TEMPO.CO, Jakarta - Pandemi Covid-19 memunculkan fenomena hobi tanaman hias yang menciptakan peluang bisnis selama masa kebijakan pembatasan kegiatan di luar rumah berlaku. Tanaman hias yang banyak digemari adalah jenis tropis yang masih asli, bahkan banyak yang sampai diekspor melalui usaha mikro kecil menengah atau UMKM.
Tanaman hias yang kebanyakan menjadi koleksi adalah jenis-jenis herba, di antaranya anggrek liar, Nepenthes, kelompok tumbuhan araceae, Piperaceae, Begoniaceae, Impatiens, Hoya dan Aeschynanthus dan Gesneriaceae lainnya.
Peneliti Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Sri Rahayu, menerangkan tren ini memang bisa menjadi peluang dari segi ekonomi masyarakat di masa pandemi. Namun, di sisi lain juga terdapat ancaman penurunan populasi dan larinya keuntungan tertinggi ke luar negeri.
“Karena masyarakat melakukan perburuan langsung di hutan dan masih jarang yang melakukan budidaya dan perbanyakan,” ujar dia dalam acara Webinar Talk to Scientists: Tanaman Hias dan Peluang Inovasi di Masa Pandemi, Selasa, 2 November 2021.
Menurut Sri, titik tolak tren tanaman hias ini seharusnya bisa dimanfaatkan dengan baik dan benar dengan meningkatkan budidaya tanaman hias asli Indonesia yang perlu dikelola dengan baik dan benar. “Agar pemanfaatan sumber daya tanaman hias bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat, tapi tetap terjaga kelestariannya,” katanya lagi.
Sementara, Perekayasa Madya Balai Bioteknologi BRIN, Irni Furnawanthi, menjelaskan bahwa pengembangan tanaman hias di masing-masing daerah dan meningkatnya peran digital dalam bisnis tanaman hias, memerlukan peran dari lembaga riset. Tujuannya, dia berujar, untuk memberikan hasil riset dan kajian inovasi dalam melakukan pengembangan komoditas tanaman ini mulai dari hulu sampai hilir.
“Tren ini perlu dibarengi dengan kegiatan di hulu mulai dari riset dan kajian tentang aturan kegiatan pengelolaan tanaman hias, termasuk pelestarian plasma nutfah, domestikasi, pemuliaan tanaman, budidaya, hingga kegiatan di hilir terkait dengan pembinaan startup berdasarkan aplikasi hasil riset," tambahnya.
Baca:
Peneliti: Indonesia Sumbang Emisi, Terbesar dari Deforestasi dan Kebakaran Hutan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.