Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Komet Raksasa Berukuran 137 Kilometer Melewati Tata Surya

Reporter

Editor

Erwin Prima

image-gnews
Sebuah komet C/2020 atau
Sebuah komet C/2020 atau "Neowise" yang terlihat di langit di kawasan Mies, Swiss, 19 Juli 2020. REUTERS/Denis Balibouse
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Pada tahun 2021, para astronom mengidentifikasi komet raksasa meluncur melalui lingkungan kosmik kita. Untungnya, komet itu tidak akan lewat dalam satu miliar mil dari Bumi. Dinamakan Komet Bernardinelli-Bernstein, itu mungkin komet terbesar yang pernah terdeteksi, kemungkinan sekitar 10 kali lebih besar dari objek selebar 6 mil (sekitar 10 kilometer) yang menghantam Bumi dan memicu kepunahan dinosaurus.

Kini, penelitian baru mengukur ukuran komet itu dengan lebih akurat. Komet itu bahkan lebih besar dari yang diperkirakan beberapa astronom. Dalam studi baru, yang akan diterbitkan dalam jurnal sains Astronomy & Astrophysics, para ilmuwan memperkirakan lebarnya sekitar 85 mil (sekitar 137 kilometer). Jika berdiri di sebelah Gunung Everest, komet itu akan menjadi sekitar 15 kali lebih tinggi.

"Ini sangat besar," kagum Samantha Lawler, seorang astronom di Universitas Regina yang meneliti benda-benda jauh di tata surya kita, sebagaimana dikutip Mashable, 12 Februari 2022. "Ini adalah komet terbesar yang pernah ditemukan," tambah Lawler yang tidak memiliki peran dalam penelitian baru itu.

Bagaimanapun, Komet Bernardinelli-Bernstein, kata Lawler, baru saja ditemukan. Komet itu secara tidak sadar ditemukan selama survei galaksi di kosmos yang dalam pada tahun 2014. Kemudian, butuh bertahun-tahun dan bantuan komputasi intensif bagi para ilmuwan untuk menyaring banyak pengamatan dan akhirnya mengidentifikasi raksasa yang jauh ini (per Juni 2021, posisinya 1,8 miliar mil dari matahari). "Hal-hal besar ini ada di luar sana," katanya.

Seperti banyak komet lainnya, Bernardinelli-Bernstein berasal dari awan Oort, sebuah bola benda es kuno yang mengelilingi tata surya. Di luar sana, gangguan, seperti objek besar lainnya yang lewat, dapat mengirim bola es besar meluncur ke tata surya kita. Komet Hale-Bopp, pengunjung awan Oort lainnya, memukau para pengamat langit pada tahun 1996 dan 1997.

Yang terpenting, Hale-Bopp lewat 122 juta mil dari Bumi, yang relatif dekat dalam hal kosmik. Bernardinelli-Bernstein, lebih dari dua kali ukuran Hale-Bopp, tidak akan lebih dekat dari orbit Saturnus, sekitar satu miliar mil jauhnya, pada tahun 2031.

Bagaimana para astronom bisa mengukur ukuran objek yang begitu jauh? Hanya dengan melihat kecerahannya (berarti seberapa banyak sinar matahari yang dipantulkan) tidak akan memastikannya, jelas Emmanuel Lellouch, seorang astronom di Observatoire de Paris dan salah satu penulis studi tersebut. Dari Bumi, sebuah objek besar dan gelap bisa memiliki kecerahan yang sama dengan komet kecil tapi berkilau.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jadi para astronom mengukur "fluks termal" komet, yang berarti seberapa banyak panas yang dipancarkan benda itu. Mereka melakukan ini dengan melihat jenis cahaya yang disebut "inframerah." Itu tidak terlihat oleh mata manusia, tetapi kita merasakan cahaya ini ketika matahari menyinari kulit kita. Objek yang lebih besar akan menyerap lebih banyak sinar matahari dan kemudian memancarkan energi ini keluar. Informasi ini, dikombinasikan dengan jarak objek, memberi Lellouch dan timnya perkiraan kualitas ukuran komet. “Ini adalah salah satu cara kita bisa mengetahui seberapa besar sesuatu di luar tata surya tanpa mengirim penyelidik ke sana," kata Lawler.

Di tahun-tahun mendatang, raksasa Bernardinelli-Bernstein akan mengungkapkan karunia tentang tata surya kita. Para ilmuwan tidak berpikir komet pernah melakukan perjalanan dekat matahari, yang berarti panas matahari belum menguap permukaannya dan membentuk ekor ikon debu dan gas (disebut koma). Sebaliknya, komet sudah ada selama ribuan tahun di pinggiran tata surya kita. Ini adalah artefak beku yang berharga secara ilmiah dari awal rumah kosmik kita. Ini sekilas tentang apa yang terjadi di sini, sekitar 4 miliar tahun yang lalu, saat Bumi mulai terbentuk. "Itu dalam penyimpanan beku selama miliaran tahun," kata Lawler.

Saat komet mendekati Matahari selama dekade mendatang, Lellouch mencatat bahwa para astronom akan mengamati debu dan gas di bongkahan es dan batu raksasa kuno yang terawetkan ini. "Komet itu belum pernah sedekat ini dengan Matahari," kata Lawler.

