Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Komunitas Peduli Krisis Iklim: Selamatkan Bumi Pasca-COP26 Perlu Kerja Konkret

Reporter

Editor

Erwin Prima

image-gnews
Presiden COP26 Alok Sharma menerima tepuk tangan saat Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) di Glasgow, Skotlandia, Inggris 13 November 2021. [REUTERS/Phil Noble]
Presiden COP26 Alok Sharma menerima tepuk tangan saat Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) di Glasgow, Skotlandia, Inggris 13 November 2021. [REUTERS/Phil Noble]
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Conference of the Parties ke-26 (COP26) UNFCCC di Glasgow, Skotlandia, yang berakhir pada 13 November 2021, telah menghasilkan Pakta Iklim Glasgow, namun belum memuaskan banyak pihak. Komunitas Peduli Krisis Iklim menilai usaha untuk menyelamatkan bumi dari krisis iklim perlu melibatkan banyak pihak agar kerja menyelamatkan bumi lebih konkret, bisa dipertanggungjawabkan dan diimplementasikan.

Komunitas Peduli Krisis Iklim adalah kelompok masyarakat sipil yang peduli terhadap penanggulangan ancaman krisis iklim. Komunitas ini bertujuan mendorong pemerintah untuk melahirkan kebijakan yang berpihak pada kelestarian lingkungan dan akses masyarakat yang berkelanjutan terhadap hak-hak atas lingkungan.

Poin-poin penting dari Pakta Iklim Glasgow, antara lain mengakui bahwa komitmen yang dibuat oleh negara-negara selama ini untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang memanaskan planet tidak cukup mencegah pemanasan planet melebihi 1,5 derajat Celcius di atas suhu era praindustri. Kedua, secara eksplisit menyatakan pengurangan penggunaan energi fosil, utamanya batu bara. Ketiga, penegasan akan perlunya komitmen pendanaan dari negara-negara maju bagi negara-negara berkembang untuk adaptasi iklim.

Namun, untuk bisa keluar dari krisis iklim dan mencegah dampak yang lebih besar di masa depan, hasil COP26 ini memang masih jauh dari harapan dan dinilai masih mengecewakan. Menurut Dewi Rizki, Program Director For Sustainable Governance Strategic KEMITRAAN, COP26 memang memiliki target yang ambisius untuk mencegah pemanasan global tak melebihi 1,5 derajat Celcius, tapi implementasinya perlu selaras dengan target yang dicanangkan.

Dewi mengatakan Indonesia perlu berpegang teguh pada nationally determined contribution (NDC), untuk mengurangi mengurangi emisi karbon dan membangun ketahanan iklim. “Agar komitmen menjaga suhu bumi benar-benar bisa diimplementasikan,” ujarnya dalam keterangannya, Jumat, 19 November 2021. NDC adalah dokumen komitmen sebuah negara atas Persetujuan Paris yang disepakati dalam konferensi iklim pada 2015 untuk mengurangi emisi karbon dan membangun ketahanan iklim.

Untuk mencapai NDC, pemerintah perlu membuka ruang partisipasi banyak pihak di banyak sektor. Dalam COP26 ditekankan kolaborasi untuk menyiapkan negara yang terdampak untuk melindungi ekosistem. Peran non-party stakeholders (NPS), seperti masyarakat sipil, pemerintah daerah, masyarakat adat, swasta, harus dibuka. Agar apa yang direncanakan dalam NDC bisa berjalan. “Kuncinya semua sektor harus dilibatkan, utamanya sektor energi,” kata Dewi. 

Salah satu pencapaian NDC adalah dengan pengurangan penggunaan batu bara. Pakta iklim Glasgow gagal menghentikan penggunaan batubara secara penuh. Batu bara selama ini adalah penyebab karbon yang memicu pemanasan global. Pada menit-menit akhir penandatanganan draf kesepakatan, India dan Cina melobi untuk melemahkan penghentian secara penuh itu. Kedua negara itu bersikeras menghapus kata "menghentikan" penggunaan batubara dan menggantinya dengan kata "mengurangi" secara bertahap.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masalah bantuan dana dari negara-negara maju juga berpengaruh bagi Indonesia. Pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, secara akumulatif Indonesia butuh dana sebesar Rp 3.779,63 triliun untuk mencapai target net zero emission pada 2030. Dari biaya adaptasi iklim sebanyak Rp 3.779,63 triliun itu, pos paling besar adalah sektor transportasi dan energi. Porsinya sebesar 92 persen atau sekitar Rp3.500 triliun.

Menurut Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) sektor energi masih tergantung pada batu bara. Ketergantungan ini ada di dua sisi, penambangan dan pemanfaatannya.

Berdasar data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tahun lalu produksi batu bara melebihi target. Tahun 2020, target produksi batubara mencapai 550 juta ton. Namun produksinya mencapai 561 juta ton, atau 102 persen dari target. Hal ini menunjukkan, dari sisi pembangunan Indonesia masih suka mengeruk batu bara secara berlebihan.

Batu bara masih menjadi sumber energi listrik utama. Menurut Kementerian Energi, 80 persen energi listrik masih bergantung pada batu bara. Porsi ketergantungan pada batu bara ini jelas perlu dikurangi. Fabby menjelaskan, batu bara kontribusi 40 persen pada emisi global. Indonesia memiliki kemajuan dengan rencana akan mempensiunkan dini beberapa PLTU (pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang memakai batu bara. “Indonesia perlu melakukan transisi energi dari energi kotor ke energi hijau,” kata Fabby.

