TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Tonang Dwi Ardyanto, memprediksi bahwa akhir tahun dan awal tahun depan akan ada lonjakan kasus infeksi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Menurutnya, itu adalah hal yang alamiah, karena ada gelombang siklus imunitas terhadap virus.
Selain itu, Tonang melanjutkan, ada juga peluang munculnya varian baru virus. “Selection pressure, setelah beberapa lama kasus rendah, ada risiko virus yang berhasil lolos dan menjadi varian baru. Jadi memang alamiah akan ada lonjakan. Hanya tidak tinggi,” ujar dia dalam grup WhatsApp Liputan Covid-19, Senin, 22 November 2021.
Dokter spesialis patologi klinis itu juga menerangkan mengapa lonjakan yang terjadi tidak tinggi, salah satunya karena prevalensi antibodi sudah relatif tinggi, baik dari infeksi alami maupun vaksinasi. Menurut dia, kondisi itu mempersempit peluang gerak virus, sekaligus mempersempit ruang bermutasi.
“Prevalensi dari infeksi alami, tidak mudah diukur secara akurat, tapi bisa diprediksi bervariasi antartempat, sedang dari cakupan vaksinasi, lebih mudah dihitung secara lebih akurat,” katanya.
Selain itu, kedua prevalensi antibodi itu juga ada area yang bercampur, karena sebagian dari yang pernah terinfeksi, sudah mendapat vaksinasi, dan pemberian vaksinasi terhadap penyintas Covid-19.
Dia menambahkan, biasanya angka cakupan vaksinasi 40 persen sebagai ambang psikologis, dengan estimasi proporsi orang dengan antibodi dari infeksi alami tapi belum mendapatkan vaksinasi sekitar 10-20 persen populasi. Dengan modal itu, kasus mulai bisa dikontrol. Selanjutnya ketika cakupan makin tinggi, kontrol makin kuat, sampai akhirnya pandemi bisa dikendalikan.
“Tapi belum tentu, dan sangat mungkin tidak bisa sampai benar-benar nol kasus. Tapi sudah sedemikian rendah, sehingga sistem pelayanan kesehatan kita mampu mengatasinya,” tutur Tonang.
Saat ini, terhadap populasi, 32,62 persen di antaranya sudah mendapatkan dua dosis vaksin Covid-19. Sebanyak 16,64 persen lainnya sudah mendapatkan satu dosis. Target sebenarnya pemerintah di akhir 2021 ini adalah 62 persen dari sasaran atau 47,48 persen dari populasi sudah tervaksinasi dua dosis.
Melihat capaian per hari ini, Tonang berharap bisa mencapai minimal 40 persen dosis lengkap di akhir 2021 ini. “Realistis, sulit kita mencapai 47,48 persen di akhir 2021. Modal minimal 40 persen di akhir tahun tersebut sangat berharga untuk menghadapi risiko lonjakan di awal 2022 setelah periode libur Natal dan Tahun Baru,” kata dia.
Selain itu, masih relatif banyak juga yang belum memiliki antibodi terhadap Covid-19, artinya ruang gerak virus masih ada, sehingga harus dipersempit dengan melakukan protokol kesehatan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas).
“Jangan sampai virus mendapatkan ruang nyaman untuk bermutasi. Dengan demikian, risiko munculnya varian baru yang signifikan dapat kita kurangi,” ujar Tonang.
Namun, ada hal yang perlu dikhawatirkan. Meskipun saat ini angka positif sudah di bawah satu persen, jumlah tes belum benar-benar menggambarkan kondisi kasus di Indonesia. Hal ini, menurutnya, sudah sering dibahas dan tidak perlu diperdebatkan lagi. “Kenyataannya memang demikian.”
Yang lebih penting sekarang adalah protokol kesehatan dan vaksinasi. “Insyaallah gelombang selanjutnya tidak setinggi gelombang-gelombang sebelumnya, begitu juga seterusnya, gelombang akan makin rendah,” tutur Tonang.
Baca:
Kebijakan PPKM Level 3 Libur Nataru, Mantan Direktur WHO Usul 5 Hal
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.