TEMPO.CO, Jakarta - Tiga peneliti Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) berhasil meraih penghargaan L’Oreal-UNESCO for Women in Science 2021. Mereka adalah Peni Ahmadi, Peneliti Pusat Riset Bioteknologi untuk kategori life science; Fransiska Sri Herwahyu Krismatuti, Peneliti Pusat Riset Kimia; dan Febty Febriani dari Pusat Riset Fisika untuk kategori Non-Life Sciences.
Peni berhasil mendapatkan penghargaan tersebut setelah mengajukan proposal riset berjudul “Potent Drug-lead from Indonesian Marine Invertebrates to Suppress Breast Cancer”. Dia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki banyak senyawa bahan laut yang bisa dimanfaatkan sebagai antiinfeksi dan antikanker, khususnya kanker payudara.
“Senyawa bahan laut yang sudah dilaporkan di Indonesia sebanyak 34 ribu sangat berpotensi, tapi faktanya hanya sekitar 3 persen saja yang baru dimanfaatkan,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 November 2021.
Data penelitiannya menyebutkan bahwa pada tahun 2002 kanker payudara menduduki peringkat pertama pada penyakit kanker di Indonesia hingga mencapai hampir 25 ribu kasus. Sedangkan pada tahun 2012, jumlahnya meningkat drastis sebanyak dua kali lipat daripada satu dekade sebelumnya, yakni 50 ribu kasus. Di tahun 2022 jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat hingga mendekati 100 ribu kasus.
Menurut Peni, potensi senyawa bahan laut di Indonesia sangat besar untuk perawatan kanker dengan targeted therapy tanpa efek samping berarti. Keuntungan dari targeted therapy adalah lebih selektif dan spesifik pada kanker yang dituju tanpa merusak sel sehat.
“Sehingga lebih efektif dan efisien, serta diharapkan dapat menurunkan off-targeted problem,” tutur Peni sambil menambah bahwa sumber daya alam laut, terutama invertebrata laut sangat berpotensi sebagai sumber senyawa bahan alam yang memiliki aktivitas antiinfeksi dan antikanker.
Peneliti berikutnya adalah Fransiska yang mengajukan topik riset berjudul “Zinc oxide Nanostructures from Galvanization Waste as Chronic Wound Prognostics”. Dia meneliti potensi limbah galvanisasi yang belum dimanfaatkan, padahal limbah itu mengandung zinc yang dapat diolah menjadi nano Zinc oxide (ZnO)—mempunyai sifat antibakteri dan dapat dikompositkan dengan material lain, misalnya pewarna alami dari kubis ungu—berpotensi sebagai obat diabetes yang menyebabkan luka kronis.
Kubis ungu ini, kata dia, memiliki sifat yang unik karena mempunyai sensitivitas terhadap perubahan pH, sehingga memiliki peluang untuk digunakan sebagai platform monitoring perubahan pH secara visual. Senyawa pH merupakan salah satu penanda kemajuan penyembuhan luka kronis.
“Di Indonesia ada 10,7 juta penderita diabetes yang menempatkan Indonesia pada peringkat tujuh di dunia. Tentu saja ini memberikan beban keuangan bagi pasien,” tutur dia.
Penelitian itu, disebutnya akan dilanjutkan, dengan melakukan proses pembuatan nanokomposit ZnO dan pewarna alami dari kubis ungu untuk mencegah berkembangnya bakteri penghambat penyembuhan luka, sehingga monitoring pH pada luka yang dapat dilakukan oleh pasien diabetes itu sendiri.
“Keuntungan dari penelitian ini, antara lain bahan baku yang melimpah dan murah karena ZnO disintesis dari hasil samping dari industri dan juga aman karena pewarna yang digunakan diekstrak dari bahan alami,” kata Fransiska.
Wanita peneliti ketiga adalah Febty yang mengajukan judul riset “Assessment of Indonesian’s Crustal Heterogeneity Characteristic Based on Geomagnetic Data for Disaster Risk Reduction of Earthquake and Tsunami in Indonesia”. Menurutnya, riset yang dilakukan adalah langkah penting untuk dikembangkan, karena Indonesia dikelilingi oleh lempeng aktif tektonik, yang membuat kondisi kerak bumi Indonesia menjadi heterogen.
“Kondisi ini juga menyebabkan Indonesia menjadi negara dengan kondisi seismik dan vulkanik yang aktif. Hal ini ditandai dengan banyaknya gempa dan gunung api yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya,” ujar Febty.
Riset yang dilakukan Febty merupakan hasil kolaborasi dengan berbagai pihak, salah satunya dengan Pusat Unggulan IPTEK Geomagnetik Universitas Mataram, Lombok, dalam menganalisa data geomagnetik untuk dicek validitasnya sebagai prekursor gempa bumi. Data geomagnetik ini digunakan untuk juga untuk mengetahui karakteristik kerak bumi Indonesia. “Sehingga kita bisa memetakan bahaya, risiko dan kerentanan suatu daerah karena gempa,” tutur Febty.
Sebagai informasi, penghargaan tersebut diadakan oleh L’Oreal Foundation Indonesia bersama mitra UNESCO untuk program For Women in Science (FWIS) tahun 2021. Program FWIS diluncurkan di seluruh dunia sebagai bentuk dukungan untuk kepada para ilmuwan perempuan yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan.
Kategori bidang ilmu L’Oreal-UNESCO FWIS 2021 meliputi Life Sciences dan Non-Life Sciences (Ilmu Material, Ilmu Bumi, Teknik, Ilmu Komputer, Matematika, Kimia, Fisika). Syarat penerima atau fellowship FWIS adalah perempuan, berusia maksimal 40 tahun per 30 November 2021, berpendidikan S3 atau sedang menjalani pendidikan S3. Proposal riset yang diajukan harus berdampak strategis bagi negara, berkelanjutan, dan menghasilkan kerja sama.
Baca:
Peneliti UI Kembangkan Ampas Kopi untuk Material Baterai Kendaraan Listrik
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.