Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Apa Efek Kenaikan Suhu Bumi Meski Cuma 1,5 Derajat Celsius?

Reporter

Dengan mengenakan kostum beruang kutub Aktivis Greenpeace melakukan aksi damai penyelamatan Arktik di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, (12/05). kampanye ini untuk menyelamatkan Arktik di kutub utara yang sudah mencair karena industri pengeboran minyak. TEMPO/Dasril Roszandi
Dengan mengenakan kostum beruang kutub Aktivis Greenpeace melakukan aksi damai penyelamatan Arktik di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, (12/05). kampanye ini untuk menyelamatkan Arktik di kutub utara yang sudah mencair karena industri pengeboran minyak. TEMPO/Dasril Roszandi
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Bumi sangat rentan terhadap perubahan iklim, bahkan kenaikan suhu 1,5 derajat Celsius saja dapat mempengaruhi banyak hal. Oleh sebab itu, negara dunia mewanti-wanti dalam Perjanjian Paris 2015 silam, dengan menargetkan kenaikan suhu bumi tak lebih dari 1,5 derajat Celsius pada 2100 mendatang.

Melansir dari National Public Radio (NPR), dengan membatasi pemanasan planet hingga 1,5 derajat Celcius, atau 2,7 derajat Fahrenheit, pada 2100, harapannya adalah untuk mencegah gangguan iklim parah yang dapat memperburuk kelaparan, konflik, dan kekeringan di seluruh dunia. Iklim bumi telah berubah sepanjang sejarah. Hanya dalam 650 ribu tahun terakhir, telah terjadi tujuh siklus gerak maju dan mundur glasial. Suhu permukaan rata-rata planet ini telah meningkat sekitar 2 derajat Fahrenheit (1 derajat Celsius) sejak akhir abad ke-19.

Peningkatan suhu permukaan rata-rata global sekitar 2 derajat Fahrenheit atau 1 derajat Celsius yang telah terjadi sejak era pra industri pada 1880 hingga 1900 mungkin tampak kecil. Namun kenaikan suhu tersebut telah menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam akumulasi suhu panas di bumi, seperti dikutip dari climate.gov.

Perubahan ini sebagian besar didorong oleh peningkatan emisi karbon dioksida ke atmosfer dan aktivitas manusia lainnya. Sebagian besar pemanasan terjadi dalam 40 tahun terakhir, 2016 hingga 2020 merupakan tahun terpanas sepanjang sejarah, seperti dikutip dari climate.nasa.go. karbon dioksida yang dihasilkan oleh aktivitas manusia merupakan penyumbang terbesar pemanasan global. Pada tahun 2020, konsentrasinya di atmosfer telah meningkat menjadi 48 persen di atas tingkat pra-industri.

Sementara gas rumah kaca alias metana yang disebabkan oleh aktivitas manusia berkontribusi terhadap pemanasan global dalam jumlah yang lebih kecil. Metana adalah gas rumah kaca yang lebih kuat daripada karbon dioksida, tetapi memiliki masa pakai atmosfer yang lebih pendek.

Pemanasan global juga dapat disebabkan oleh pemicu alami, seperti perubahan radiasi matahari atau aktivitas gunung berapi, peristiwa alam ini diperkirakan berkontribusi kurang lebih 0,1 derajat Celsius terhadap pemanasan total antara tahun 1890 hingga 2010.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lalu apa efek kenaikan suhu bumi kendati hanya 1,5 derajat Celsius? Kenaikan suhu bumi, walau sedikit dapat menyebabkan kenaikan permukaan laut yang mengkhawatirkan, membuat 69 juta orang menghadapi bencana seperti banjir di wilayah pesisir.

Bahkan kenaikan suhu yang 2 derajat Celsius, diperkirakan akan menyebabkan hilangnya spesies tumbuhan, hewan, dan serangga, termasuk kematian hampir semua terumbu karang. Semakin tinggi suhu, semakin besar dampaknya pada lapisan es Kutub Utara, 35 persen hingga 47 persen di antaranya akan mencair dengan kenaikan 2 derajat Celsius.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Baca: Sri Mulyani: Suhu Bumi Bisa Naik 3,2 Derajat Celcius Lampaui Batas Maksimal

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan




Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.




Video Pilihan


Studi Baru Peringatkan Potensi Tsunami Raksasa dari Antartika Terulang Lagi

1 hari lalu

Zona Perlindungan Laut di Antartika
Studi Baru Peringatkan Potensi Tsunami Raksasa dari Antartika Terulang Lagi

Tsunami raksasa dari Antartika di masa lalu bisa terjadi sampai ke kawasan Asia Tenggara. Bagaimana potensinya di masa kini?


Terinfeksi Malaria Bisa Jadi Faktor Risiko Penyakit Ginjal Akut

4 hari lalu

Ilustrasi ginjal. Shutterstock
Terinfeksi Malaria Bisa Jadi Faktor Risiko Penyakit Ginjal Akut

Acute Kidney Injury (AKI) atau cedera ginjal akut adalah salah satu komplikasi malaria yang dapat muncul.


