TEMPO.CO, Jakarta - Kasus Covid-19 varian Omicron dilaporkan terdeteksi di Indonesia. Kabar tersebut diumumkan langsung oleh Menteri Kesehatan, Budi Gunawan Sadikin, yang menjelaskan bahwa kasus itu terjadi pada salah seorang petugas kebersihan di pusat karantina Wisma Atlet.
“Temuan ini muncul setelah melakukan proses uji secara khusus pada hasil sampel,” ujar dia dalam konferensi pers hari ini, Kamis, 16 Desember 2021.
Menanggapi laporan tersebut, Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular Universitas Airlangga (Unair) Chairul Anwar Nidom, menjelaskan bahwa temuan itu sebetulnya tidak terlalu mengejutkan. “Karena dalam situasi wabah global, kasus selalu dikaitkan dengan lintas global, mengingat virusnya sama dan kondisi lingkungan yang mirip-mirip,” ujar dia saat dihubungi, Kamis.
Omicron, pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan dan dilaporkan ke Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO pada 24 November. Varian dengan kode B.1.1.529 itu juga digolongkan ke dalam variant of concern (VOC) oleh WHO, dan disebut-sebut penyebarannya lebih cepat daripada varian Delta.
Menurut Nidom yang merupakan Founder dan Ketua Tim Profesor Nidom Foundation (PNF) itu, penyebaran suatu varian tidak hanya ditentukan oleh mobilitas penduduk, tapi juga oleh karakter virus itu sendiri. Jadi, kata dia, jika deteksi dan identifikasi yang dilakukan di Indonesia sesensitif di negara-negara lain, bisa jadi ada varian-varian baru lain juga.
Namun, Nidom meminta agar masyarakat tidak perlu panik mendengar kabar kasus pertama varian Omicron di Indonesia. Karena, tingkat keparahan dari SARS-CoV-2 itu masih terkait dengan komorbid yang ada pada masyarakat. Oleh karena itu dia meminta justru komorbid yang harus diperbaiki, terutama terkait dengan gangguan pembuluh darah.
“Selain itu juga, ada sekitar lebih dari 70 persen masyarakat Indonesia sudah menerima vaksinasi, dan masyarakat sudah mulai terbiasa dengan melakukan protokol kesehatan,” tutur Nidom.
Nidom yang merupakan profesor di Fakultas Kedokteran Hewan Unair itu menyarankan agar protokol kesehatan seperti penggunaan masker terstandar—teruji menangkal virus—harus lebih diintensifkan. Selain itu dia juga meminta agar dilakukannya uji proteksi antibodi terhadap berbagai varian Covid-19 ada.
“Artinya seseorang yang sudah vaksinasi sebaiknya tahu antibodi yang ada di dalam dirinya mampu memproteksi terhadap varian apa saja, terutama varian Delta, sehingga bisa mengetahui persis kemampuan dirinya terhadap serangan varian tersebut," ujar Nidom.
Baca:
Ahli Sebut Antibodi Vaksin Sinovac Tak Cukup Melawan Omicron
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.