TEMPO.CO, Yogyakarta - Balai Penyelidikan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menyatakan tak ada aktivitas awan panas guguran dari Gunung Merapi yang terjadi sepekan terakhir. Dari periode pengamatan 22-28 Oktober 2021, Merapi terpantau mengeluarkan guguran lava pijar saja.
"Pekan ini teramati sebanyak 30 kali lava pijar ke arah barat daya dengan jarak luncur maksimal 1.800 meter," kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida, Jumat 29 Oktober 2021.
Hanik menuturkan, meskipun intensitas kegempaan Merapi sepekan ini lebih rendah dibandingkan dengan pekan lalu namun jumlah gempa tektonik di tubuh Merapi masih cukup tinggi pada minggu ini. "Gempa tektonik yang tinggi ini tidak sampai mempengaruhi aktivitas Merapi," kata Hanik yang menyatakan status Merapi tetap di Level 3 atau Siaga.
Periode pengamatan sepekan ini juga tidak menunjukkan adanya perubahan morfologi baik kubah barat daya maupun kubah tengah yang signifikan. Hanik menyebut volume kubah lava barat daya saat ini 1.609.000 meter kubik dan kubah tengah sebesar 2.927.000 meter kubik.
Yang sedikit membedakan, ujar Hanik, intensitas curah hujan di Gunung Merapi perlahan meningkat akhir Oktober ini menjadi sebesar 31 milimeter per jam. Kondisi ini sempat terpantau selama 35 menit dari Pos Pengamatan Merapi Ngepos pada 27 Oktober 2021.
Belum sampai memicu terjadi banjir lahar maupun penambahan aliran di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi, tapi semakin intensnya curah hujan akhir Oktober ini sudah diantisipasi Pemerintah Kabupaten Sleman. Antisipasi berupa penerbitan surat edaran nomor 360/2824 tentang Peningkatan Respon Kebencanaan Sebagai Langkah Antisipatif Bencana Hidrometeorologis.
"Utamanya kawasan wisata yang memiliki aktivitas di alur sungai yang berhulu di Gunung Merapi dan daerah lereng-lereng seperti di wilayah Kecamatan Prambanan yang berpotensi bencana tanah longsor," kata Kepala Dinas Pariwisata Sleman, Suparmono.
Baca juga:
Hidung Pesawat Airbus Sampai Robek Ditabrak Burung Nasar