Demi Kurangi Emisi Karbon, Prancis Larang Penerbangan Domestik Jarak Pendek

5 hari lalu

Ilustrasi pesawat parkir di bandara. REUTERS
Demi Kurangi Emisi Karbon, Prancis Larang Penerbangan Domestik Jarak Pendek

Penerbangan domestik jarak pendek di Prancis sudah dilarang sejak 23 Mei lalu.


Sebelum Diekspor, India Wajibkan Pengujian Obat Sirup di Laboratorium Pemerintah

6 hari lalu

Logo Marion Biotech. REUTERS/Anushree Fadnavis
Sebelum Diekspor, India Wajibkan Pengujian Obat Sirup di Laboratorium Pemerintah

India mengizinkan ekspor sirup obat batuk setelah pengujian wajib sampel di laboratorium pemerintah, menyusul kematian puluhan anak di Gambia


Perubahan Iklim, Volume Air di Separuh Danau Besar Dunia Menyusut 22 Gigaton

11 hari lalu

Pemandangan Danau Elizabeth, yang telah mengering selama beberapa tahun, karena wilayah tersebut mengalami kondisi panas dan kekeringan yang ekstrem, di Danau Elizabeth, sebuah komunitas lepas di Los Angeles County, California, AS, 18 Juni 2021. REUTERS/Aude Guerrucci //File Foto/File Foto
Perubahan Iklim, Volume Air di Separuh Danau Besar Dunia Menyusut 22 Gigaton

Volume air di lebih dari separuh danau dan waduk besar di dunia telah menyusut sejak awal 1990-an, terutama karena perubahan iklim


Dua Warganya Tewas Misterius di Bali, Netizen China: Semoga Segera Terungkap

19 hari lalu

Sejumlah turis berjalan keluar dari Bandar Udara Internasional Ngurah Rai di Bali pada 22 Januari 2023. Bali menerima penerbangan langsung pertama dari Cina sejak merebaknya pandemi pada awal 2020, menandakan dilanjutkan kembali penerbangan langsung reguler antara sejumlah kota di Cina dan Bali dalam waktu dekat. (Xinhua/Dicky Bisinglasi)
Dua Warganya Tewas Misterius di Bali, Netizen China: Semoga Segera Terungkap

Netizen China berharap kepolisian Bali segera mengungkap kasus kematian dua turis yang ditemukan bersimbah darah di sebuah hotel bintang lima


Dua Pekan Berlalu, Penyebab Kematian David Jacobs yang Terkapar di Rel Kereta Belum Terungkap

19 hari lalu

David Jacobs. ANTARA
Dua Pekan Berlalu, Penyebab Kematian David Jacobs yang Terkapar di Rel Kereta Belum Terungkap

Polisi hingga kini masih menunggu hasil autopsi terhadap jenazah David Jacobs. Ahli kinematika dilibatkan untuk mencari penyebab kematian David.


Kenali 4 Jenis Jamur Beracun, Jangan Sampai Dimakan!

21 hari lalu

ilustrasi jamur (pixabay.com)
Kenali 4 Jenis Jamur Beracun, Jangan Sampai Dimakan!

Sering menemukan jamur dengan bentuk yang unik? Jangan disentuh apalagi dimakan, karena bisa jadi itu jamur beracun yang berbahaya.


Pemimpin Sekte Sesat Kenya Bantah Perintahkan Pengikutnya Puasa Sampai Mati

27 hari lalu

Paul Mackenzie, 50, seorang pemimpin sekte Kenya. REUTERS/ Stringer
Pemimpin Sekte Sesat Kenya Bantah Perintahkan Pengikutnya Puasa Sampai Mati

Pemimpin sekte sesat Kenya yang dituduh memerintahkan pengikutnya untuk melaparkan diri sampai mati akan tetap ditahan hingga persidangan.


Dalami Penyebab Atlet David Jacobs Tergeletak di Jalur Rel Kereta, Polisi: Tidak Ada Luka Sajam

29 hari lalu

Pelayat berdiri di samping peti jenazah atlet para tenis meja Dian David Mickael Jacobs di Rumah Duka Sentosa RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Sabtu, 29 April 2023. David Jacobs meninggal dunia pada Jumat (28/4) pada usia 45 tahun setelah di temukan tidak sadarkan diri di pinggir jalur kereta api Gambir-Juanda KM 4+700, selanjutnya jenazah David Jacobs akan dikebumikan di TPU Kampung Kandang, Jakarta Selatan pada Senin (1/5) pukul 10.00 WIB. ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Dalami Penyebab Atlet David Jacobs Tergeletak di Jalur Rel Kereta, Polisi: Tidak Ada Luka Sajam

Polisi tidak menemukan luka senjata tajam di tubuh atlet David Jacobs. Penyebab David tergeletak di jalur rel kereta masih didalami.