Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pembangunan dan Deforestasi ala Siti Nurbaya, Ahli Jelaskan Isi Paris Agreement

Reporter

image-gnews
Presiden Jokowi didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar meninjau penanaman pohon di Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin, 3 Februari 2020. Desa ini sebelumnya sempat terisolasi lantaran aksesnya terputus karena longsor yang terjadi awal Januari 2020 lalu. TEMPO/Subekti.
Presiden Jokowi didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar meninjau penanaman pohon di Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin, 3 Februari 2020. Desa ini sebelumnya sempat terisolasi lantaran aksesnya terputus karena longsor yang terjadi awal Januari 2020 lalu. TEMPO/Subekti.
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Kontroversi pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengundang tanggapan luas. Dalam cuitannya di Twitter pada 3 November 2021, Siti menulis, “Pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi.”

Diduga menyadari tanggapan negatif yang banyak didulangnya, ia kemudian meminta netizen untuk membaca pesannya tentang deforestasi secara utuh. Siti mengarahkan ke akun Facebook miliknya yang menjelaskan bahwa Indonesia menginisiasi Forestry and Other Land Use (FoLU) Net Sink 2030 yang bukan berarti nol deforestasi.

Dalam cuitan berikutnya pada 4 November, Siti kembali memberi klarifikasi bahwa arahan Presiden Jokowi sudah sangat jelas bahwa pembangunan yang dilakukan pemerintah harus seiring sejalan dengan kebijakan untuk menurunkan deforestasi dan emisi atau harus ada keseimbangan. “Pesan itu telah direalisasikan dalam langkah kerja lapangan yang dalam beberapa waktu ini terus berlangsung,” cuitnya.

Profesor dan Peneliti Ahli Utama di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Edvin Aldrian, menanggapi cuitan-cuitan dari Menteri Siti Nurbaya itu dengan menjelaskan perbedaan Paris Agreement yang dihasilkan dalam COP21 pada 2015 dari Protokol Kyoto perihal komitmen negara-negara di dunia menghadapi perubahan iklim. Menurutnya, pembangunan besar-besaran benar bisa tetap dihela seperti yang disuarakan Menteri Siti.

Tapi, sesuai isi Paris Agreement, syaratnya harus ‘net zero emission’ atau seimbang antara penyerapan dan emisi karbonnya. "Bisa, ya, bisa. Inikan beda sama Protokol Kyoto, sekarang Paris Agreement. Publik harus tahu," kata Edvin yang juga merupakan Wakil Ketua Kelompok Kerja I dalam Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) saat dihubungi di Jakarta, Kamis 4 November 2021.

Edvin menjelaskan Protokol Kyoto yang merupakan persetujuan internasional tentang pemanasan global, mengharuskan negara-negara industri yang meratifikasinya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) mereka sebesar 5,2 persen dibanding emisi 1990. Sehingga jika ada negara yang menghasilkan emisi melebihi persentase 1990, mereka harus bisa memotongnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Tapi kalau Paris Agreement itu lebih fleksibel. Jadi silakan membangun, yang penting kamu mencapai 'net zero emission'. Begitu," ujar dia.

Karena fleksibilitas Paris Agreement itulah, Edvin menerangkan, negara-negara industri seperti Amerika Serikat, Jepang, Kanada meninggalkan Protokol Kyoto. Negara-negara G20 juga mendukung pemufakatan yang dihasilkan dalam COP15 di Paris tersebut.

“Berbeda sekali dengan Protokol Kyoto yang jadi seolah-olah menahan pembangunan sehingga kondisinya seperti kembali ke tahun 1990-an, Paris Agreement lebih bebas tapi perlu dipersiapkan betul penyeimbangnya harus ada,” kata dia mengingatkan.

Cara penyeimbangnya itu bisa bermacam-macam dan tidak harus nol deforestasi. Bisa dari sektor energi atau juga keuangan, misalnya memakai insentif fiskal, pajak karbon, obligasi hijau dalam bentuk rupiah atau dolar, sukuk hijau. "Jadi strategi pembangunan seperti apa terserah masing-masing negara. Enggak harus zero deforestation," ujar dia.

Baca juga:
Peneliti: Indonesia Sumbang Emisi Karbon, Terbesar dari Deforestasi

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

11 jam lalu

Sawit 2
365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

Ratusan perusahaan pemilik lahan sawit ilegal di kawasan hutan mengajukan pemutihan.


Yayasan Pusaka: Deforestasi di Papua Periode Januari-Februari 2024 Seluas 765,71 Ha

12 jam lalu

Peta Distrik Sarmi, Papua. google.com
Yayasan Pusaka: Deforestasi di Papua Periode Januari-Februari 2024 Seluas 765,71 Ha

Yayasan Pusaka mengidentifikasi deforestasi di Papua Januari-Februari 2024 seluas 765,71 Ha meski Indonesia mendapatkan dana dari komunitas global.


