyakit Covid-19. Dugaannya adalah aksi antiperadangan melalui aktivasi S1R, sebuah protein membran chaperone di reticulum endoplasmik yang terlibat di banyak fungsi seluler sel, termasuk pengaturan produksi sitokin dalam merespons pemicu peradangan.
NEW SCIENTIST, THE LANCET