Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Fenomena Hari tanpa Bayangan Mulai 21 Februari: Penjelasan dan Salah Kaprahnya

image-gnews
Hari tanpa bayangan. ANTARA
Hari tanpa bayangan. ANTARA
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu fenomena astronomi yang terjadi saat kita memasuki Februari adalah Hari tanpa Bayangan. Periodenya akan dimulai 21 Februari hingga 5 April mendatang. Ini adalah periode pertama dari dua kali setiap tahunnya karena Indonesia berada di antara di antara garis balik utara (Tropic of Cancer, 23,4° Lintang Utara) dan garis balik selatan (Tropic of Capricorn, 23,4° Lintang Selatan).

Pada Senin 21 Februari 2022, fenomena ini akan bisa diamati di Rote Ndao dan Sabu Raijua, keduanya di ujung selatan wilayah Indonesia di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hari Tanpa Bayangan akan terjadi, masing-masing, pada pukul 12.01.22 dan 12.06.12 WITA. 

"Karena nilai deklinasi Matahari sama dengan lintas geografis wilayah Indonesia, maka Matahari akan berada tepat di atas kepala kita saat tengah hari," kata Andi Pangerang, peneliti di Pusat Riset Antariksa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dikutip dari lama Edukasi Sains Antariksa. 

Deklinasi adalah sudut apit antara lintasan semu harian Matahari dengan proyeksi ekuator Bumi pada bola langit (disebut juga ekuator langit). "Ketika Matahari berada di atas Indonesia, tidak ada bayangan yang terbentuk oleh benda tegak tidak berongga saat tengah hari, sehingga fenomena ini dapat disebut sebagai Hari tanpa Bayangan," kata Andi lagi.

Fenomena ini akan terus bergeser ke arah utara setiap harinya hingga pada 4 dan 5 April mendatang terjadi di ujung-ujung utara wilayah Indonesia, yakni di Miangas, Sulawesi Utara, tepatnya pukul 11.36.46 WITA dan Sabang, Aceh, pada pukul 12.41.30 WIB. Sebelum deklinasi meninggalkan wilayah Indonesia dan akan kembali lagi dengan arah pergerakan semu sebaliknya mulai September hingga Oktober mendatang sebagai periode kedua Hari tanpa Bayangan di Indonesia. 

Hari tanpa bayangan. ANTARA

Begitu seterusnya terjadi sepanjang tahun. Andi pun mengingatkan kembali bahwa saat terjadi Hari tanpa Bayangan, yang berarti sinar Matahari datang tegak lurus di atas kepala, tidak serta merta mempengaruhi kenaikan suhu udara di daerah yang bersangkutan. Dia menerangkan, ada lebih banyak faktor yang menentukan kenaikan suhu daripada sekadar sudut penyinaran.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Melainkan juga tutupan awan, kadar kelembapan dan jumlah bibit awan hujan," katanya sambil menambahkan jarak Bumi-Matahari aktual juga memberi pengaruh.

Warga menghalau sinar matahari dengan pakaiannya saat melakukan aktivitas di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa 22 Oktober 2019. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Salah kaprah kedua yang biasa menyertai Hari tanpa Bayangan disebutkan Andi adalah menegakkan telur dibantu gaya gravitasi Matahari. Dia menerangkan, gaya pasang surut yang diakibatkan oleh Matahari memang bernilai maksimum pada arah tegak lurus. Tetapi, gaya tersebut hanya akan berpengaruh signifikan pada massa zat cair besar seperti samudera yang memiliki massa 1,35 kuintiliun (juta triliun) ton.

"Hal ini karena besarnya gaya pasang surut dari Matahari terhadap Bumi yang dialami benda bermassa satu kilogram hanya sekitar seperduapuluh juta gaya gravitasi yang dialami benda bermassa sama," kata Andi.

