TEMPO.CO, Malang - Para dosen dan peneliti hak asasi manusia yang tergabung dalam Serikat Pengajar HAM Indonesia (Sepaham Indonesia) mengeluarkan pendapat hukum tentang sepak terjang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) saat ini. Legal opinion berpijak pada surat yang dikirimkan oleh Komnas HAM RI kepada Presiden Joko Widodo berisi penolakan atas inisiatif BRIN untuk melakukan integrasi dan pengalihan tugas dan fungsi penelitian Komnas HAM ke dalam lembaga baru yang otonom di bawah presiden tersebut.
“Presiden Joko Widodo harus bersikap dan bertindak tegas untuk menghentikan dan membatalkan segala upaya dan langkah-langkah dalam rangka pengalihan fungsi dan kewenangan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi ke dalam BRIN pada lembaga-lembaga negara independen di luar pemerintah,” bunyi bagian awal pendapat hukum tersebut seperti disampaikan Sekretaris Jenderal Sepaham Indonesia, Cekli Setya Pratiwi, dosen Fakultas Hukum di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Selasa 18 Januari 2022.
Sepaham Indonesia menilai, kontroversi muncul ketika BRIN menafsirkan secara keliru ketentuan Pasal 65 Perpres BRIN. Pengaturan terkait pengalihan dan pengintegrasian tugas, fungsi, dan kewenangan unit kerja yang melaksanakan penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di lingkungan kementerian/lembaga ke dalam BRIN diasumsikan juga meliputi lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak berada di bawah kewenangan langsung Pemerintah sebagai badan eksekutif.
Padahal, Sepaham Indonesia berpendapat bahwa Pasal 1 dan Pasal 2 Perpres BRIN sangat jelas menyebutkan kedudukan BRIN di bawah Presiden selaku pelaksana kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu, integrasi dan pengalihan tugas, fungsi, dan kewenangan pada unit kerja yang melaksanakan penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 65 Perpres BRIN ini, seharusnya dibaca hanya terbatas pada sesama lembaga yang secara struktural juga berada di bawah Pemerintah saja.
“Apabila langkah kontroversial BRIN sebagaimana terekam dalam surat Komnas HAM kepada Presiden terus dilaksanakan, maka tindakan BRIN telah jauh melampaui kewenangannya yang tidak bisa dibenarkan secara hukum karena bertentangan dengan aturan-aturan hukum yang berlaku,” ujar Cekli.
Bahkan, alumnus Universitas Ultrecht, Belanda, dan Universitas Brigham Young, Amerika Serikat, itu menambahkan, tindakan kontroversial BRIN bisa dimaknai sebagai intervensi Pemerintah terhadap lembaga negara di luar Pemerintah. Dia menyebutnya bentuk kesewenang-wenangan dan abuse of power yang sangat bertentangan dengan prinsip negara hukum dan demokrasi berdasarkan konstitusi Indonesia.
Selain mengingatkan kedudukan BRIN, Sepaham Indonesia juga menyinggung kedudukan Komnas HAM sebagai lembaga negara yang mandiri dan independen. Seperti diatur oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM disebutkan mempunyai kewenangan sendiri, bukan bagian atau tidak berada di bawah Pemerintah.