TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ancaman Kesehatan Biologis dan Strategi Vaksin di Badan Pengawas Obat Eropa (EMA), Marco Cavaleri, merasa ada yang tak beres dengan kebijakan vaksin booster yang kini diambil banyak negara, termasuk Indonesia. Vaksin booster adalah pemberian dosis lanjutan, menambahkan kepada dosis lengkap yang sudah diterima dari vaksinasi Covid-19 sebelumnya, dengan alasan kadar antibodi yang sudah menurun sementara perulangan kasus infeksi masih mungkin terjadi.
Menurut Cavaleri, perulangan penyuntikan dosis vaksin Covid-19 sebagai vaksin booster bukanlah strategi yang tepat untuk penanganan wabah yang berkelanjutan. Dosis lanjutan mungkin dibutuhkan untuk mereka penderita immunosuppressed atau penyakit parah yang rentan lainnya. Tapi, dia memperingatkan, “Kita tidak bisa terus menerus memberikan dosis penguat setiap tiga atau empat bulan.”
Menurut Cavaleri pula, sejalan dengan ledakan kasus baru Covid-9 varian Omicron di dunia, status wabah penyakit ini sebenarnya sedang bergeser dari pandemi ke endemi. Fase endemi adalah masa infeksi penyakit yang stabil dan bisa diprediksi. Ini karena gejala infeksi Omicron sejauh ini dikenali tak berat, sekalipun daya penyebarannya yang tinggi. “Apa yang penting dan apa yang sedang kami amati sekarang adalah bahwa kita bergerak menuju virus yang menjadi lebih endemik,” katanya.
Tetap saja, peringatan dari Cavaleri tak mencegah BioNTech/Pfizer mengumumkan rencana memproduksi vaksin Covid-19 baru. Vaksin yang lebih spesifik menarget SARS-CoV-2 varian Omicron itu dinyatakan memulai uji klinis pada akhir bulan ini. “Karena kita tidak tahu berapa besar imunitas dari infeksi Omicron ini,” kata Ugur Sahin, bos BioNTech, menuturkan alasannya.
Persiapan produksi skala komersial dari vaksin itu bahkan sudah dimulai. Kolaborasi perusahaan farmasi Jerman dan Amerika itu menargetkan suplai ke pasar per Maret mendatang, mengikuti izin edar yang akan didapat nanti.
Ditanya apakah vaksin itu tidak terlalu terlambat untuk bisa menolong meredam ledakan kasus baru yang saat ini sudah terjadi, Sahin menjawab, “Karena kebanyakan infeksinya ringan, ini sangat mungkin kalau sebuah infeksi dengan Omicron membutuhkan vaksin booster untuk menjamin proteksi yang tahan lama.”
Dia juga mengungkapkan tiga miliar dosis vaksin Pfizer telah diproduksi sepanjang 2021. Sebanyak 2,6 miliar dosis sudah dikapalkan dan lebih dari semiliar orang di 162 negara di dunia telah disuntikkan vaksin ini. “Jutaan kasus Covid-19 berat atau fatal sepertinya sudah berhasil dihindari,” kata Sahin.
NEW SCIENTIST
Baca juga:
Cara Memilih Vaksin Booster dari 5 Pilihan yang Diizinkan BPOM
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.