Sedangkan massa sebutir telur, menurut Andi, rata-rata hanya 62,5 gram sudah termasuk cangkangnya. Itupun di dalamnya tak seluruhnya berupa air. Sehingga, gaya pasang surut yang dialami telur tidak akan signifikan. "Menegakkan telur itu bisa dilakukan kapan saja tanpa perlu menunggu Hari tanpa Bayangan sepanjang permukaan memiliki cekungan kecil untuk menopang ujung telur yang bulat," kata dia.

Baca juga:
BRIN Bikin Obat Percepat Penyembuhan Luka dari Selaput Jantung Sapi

 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Benarkah Bumi Akan Alami Kegelapan pada 8 April 2024?

1 jam lalu

Penampakan gerhana bulan sebagian atau Parsial di langit Jakarta, Minggu, 29 Oktober 2023. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) peristiwa gerhana bulan parsial terjadi saat posisi Bulan, Matahari dan Bumi sejajar membuat sebagian piringan bulan masuk ke umbra (bayangan gelap) Bumi sehingga saat puncak gerhana terjadi Bulan akan terlihat gelap sedikit kemerahan di bagian yang terkena umbra Bumi. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S.
Benarkah Bumi Akan Alami Kegelapan pada 8 April 2024?

Ahli Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin mengatakan informasi yang menybut Bumi akan mengalami kegelapan pada 8 April 2024 tidak benar.


Peneliti BRIN: Butuh Jutaan Tahun Supaya Selat Muria Bisa Terbentuk Lagi

18 jam lalu

Foto udara permukiman warga terendam banjir di samping Sungai Wulan yang tanggulnya jebol di permukiman yang terendam banjir di Desa Ketanjung, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin 18 Maret 2024. Banjir yang kembali melanda Kabupaten Demak itu karena curah hujan tinggi yang menyebabkan sejumlah tanggul sungai jebol sehingga mengakibatkan ribuan rumah terendam banjir di 89 desa dari 11 kecamatan, 24.946 jiwa mengungsi, serta terputusnya jalur utama pantura Demak-Kudus. ANTARA FOTO/Aji Styawan
Peneliti BRIN: Butuh Jutaan Tahun Supaya Selat Muria Bisa Terbentuk Lagi

Peneliti BRIN menepis kemungkinan Selat Muria akan terbentuk lagi dalam waktu dekat.


Pengelolaan Hutan Didominasi Negara, Peneliti BRIN Usul Cegah Deforestasi melalui Kearifan Lokal

23 jam lalu

Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto
Pengelolaan Hutan Didominasi Negara, Peneliti BRIN Usul Cegah Deforestasi melalui Kearifan Lokal

Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan seringkali tidak mendapatkan hak akses yang cukup untuk memanfaatkan sumber daya di dalamnya.


BRIN: Satelit LAPAN Bantu Proses Komunikasi Wilayah Terlanda Bencana

1 hari lalu

Satelit rakitan dalam negeri bernama LAPAN A2/LAPAN ORARI yang akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Bogor, Jawa Barat, Kamis, 3 September 2015. Peluncurannya sendiri akan dilakukan di pusat antariksa Satish Dhawan, Sriharikota, India. Nantinya, satelit akan dibawa ke orbit dengan ditumpangkan pada roket India bersama satelit penelitian astronomi milik Organisasi Riset Antariksa India. [TEMPO/Subekti; SB2015090312] KOMUNIKA ONLINE
BRIN: Satelit LAPAN Bantu Proses Komunikasi Wilayah Terlanda Bencana

Satelit LAPAN-A2/LAPAN-ORARI merupakan salah satu hasil riset karya anak bangsa yang dikembangkan oleh BRIN.