MASHABLE

Baca:
Komet Diameter Hingga 370 Kilometer Sedang Dekati Matahari, Ini Datanya

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Publikasi Ilmiah Senasib Gunung Padang dan SNBP 2024 di Top 3 Tekno Berita Terkini

1 hari lalu

Publikasi hasil penelitian situs Gunung Padang Cianjur yang dicabut dari jurnal ilmiah Wiley Online Library. Istimewa
Publikasi Ilmiah Senasib Gunung Padang dan SNBP 2024 di Top 3 Tekno Berita Terkini

Seperti situs Gunung Padang, ada banyak laporan penelitian yang pernah dicabut dari jurnal ilmiah internasional. Cek asal negaranya yang terbanyak.


Heboh Pencabutan Artikel Gunung Padang, Dua Negara Ini Catat Skor Tertinggi Penarikan Makalah di Jurnal

2 hari lalu

Menhir situs megalitik Gunung Padang yang sudah terlilit akar di Desa Karyamukti, Cianjur, Jawa Barat, 17 September 2014. TEMPO/Prima Mulia
Heboh Pencabutan Artikel Gunung Padang, Dua Negara Ini Catat Skor Tertinggi Penarikan Makalah di Jurnal

Pencabutan artikel Gunung Padang pada 18 Maret 2024 didahului investigasi oleh penerbit bersama pemimpin redaksi jurnal.


Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

2 hari lalu

Wisatawan berkeliling di area teras bawah di situs megalitik Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, 17 September 2014. TEMPO/Prima Mulia
Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

Pencabutan publikasi penelitian Gunung Padang didahului investigasi oleh penerbit bersama pemimpin redaksi jurnal.


Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Kronologi Pencabutan Artikel Arkeologi Situs Gunung Padang, Gerhana Bulan, Gempa Bawean

5 hari lalu

Wisatawan mengunjungi teras bawah situs megalitik Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, 17 September 2014. Saat ini, wisatawan hanya diperkenankan mengunjungi teras punden berundak paling bawah. TEMPO/Prima Mulia
Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Kronologi Pencabutan Artikel Arkeologi Situs Gunung Padang, Gerhana Bulan, Gempa Bawean

Topik tentang kronologi pencabutan artikel arkeologi situs Gunung Padang dari Jurnal Wiley menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.


Penanggalan Karbon dan Kontroversi Situs Gunung Padang

7 hari lalu

Wisatawan mengunjungi teras bawah situs megalitik Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, 17 September 2014. Saat ini, wisatawan hanya diperkenankan mengunjungi teras punden berundak paling bawah. TEMPO/Prima Mulia
Penanggalan Karbon dan Kontroversi Situs Gunung Padang

Penerbit menyebut laporan penelitian situs Gunung Padang yang dibuat Danny Hilman dkk mengandung kekeliruan besar, terkait penanggalan karbon.


Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

12 hari lalu

Ilustrasi kesepian. Shutterstock
Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

Keramaian dan banyak teman di sekitar ak lantas membuat orang bebas dari rasa sepi dan 40 persen orang mengaku tetap kesepian.


Indonesia Dilaporkan Ekspor 1.400 Monyet Hasil Tangkapan Liar ke Amerika pada 2023

18 hari lalu

Monyet ekor panjang (macaca Fascicularis) berinteraksi di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, Minggu, 18 Februari 2024. Berdasarkan Internasional Union for Conservation Nature (IUCN) Monyet ekor panjang mengalami perubahan status dari rentan (vunerable) menjadi terancam punah (endangered) yang diprediksi populasinya akan menurun hingga 40 persen dalam tiga generasi terakhir atau sekitar 42 tahun akibat habitat yang mulai hilang serta perdagangan ilegal. ANTARA/Budi Candra Setya
Indonesia Dilaporkan Ekspor 1.400 Monyet Hasil Tangkapan Liar ke Amerika pada 2023

1.402 monyet ekor panjang yang ditangkap dari alam liar di Indonesia diimpor oleh industri penelitian dan pengujian AS selama tahun 2023.


Peneliti Cina Meriset Antarktika, Mengebor Danau Subglasial Kedalaman 3.600 Meter

26 hari lalu

Cina membangun pusat penelitian Brasil di Antarktika senilai US$ 100 juta. [SOUTH CHINA MORNING POST]
Peneliti Cina Meriset Antarktika, Mengebor Danau Subglasial Kedalaman 3.600 Meter

Kelompok peneliti dari Cina akan mengebor danau subglasial besar di bawah kedalaman es Antarktika


Teliti Teh Hijau Bebas Kafein, Dosen Undip Raih Penghargaan Kemendikbudristek

39 hari lalu

Dosen Program Studi Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI) Vokasi Universitas Dipenegoro Vita Paramita. Dok. Humas Undip
Teliti Teh Hijau Bebas Kafein, Dosen Undip Raih Penghargaan Kemendikbudristek

Hasil penelitian saat ini diimplementasikan di mitra industri teh hijau PPTK Gambung Bandung dan siap diproduksi secara masal.


Hasil Studi: Pengalaman Bullying Bisa Tingatkan Risiko Kesehatan Mental Anak hingga 3 Kali Lipat

40 hari lalu

Ilustrasi Persekusi / Bullying. shutterstock.com
Hasil Studi: Pengalaman Bullying Bisa Tingatkan Risiko Kesehatan Mental Anak hingga 3 Kali Lipat

Sebuah penelitian telah menemukan bahwa anak-anak yang menjadi korban bullying berisiko tiga kali lipat mengalami masalah kesehatan mental.