TEMPO.CO, Jakarta - Kepala eksekutif Moderna, Stephane Bancel, memperkirakan vaksin yang ada saat ini akan jauh kurang efektif dalam menangani Covid-19 varian Omicron daripada jenis virus corona sebelumnya. Dia juga memperingatkan bahwa akan membutuhkan waktu berbulan-bulan sebelum perusahaan farmasi dapat memproduksi vaksin spesifik varian baru dalam skala besar.
Menurut Bancel, tingginya jumlah mutasi Omicron pada protein spike, yang digunakan virus untuk menginfeksi sel manusia, dan penyebaran varian yang cepat di Afrika Selatan menunjukkan bahwa vaksin saat ini mungkin perlu dimodifikasi tahun depan.
“Tidak ada di dunia, saya pikir, di mana (efektivitas) berada pada level yang sama. Kami sudah memiliki untuk [varian] Delta,” ujar Bancel kepada Financial Times, di kantor pusat perusahaan di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat, Selasa, 30 November 2021.
Bancel dan timnya masih menunggu data mengenai karakter virus dengan kode B.1.1.529 yang pertama kali diidentifikasi di Botswana dan Afrika Selatan itu. Dan beberapa ilmuwan yang dia ajak bicara mengatakan: “Ini tidak akan baik.”
Komentar Bancel muncul ketika pakar kesehatan masyarakat dan politisi mencoba untuk memberikan nada yang lebih optimis tentang kapasitas vaksin yang ada untuk memberikan perlindungan terhadap Omicron.
Sementara, salah satu direktur di Pfizer, Scott Gottlieb, menjelaskan bahwa ada tingkat kepercayaan yang masuk akal mengenai efektivitas vaksin untuk melindungi dari Omicron. “Setidaknya dengan tiga dosis cukup,” kata dia yang juga mantan komisaris di Badan Pengawas Obat dan Makanan, Amerika serikat (FDA).
Sementara, Presiden Amerika Joe Biden mengatakan bahwa Omicron adalah penyebab kekhawatiran, bukan penyebab kepanikan. “Ahli medis pemerintah percaya bahwa vaksin akan terus memberikan tingkat perlindungan terhadap penyakit parah,” tutur dia.
Namun, Bancel mengatakan para ilmuwan khawatir karena 32 dari 50 mutasi pada varian Omicron berada pada protein spike, yang menjadi fokus vaksin saat ini untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia dalam memerangi Covid-19. “Kebanyakan ahli berpikir varian yang sangat bermutasi seperti itu tidak akan muncul selama satu atau dua tahun lagi,” ujar Bancel.
Moderna dan Pfizer telah menjadi pemasok vaksin pilihan bagi sebagian besar negara maju karena efektivitasnya yang tinggi, yang didasarkan pada teknologi messenger RNA (mRNA). Pada Agustus, Moderna mengumumkan bahwa orang yang divaksinasi dengan dua dosis suntikannya bisa mempertahankan antibodi selama enam bulan, termasuk terhadap varian seperti Delta.
Tetapi penelitian menunjukkan bahwa vaksin perusahaan kurang efektif dalam mencegah wabah Delta daripada jenis virus sebelumnya. Sebuah studi Stanford University tentang wabah Delta di penjara California yang diterbitkan bulan lalu menemukan bahwa suntikan Moderna hanya 56,6 persen efektif terhadap infeksi. “Jauh lebih rendah daripada tingkat dalam penelitian yang dilakukan sebelum munculnya varian,” kata para peneliti.
Sekarang, Moderna dan Pfizer sedang mengerjakan vaksin baru untuk menargetkan varian Omicron, yang menurut Organisasi Kesehatan Dunia menimbulkan risiko yang sangat tinggi dan menggolongkannya ke dalam variant of concern (VOC). Bancel mengatakan data yang menunjukkan bagaimana vaksin yang ada bekerja melawan varian Omicron, dan apakah itu menyebabkan penyakit parah, akan tersedia dalam waktu dua minggu.
Tetapi dia menduga akan memakan waktu beberapa bulan sebelum vaksin khusus Omicron dapat diproduksi dalam skala besar. Dia menyarankan mungkin ada kasus untuk memberikan booster yang lebih kuat kepada orang tua atau orang dengan sistem kekebalan yang terganggu untuk sementara.
“Moderna dan Pfizer tidak bisa mendapatkan satu miliar dosis minggu depan. Matematika tidak bekerja. Tapi bisakah kita mengeluarkan miliaran dosis pada musim panas? Tentu,” tutur Bancel yang memperkirakan Moderna dapat menghasilkan total 2 miliar-3 miliar dosis pada tahun 2022.
Namun, dia mengatakan akan berisiko untuk mengalihkan seluruh kapasitas produksi Moderna ke vaksin Omicron pada saat varian lain masih beredar. Bancel juga mengecam para kritikus yang menuduh pembuat vaksin tidak berbuat cukup untuk mendukung peluncuran di negara-negara berkembang seperti Afrika Selatan, di mana hanya seperempat dari populasi yang sepenuhnya diinokulasi.
“Ini sebagian besar merupakan keputusan kebijakan oleh negara-negara kaya. Di Amerika, kami diberitahu bahwa kami tidak punya pilihan selain memberikan 60 persen dari produksi kami kepada pemerintah,” katanya sambil menambahkan itu bukan keputusan Moderna, tapi keputusan pemerintah.
FINANCIAL TIMES | CNBC
Baca:
Pembelajaran Tatap Muka Januari 2022, IDAI Rilis Rekomendasi Baru
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.