TEMPO.CO, Jakarta - Pakar dari Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Danny Hilman Natawidjaja, membeberkan data gempa bumi di Indonesia dalam lima tahun terakhir. “Saya memakai data gempa yang diambil dari dari USGS, yang saya plot,” ujar dia dalam acara Prof Talk bertajuk ‘Refleksi Akhir Tahun: Membaca Secara Ilmiah Kebencanaan 2021 di Indonesia’ pada Senin, 27 Desember 2021.
Mulai dari 2017, Profesor Riset di bidang Geologi Gempa dan Kebencanaan itu melanjutkan, gempa dengan kekuatan magnitudo 4 kurang lebih berjumlah 2.303 kejadian; magnitudo 6 ada 19; dan lebih dari magnitudo 6,5 hanya ada delapan. Dan gempa besar yang terjadi tidak terlalu berdampak dan menimbulkan risiko. “Jadi sebenarnya gempa dengan magnitudo besar itu hanya terjadi sedikit setiap tahunnya,” katanya.
Sementara pada 2018, gempa dengan magnitudo 4 terjadi sebanyak 3.030 kejadian; magnitudo 6 sebanyak 28; dan dengan kekuatan lebih dari magnitudo 6,5 ada tujuh. Tahun itu, ada beberapa gempa besar yang terjadi dan merusak, seperti di Lombok, Nusa Tenggara Barat dan Palu, Sulawesi Tengah, dengan kejadian ikutan pergeseran tanah (likuifaksi) dan tsunami, serta tsunami yang disebabkan erupsi Gunung Anak Krakatau.
Sedangkan pada 2019, Danny menambahkan, gempa dengan kekuatan magnitudo 4 terjadi sebanyak 3.337; kekuatan magnitudo 6 ada 30; dan magnitudo 6,5 ada 12 gempa. Gempa besar yang terjadi di antaranya terjadi di Banten; Ambon dan Halmahera, Maluku.
Pada 2020 gempa besar terjadi di Talaud, Sulawesi Utara; Bengkulu; dan Pangandaran. “Totalnya pada 2020 terjadi gempa dengan kekuatan magnitudo 4 ada sebanyak 2.642; magnitudo 6 ada 30; dan kekuatan lebih dari magnitudo 6,5 ada enam,” tutur Danny.
Pada 2021, pakar geologi lulusan California Institute of Technology, Amerika Serikat, itu melanjutkan, untuk kekuatan magnitudo 4 terjadi sebanyak 2.840 gempa; magnitudo 6 ada 18 gempa; dan lebih dari magnitudo 6,5 ada empat. Yang paling besar terjadi di utara Flores, tapi di tengah laut sehingga efeknya tidak begitu merusak.
“Tahun ini yang merusak adalah dari letusan Gunung Sinabung dan Semeru,” kata peraih Sarwono Prawirohardjo Award Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)—sebelum berbaur dengan BRIN—pada 2005.
Jadi, Danny berujar, selama lima tahun ke belakang, rata-rata untuk gempa kekuatan magnitudo 4 terjadi sekitar 2.000-2.500 kali. Sementara rata-rata untuk gempa besar dalam satu tahun terjadi sebanyak lima kali, hanya saja tahun ini terjadi empat kali saja, "jadi selama lima tahun gempa besar terjadi sebanyak 25-an kali."
Peta seismisitas gempa bumi selama Maret 2020. Jumlah kejadiannya lebih besar daripada Februari 2020 tapi yang tergolong kuat lebih sedikit. (ANTARA/HO-BMKG)
Berdasarkan data, tercatat juga bahwa gempa dengan kekuatan di atas magnitudo 6,5 itu paling banyak terjadi di wilayah Indonesia Timur daripada Barat. Menurut Danny, hal itu sejalan dengan kecepatan pergerakan relatif Lempeng Pasifik 12 cm per tahun yang ada di Timur, sementara di Barat Lempeng India-Australian bergerak 7 cm per tahun, hampir dua kali lebih lambat.
Namun, di Timur untuk saat ini karena infrastruktur yang tidak terlalu banyak dan populasi sedikit, maka efek risikonya juga masih kecil. “Tapi, sejalan dengan perkembangan di tahun mendatang, efek merusaknya bisa semakin tinggi, jadi kalau tidak ada tindakan mitigasi gempa sudah dipastikan ke depan akan memakan banyak korban,” kata Danny.
Baca juga:
BMKG Pasang 22 Seismograf Digital Antisipasi Tsunami Aceh Terulang
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.