TEMPO.CO, Jakarta - Seorang dokter penyakit menular dari Afrika Selatan, Angelique Coetzee, menjelaskan bahwa Covid-19 varian Omicron memiliki jumlah mutasi yang tinggi. Meski begitu, dia mengungkapkan, beberapa kasus infeksinya disebutkan bergejala sangat ringan.
Sebelumnya, jumlah mutasi melampaui varian Delta mengembuskan kekhawatiran varian SARS-CoV-2 yang baru ditemukan di Botswana dan Afrika Selatan itu bakal lebih agresif. Juga kemungkinannya akan bisa mengatasi kekebalan tubuh yang dibawa infeksi alami maupun vaksinasi.
Coetzee mengaku, dirinya maupun koleganya yang lain belum menerima pasien yang membutuhkan rawat inap karena infeksi virus corona berlabel B.1.1.592 itu. "Hanya ada pasien yang mengalami kelelahan ekstrem, tapi tidak kehilangan rasa atau penciuman, yang sering menjadi salah satu gejala Covid-19," katanya, Senin 29 November 2021.
Laporan awal itu melegakan para ahli epidemiologi dan pakar lainnya. Namun, mereka tetap memperingatkan bahwa data yang ada masih terlalu sedikit untuk menarik kesimpulan apapun. Kekhawatiran yang lebih besar adalah seberapa cepat Omicron, dengan jumlah mutasi yang tinggi tersebut, dapat menyebar dan bagaimana kemungkinan itu dapat diatasi dengan vaksin.
Seorang dokter penyakit menular dari Johns Hopkins Center for Health Security, Amesh Adalja, menyatakan masih buta tentang varian Omicron. Sama seperti yang lain, dia menyatakan, "Yang lebih kami khawatirkan adalah kemampuan menular dan kemampuan menghindari kekebalan."
Adalja menduga vaksinasi masih akan memberikan perlindungan yang kuat terhadap gejala Covid-19 yang parah. Sementara orang yang tidak divaksinasi yang memiliki kekebalan alami dari infeksi Covid-19 berisiko lebih tinggi untuk re-infeksi.
“Mungkin infeksi ulang menjadi lebih umum dengan ini, tapi mungkin tidak mungkin Anda melihat infeksi yang parah menjadi umum pada orang sehat,” katanya lagi meyakinkan.
Stephen Morse, profesor epidemiologi dari Columbia University, Mailman School of Public Health, juga menyatakan melihat varian Omicron tidak hanya dari jumlah mutasinya, tapi di mana virus itu ditemukan atau berada. Beberapa peneliti memang menyebutkan bahwa mutasi varian virus dapat membuatnya lebih menular. Dan di Afrika Selatan, infeksi baru meningkat tiga kali lipat dalam seminggu terakhir.
Tetapi, Morse menambahkan, hanya sekitar 35 persen orang dewasa di Afrika Selatan yang sudah divaksinasi lengkap. "Bandingkan dengan 70,9 persen orang dewasa di Amerika Serikat," kata dia.
Menurut Direktur bioinformatika dari Pusat Genomik Patogen dan Evolusi Mikroba di Harvey Institute for Global Health, Ramon Lorenzo-Redondo, kemampuan varian Omicron menyebar sama cepat di negara-negara dengan tingkat vaksinasi tinggi harus diteliti lebih lanjut. Bahkan, kata dia, bisa saja penularan tidak terjadi di negara lain.
“Masih terlalu dini untuk mengetahui apakah varian ini akan menyebar. Mungkin faktor lain, seperti vaksinasi yang lebih tinggi, akan menghentikan ini,” tutur Lorenzo-Redondo yang juga seorang peneliti dan profesor kedokteran bidang penyakit menular di Northwestern University Feinberg School of Medicine itu.
Sejauh ini, varian Omicron telah terdeteksi di Inggris, Belanda, Hong Kong, Belgia dan sejumlah negara selain Afrika Selatan. Meskipun belum ditemukan di Amerika Serikat, pakar penyakit menular terkemuka di negara itu, Anthony Fauci, mengatakan pada akhir pekan lalu bahwa dia tidak akan terkejut jika sudah menemukan yang sebaliknya.
Terlepas dari berbagai informasi yang masih belum jelas, asisten profesor epidemiologi dan biostatistik di Arnold School of Public Health, University of South Carolina, Melissa Nolan, meminta masyarakat jangan panik. Menurutnya, munculnya Covid-19 varia Omicron merupakan hal normal yang memang dilakukan virus, yaitu bermutasi.
“Ini tidak akan menjadi varian terakhir yang masuk dalam Variant of Concern. Akan ada lebih banyak selama kita masih memiliki orang yang tidak divaksinasi, rentan terhadap penyakit,” kata Nolan.
Metode perlindungan yang sama yang telah berhasil selama pandemi, para ahli berujar, harus terus dilakukan, seperti memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilisasi. "Jika Anda sepenuhnya divaksinasi dan dikuatkan, Anda mungkin baik-baik saja,” tutur Nolan.
NBC NEWS | BBC
Baca juga:
Mutasi Bikin SARS-CoV-2 Berbahaya atau Musnah Sendiri, Begini Penjelasannya
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.