Isu Munculnya Selat Muria Mengemuka, BRIN: Perlu Riset Cuaca Ekstrem dan Penurunan Tanah

1 hari lalu

Peta satelit wilayah sebaran banjir di pantai utara Jawa Tengah pada Maret 2024 dari Google Earth Engine yang dihubungkan dengan muncul kembalinya Selat Muria. Istimewa
Isu Munculnya Selat Muria Mengemuka, BRIN: Perlu Riset Cuaca Ekstrem dan Penurunan Tanah

Selat Muria merupakan selat yang pernah ada, yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Muria.


Cegah Kepunahan, BRIN Meriset dan Mengkonservasi Anggrek Dendrobium capra J.J. Smith

1 hari lalu

Kondisi bunga anggrek yang ditanam di atap sebuah rumah di kawasan Matraman, Jakarta, Selasa, 4 Januari 2022. Pemanfaatan atap rumah (rooftop) menjadi solusi untuk bercocok tanam di tengah minimnya lahan terbuka di Jakarta. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Cegah Kepunahan, BRIN Meriset dan Mengkonservasi Anggrek Dendrobium capra J.J. Smith

BRIN meriset dan mengkonservasi anggrek langka Dendrobium capra J.J. Smith yang ditetapkan sebagai spesies dengan status terancam punah.


Mitos La Ode Wuna, Siluman Separuh Ular yang Menjadi Nenek Moyang Migrasi Masyarakat Sulawesi Tenggara ke Maluku

2 hari lalu

Tangkapan gambar presentasi soal Mitos La Ode Wuna millik Dosen Universitas Indonesia (UI), Geger Riyanto (Dok. Beranda BRIN)
Mitos La Ode Wuna, Siluman Separuh Ular yang Menjadi Nenek Moyang Migrasi Masyarakat Sulawesi Tenggara ke Maluku

Dosen UI, melalui BRIN, mengangkat kajian mengenai mitos siluman setengah ular. Erat kaitannya dengan sejarah pergerakan masyarakat Sulawesi Tenggara.


Profesor ITS Kembangkan Cat Pengecoh Radar dari Pasir Erupsi Gunung Semeru

2 hari lalu

Sejumlah kapal perang Republik Indonesia (KRI) yang tergabung dalam Latihan Operasi Amfibi (Latopsfib) TNI Angkatan Laut (AL) 202i  di Dabo Singkep, Kepulauan Riau. TNI AL mengerahkan 33 kapal perang, 16 pesawat udara, 39 material tempur Korps Marinir, dan 4.300 prajurit dalam latihan tersebut. Foto : TNI
Profesor ITS Kembangkan Cat Pengecoh Radar dari Pasir Erupsi Gunung Semeru

Guru besar dari ITS membuat bahan pelapis antiradar untuk alat pertahanan. Terinspirasi dari armada asing yang mampir ke Indonesia tanpa terdeteksi.


Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Buntut Pencabutan Artikel Gunung Padang, Fitur Edit Gambar dan Stiker AI WhatsApp, Suara Kontra Arkeolog Asing

3 hari lalu

Wisatawan berkeliling di area teras bawah di situs megalitik Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, 17 September 2014. TEMPO/Prima Mulia
Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Buntut Pencabutan Artikel Gunung Padang, Fitur Edit Gambar dan Stiker AI WhatsApp, Suara Kontra Arkeolog Asing

Topik tentang pencabutan artikel Gunung Padang bisa mencoreng nama penulis dan reviewer menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.


Cara BRIN Meneliti Jejak Harimau Jawa di Sukabumi, Spesies yang Dikategorikan Punah Selama 40 Tahun

3 hari lalu

Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) beraktivitas di kandangnya di Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) atau Solo Zoo, Solo, Jawa Tengah, Rabu, 3 Juni 2020. Kredit: ANTARA FOTO/Maulana Surya
Cara BRIN Meneliti Jejak Harimau Jawa di Sukabumi, Spesies yang Dikategorikan Punah Selama 40 Tahun

Peneliti BRIN menelisik DNA pada temuan rambut yang diduga milik Harimau Jawa, hewan yang dkategorikan punah sejak puluha tahun lalu.