TEMPO.CO, Jakarta - Survei selama satu dekade di Sulawesi mendapati sebanyak 14 spesies baru celurut dari sekujur pulau itu. Celurut (family Soricidae: Crocidura) adalah tikus kecil namun bukan hewan pengerat, melainkan pemakan serangga.
Kelompok mamalia kecil ini dikenal sangat beragam dan dapat ditemukan di hampir semua tempat di dunia ini. Tapi, meski hewan ini tersebar luas, belum banyak yang telah mendokumentasikannya yang ada di daerah pegunungan tropis.
Jacob A. Esselstyn dari Departemen Ilmu Biologi, Louisiana State University, Amerika Serikat dan sejumlah koleganya merintis melakukan itu di Sulawesi. Mereka menyebar lubang perangkap di banyak titik lokasi di pulau itu pada 2010. Termasuk sebaran perangkapnya adalah belasan gunung di berbagai ketinggian.
Setelah sepuluh tahun, mereka berhasil memerangkap dan memeriksa 1.368 ekor celurut. Hasil analisis fisik dan DNA mengungkap temuan 21 spesies yang seluruhnya hanya hidup di Sulawesi. Dari 21 itu, 14 di antaranya tak dikenali sebelumnya.
Temuan itu membuat Sulawesi rumah dari celurut dengan jumlah jenis yang tiga kali lebih banyak daripada pulau lain di dunia--sejauh ini. “Dugaannya, Pulau Sulawesi memang memiliki biodiversitas tinggi, atau bisa juga jenis-jenis tikus di pulau lain yang belum terdokumentasi,” kata Esselstyn yang mempublikasikan hasil studi tersebut di Bulletin of the American Museum of Natural History pada 15 Desember 2021.
Dia dan timnya menduga kondisi geografis Sulawesi menjadi alasan di balik keragaman celurut yang ditemukan. Pulau Sulawesi dinilai unik dengan empat semenanjung yang dimiliki membentuk huruf K dan juga memiliki cukup banyak gunung. Sebanyak enam gunung di antaranya menjulang sampai ketinggian di atas 3.000 meter.
Semenanjung-semenanjung mungkin mendorong isolasi di antara populasi-populasi yang ada, dan pegunungan tingginya menciptakan perbedaan iklim yang kuat yang bisa menuntun kepada perbedaan besar vegetasinya. “Sangat mungkin celurut-celurut terdiversifikasi mengikuti geografi itu, meski pemikiran ini belum diuji,” kata Esselstyn.
Dia juga menambahkan kemungkinan masih banyak jenis celurut lain yang ada di Sulawesi yang belum teridentifikasi. Dari jenis-jenis yang sudah dikumpulkan, Esselstyn mengatakan, mereka berasal hingga daerah dengan ketinggian 2700 meter. Tak akan mengejutkan, menurutnya, jika ada yang ditemukan hidup di dataran yang lebih tinggi lagi.
“Kami berharap temuan ini mendorong lebih banyak banyak penelitian dan pendanaan untuk mempelajari biodiversitas di daerah pegunungan,” kata anggota tim peneliti, Heru Handika, juga dari Louisiana State University.
Heru mencemaskan percepatan deforestasi di pegunungan karena pertumbuhan ekonomi dan penduduk di Indonesia. Jika itu terjadi, dia mengatakan, banyak spesiesnya yang akan hilang sebelum disadari bahwa mereka pernah ada.
Penelitian atau survei celurut selama satu dekade itu melibatkan pula peneliti dari Museum Zoologicum Bogoriense di Bogor; Siena College di Loudonville, New York; dan Museums Victoria di Melbourne, Australia.
NEW SCIENTIST, BIOONE
Baca juga:
Terungkap, Modus Pencurian Modem Wifi oleh Teknisi Gadungan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.