Baca:
COP26 Gagal Sepakati Pendanaan Kerusakan Akibat Iklim, Negara Berkembang Kecewa

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Peringatan Dampak Badai Matahari dan Non-Aktifkan Centang Biru Pesan WA di Top 3 Tekno

2 hari lalu

Awas Serangan Badai Matahari
Peringatan Dampak Badai Matahari dan Non-Aktifkan Centang Biru Pesan WA di Top 3 Tekno

Dua artikel tips untuk pengguna WhatsApp mengikuti berita peringatan dampak badai matahari dari NOAA di Top 3 Tekno berita terkini.


NOAA Peringatkan Dampak Badai Matahari yang Menghantam Bumi

3 hari lalu

Badai matahari dikabarkan akan menghantam bumi pada akhir tahun 2023? Kenali apa itu badai matahari di artikel ini. Foto: Canva
NOAA Peringatkan Dampak Badai Matahari yang Menghantam Bumi

Badai matahari berpotensi berdampak signifikan pada infrastruktur penting, seperti komunikasi, jaringan listrik, dan layanan GPS.


Australia dan BNPB Memperluas Kerja Sama dalam Manajemen Risiko Bencana

6 hari lalu

Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Gita Kamath,  kanan, dan Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Rustian, kiri, pada 9 Oktober 2024, menandatangani pembaruan Subsidiary Arrangement untuk Program SIAP SIAGA hingga tahun 2027. sumber: dokumen Kedutaan Besar Australia
Australia dan BNPB Memperluas Kerja Sama dalam Manajemen Risiko Bencana

BNPB dan Australia menandatangani pembaruan Subsidiary Arrangement untuk Program SIAP SIAGA hingga 2027.


Indonesia Memperkuat Kemitraan Ekonomi dengan Asia Selatan dan Asia Tengah

8 hari lalu

Wakil Menteri Luar Negeri Pahala Nugraha Mansury membuka Indonesia-South and Central Asia atau INASCA Bussiness Forum di Four Seasons, Jakarta Selatan pada Senin, 7 Oktober 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
Indonesia Memperkuat Kemitraan Ekonomi dengan Asia Selatan dan Asia Tengah

INASCA Business Forum adalah forum memperkuat kemitraan ekonomi antara Indonesia dengan negara-negara di Asia Selatan dan Asia Tengah.


Gletser Tebal Ditemukan di Qinghai-Xizang Cina, Mengenali Lapisan Es Besar Ini

11 hari lalu

Gletser Perito Moreno. Wikipedia/Martin St-Amant
Gletser Tebal Ditemukan di Qinghai-Xizang Cina, Mengenali Lapisan Es Besar Ini

Tim peneliti dari Akademi Ilmu Pengetahuan Cina mengidentifikasi gletser paling tebal di Qinghai-Xizang. Apa itu gletser?


Astronom Temukan Calon Bumi 8 Miliar Tahun Mendatang

13 hari lalu

Ilustrasi Bumi dan bulan yang mengorbit bintang kerdil putih. (Kredit: Giuseppe Parisi/Livescience)
Astronom Temukan Calon Bumi 8 Miliar Tahun Mendatang

Sistem planet yang jauh ini pertama kali diamati oleh para astronom pada tahun 2020.


Asteroid 2024 PT5 Diidentifikasi Akan Mengorbit Bersama Bumi dalam Dua Bulan

18 hari lalu

Rotasi bumi
Asteroid 2024 PT5 Diidentifikasi Akan Mengorbit Bersama Bumi dalam Dua Bulan

Kalangan astronom tengah mengamati asteroid 2024 PT5 berukuran 11 meter yang akan terkena tarikan gravitasi bumi.


5 Perbedaan Franchise dan Kemitraan

20 hari lalu

Suasana pameran Franchise & License Expo Indonesia (FLEI)
5 Perbedaan Franchise dan Kemitraan

Franchise dan kemitraan memiliki karakteristik, struktur, dan tujuan yang berbeda.


Bulog Dorong Adanya Inovasi Ketahanan Pangan Menghadapi Dampak Krisis Iklim

26 hari lalu

Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum Bulog Sonya Mamoriska saat membuka Indonesia International Rice Conference (IIRC) 2024. Acara ini berlangsung pada 19-21 September 2024 di International Convention Center - The Westin Nusa Dua, Bali. Tempo/Adil Al Hasan
Bulog Dorong Adanya Inovasi Ketahanan Pangan Menghadapi Dampak Krisis Iklim

Bulog menyatakan, krisis iklim mempengaruhi produksi beras dan mengancam ketahanan pangan. Perlu mencari inovasi untuk mengatasinya.


Konsumsi Energinya Tinggi, Pakar Memperingatkan Penggunaan AI Bisa Mempercepat Krisis Iklim

29 hari lalu

Ilustrasi kecerdasan buatan atau AI. Dok. Shutterstock
Konsumsi Energinya Tinggi, Pakar Memperingatkan Penggunaan AI Bisa Mempercepat Krisis Iklim

Pakar memperingatkan bahwa AI bisa memerparah krisis iklim karena konsumsi energinya yang tinggi.