TEMPO.CO, Makassar - Masih ingat pesawat dari Pinrang, Sulawesi Selatan, buatan pemuda bernama Haerul? Video pesawat ultraringan yang memanfaatkan barang bekas dan mesin motor dua tak itu viral pada Januari 2020. Pesawat mampu terbang di atas pantai namun dinilai sangat membahayakan Haerul.
Saat ini, pesawat itu berada di Kampus Universitas Hasanuddin, Fakultas Teknik. Haerul pun tak sendiri lagi karena ada Tim Pendamping Pesawat Haerul Universitas Hasanuddin menemaninya mengembangkan pesawat rakitannya itu.
Pengembangan diklaim sudah memasuki tahap uji coba. Tim tinggal menambahkan beberapa item yang diperlukan untuk kemudian dilakukan uji coba secara menyeluruh. Mulai dari sistem kontrol, uji coba terbang hingga daya dorong.
"Karena pesawat ini awalnya dari Pinrang, maka kita akan kembalikan lagi ke daerah asalnya," ujar Ketua Tim Pendamping Pesawat Haerul Fakultas Teknik Unhas, Nasaruddin Salam, saat menerima kunjungan Rektor Dwia Aries Tina Pulubuhu yang meninjau langsung kondisi pesawat itu di Gowa, Kamis 30 Desember 2021.
Nasaruddin menjelaskan kajian desain pesawat ultraringan Haerul telah dimulai sejak Agustus 2020. Desain ultralight model sport dipilih dengan menggabungkan beberapa disiplin ilmu. Tantangan terbesar yang dihadapi, menurut Nasaruddin, pada kelengkapan komponen mesin yakni engine dan black box.
"Kami langsung didatangkan dari Amerika. Namun, secara menyeluruh komponen lainnya merupakan buatan langsung dari Unhas," kata dia sambil menambahkan seluruh pembiayaan berasal dari kampus dengan masa pengerjaan hingga selesai kurang lebih satu tahun.
Haerul menjadi viral di seluruh Indonesia menyusul keberhasilan menerbangkan pesawat rakitan sendiri. Pesawat tersebut dibuat secara otodidak. Walaupun secara faktual dapat terbang, belum memiliki standarisasi keamanan dan kelayakan.
Untuk mendukung inovasi Haerul, Fakultas Teknik (FT) Universitas Hasanuddin kemudian berkolaborasi mengembangkan desain dan standarisasi pesawat rakitannya. Saat itni, Nasaruddin menyebutkan, pesawat Haerul memiliki maksimal kecepatan terbang hingga 160 kilometer per jam dengan jarak tempuh 482,7 kilometer.
Pesawat yang memuat dua penumpang tersebut mampu menerima beban hingga 596 kilogram. Ketinggian jelajah 1.524 meter.
Proyek pengerjaan pesawat ultralight ini merupakan pertama kali bagi tim di Universitas Hasanuddin dalam pembuatan pesawat. Namun, Nasaruddin menegaskan, secara teori sudah lama diajarkan, termasuk uji model sudah sering kali dilakukan di laboratorium, seperti gaya angkat dan gaya hambat pada pesawat.
Selama pengerjaan pesawat, Tim Pendamping Pesawat Haerul diawasi oleh Federasi Aero Sport Indonesia (FASI). Hal ini dimaksudkan untuk memastikan aspek kelayakan dan keamanan pesawat saat beroperasi.
Pemanfaatan pesawat diproyeksikan sesuai kebutuhan, antara lain membantu dalam bidang pertanian seperti penyemprotan hama. Lebih dari itu, diharap semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Universitas Hasanuddin. "Dan tentunya akan menjadi jalan untuk melahirkan inovasi lainnya."
Baca juga:
BPPTKG Jawab Rumor Keruntuhan Mendadak Kubah Lava Merapi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.