TEMPO.CO, Bandung - Tim peneliti calon vaksin Covid-19 menggunakan antibodi ayam menuai tiga kesuksesan dari hasil uji praklinis baru-baru ini. Antibodi itu sebelumnya telah dipakai untuk mengatasi penyakit ayam dan digunakan dalam alat tes cepat antigen buatan Universitas Padjadjaran (Unpad) untuk pemeriksaan Covid-19.
Riset calon vaksin pasif Covid-19 itu melibatkan kelompok peneliti dari Unpad, PT. Tekad Mandiri Citra (TMC), serta Organisasi Riset Tenaga Nuklir dan Pusat Riset dan Teknologi Nuklir Terapan yang bernaung di Badan Riset dan Inovasi Nasional. Tim merintisnya sejak September 2020 dan hasil uji praklinisnya diperoleh Oktober lalu.
Selama pengujian di laboratorium, tim tidak menggunakan bagian utuh SARS CoV-2 melainkan hanya antigennya. Menurut Kepala Pusat Riset Bioteknologi Molekular dan Bioinformatika Unpad, Toto Subroto, pihaknya dan mitra PT TMC bekerja sama menyiapkan antigen itu sejak pandemi. Setelah didapat, antigen itu disuntikkan ke ayam sehingga diperoleh antibodi pada bagian kuning telurnya lalu dimurnikan.
Antibodi spesifik yang disebut IgY, singkatan dari Immunoglobulin Yolk, itu yang dipakai saat uji praklinis dengan hewan mencit di laboratorium. Sebelum digunakan, IgY ditandai dengan senyawa radioaktif (I-131) yang sering disebut dengan radiolabeling. Baru setelahnya antibodi itu disuntikkan lewat bagian hidung mencit. “Kan biasanya virus itu entry point-nya ke pernapasan,” kata Toto, Kamis 4 November 2021.
Dari hasil uji praklinis (uji klinis pada hewan) tersebut, tim mendulang tiga hasil manis, sesuai dengan yang diharapkan ataupun memuaskan tim. Pertama, kata Toto, IgY sanggup mengikat antigen. Dengan kata lain, IgY akan menempel jika ada virus.
“Secara laboratorium juga sudah terbukti IgY bisa menetralisasi antigen, artinya virus bisa dinetralkan,” ujarnya sambil menambahkan, "Kondisi itu membuat pergerakan virus menjadi terbatas dan tidak bisa masuk ke dalam sel tubuh manusia."
Menurut Toto, virus bisa tumbuh dan berkembang kalau masuk ke sel tubuh. Tapi yang terjadi dari hasil uji di mencit, SARS-CoV-2 tidak punya kemampuan untuk mereplikasi sendiri. Ketika diikat IgY, virus tidak bisa menyebar kemana-mana lalu akan mati. “Jadi sudah confirmed antibodi itu sudah bisa mengikat antigen,” kata Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Unpad itu.
Kesuksesan kedua, soal keamanan antibodi IgY sebagai calon vaksin pasif. Tim memberikan dosis antibodi sebanyak 50 miligram per berat badan mencit. “Jadi intinya tidak toksik setelah diberikan cukup tinggi kadar IgY-nya itu, tidak ada kematian mencit,” ujarnya.
Adapun kesuksesan ketiga, tim dapat melihat distribusi antibodi di tubuh mencit setelah IgY ditandai oleh senyawa radioaktif. Tim riset mencatat, IgY menyebar ke semua organ tubuh mencit seperti paru-paru, hati, ginjal, juga ada yang masuk ke dalam darah. Namun kadar IgY-nya secara umum tergolong kecil. Serapan antibodi terbanyak yaitu di daerah trakea atau saluran pernapasan.
“Akumulasi IgY di nasal tinggi di organ trakea itu, saya senang karena di situ masuknya virus,” kata Toto.
Riset vaksin pasif Covid-19 ini didanai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, dan termasuk bagian dari program Vaksin Merah putih. Adapun pengertian vaksin pasif, menurut Anggraini Alam, dokter spesialis anak di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung, adalah kekebalan yang diberikan dari luar tubuh sehingga tubuh tidak perlu membuat antibodi.
Cara pemberian vaksin Covid-19 pasif ini bisa dengan suntikan. “Dan bila perlu volume yang lebih besar diberikan via infus,” kata Wakil Ketua Tim Penanganan Infeksi Khusus RSHS Bandung itu.
Baca juga:
Kepala BRIN Beberkan Tiga Masalah Pengembangan Vaksin Merah Putih