Pengelolaan Hutan Didominasi Negara, Peneliti BRIN Usul Cegah Deforestasi melalui Kearifan Lokal

15 jam lalu

Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto
Pengelolaan Hutan Didominasi Negara, Peneliti BRIN Usul Cegah Deforestasi melalui Kearifan Lokal

Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan seringkali tidak mendapatkan hak akses yang cukup untuk memanfaatkan sumber daya di dalamnya.


Komitmen Iklim Uni Eropa Dipertanyakan, Kredit Rp 4 Ribu Triliun Disebut Mengalir ke Perusak Lingkungan

2 hari lalu

Uni Eropa menegaskan keinginan menolak komoditas yang dihasilkan dengan membabat hutan dan merusak lingkungan
Komitmen Iklim Uni Eropa Dipertanyakan, Kredit Rp 4 Ribu Triliun Disebut Mengalir ke Perusak Lingkungan

Sinarmas dan RGE disebut di antara korporasi penerima dana kredit dari Uni Eropa itu dalam laporan EU Bankrolling Ecosystem Destruction.


Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

2 hari lalu

Ilustrasi kekeringan: Warga berjalan di sawah yang kering akibat kemarau di Rajeg, Kabupaten Tangerang, Banten. ANTARA FOTO/Fauzan/ama.
Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

Jakarta dan Banten diperkirakan memasuki musim kemarau mulai Juni mendatang, dan puncaknya pada Agustus. Sedikit mundur karena anomali iklim.


Tingkat Deforestasi Tinggi, Kawasan Hutan IKN Baru 16 Persen dari Target 65 Persen

2 hari lalu

Massa buruh membawa poster saat menggelar aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 14 Maret 2023. Para buruh juga menuntut pemerintah untuk menghentikan obral tanah dan hutan untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). TEMPO/M Taufan Rengganis
Tingkat Deforestasi Tinggi, Kawasan Hutan IKN Baru 16 Persen dari Target 65 Persen

Kondisi hutan di IKN yang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung masih jauh dari kondisi ideal.


Mungkinkah Minyak Makan Merah Beri Ancaman Deforestasi Baru? Peneliti BRIN: Belum Tentu Semua Suka

6 hari lalu

Presiden Jokowi melihat kemasan minyak makan merah setelah meresmikan pabriknya di Deli erdang, Sumut, 14 Maret 2024.  Foto: BPMI Setpres/Kris
Mungkinkah Minyak Makan Merah Beri Ancaman Deforestasi Baru? Peneliti BRIN: Belum Tentu Semua Suka

Minyak makan merah lebih murah dan bernutrisi. Pabrik pertama telah diresmikan Presiden Joko Widodo di Deli Serdang, 14 Maret 2024.


Sinetron dan Film yang Dibintangi Donny Kesuma, Ini Perannya di Film Buya Hamka

7 hari lalu

Donny Kesuma. Foto: Instagram.
Sinetron dan Film yang Dibintangi Donny Kesuma, Ini Perannya di Film Buya Hamka

Selain menjadi atlet berprestasi, Donny Kesuma merupakan aktor yang telah membintangi sejumlah sinetron hingga layar lebar di Tanah Air, yang terbaru ada Trilogi Buya Hamka


Top 3 Tekno: Aktivitas Perusahaan Sukanto Tanoto di IKN, Deforestasi Kalimantan, Bencana Akibat Penggundulan Hutan

7 hari lalu

Presiden Joko Widodo meninjau langsung progres pembangunan Kantor Presiden di Kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), Provinsi Kalimantan Timur, Jumat, 1 Maret 2024. Presiden Jokowi mengecek pembangunan infrastruktur yang kini telah mencapai 74 persen tersebut. Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden
Top 3 Tekno: Aktivitas Perusahaan Sukanto Tanoto di IKN, Deforestasi Kalimantan, Bencana Akibat Penggundulan Hutan

Tiga artikel terkait IKN menjadi Top 3 Tekno Tempo pada hari ini. Berita terpopuler mengenai aktivitas perusahaan milik Sukanto Tanoto di IKN.


Temuan Kajian BRIN, Greenpeace dan Walhi soal Deforestasi Kalimantan: Parah Akibat IKN?

8 hari lalu

Aktivis Greenpeace, LBH Kalimantan Tengah, Save Our Borneo, dan Walhi Kalimantan Tengah meniru Presiden Joko Widodo saat berjalan di kawasan proyek food estate yang sedang dikerjakan Kementerian Pertahanan di Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Aksi ini bertepatan dengan pertemuan COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab yang juga dihadiri oleh Presiden Joko Widodo. Kredit: Jurnasyanto Sukarno/Greenpeace
Temuan Kajian BRIN, Greenpeace dan Walhi soal Deforestasi Kalimantan: Parah Akibat IKN?

Perubahan iklim dan pemanasan global diprediksi akan berdampak parahnya deforestasi di Pulau Kalimantan karena pembangunan IKN.