TEMPO.CO, Jakarta - Invasi Rusia ke Ukraina terlihat meningkat dengan adanya laporan penggunaan persenjataan termobarik yang sangat destruktif. Meski belum terkonfirmasi, Duta Besar Ukraina untuk AS, Oskana Markarova, mengatakan di hadapan pers pada Senin 28 Februari 2022 lalu kalau Rusia mengerahkan persenjataan itu berdasarkan gambar-gambar yang beredar online dari konvoi pasukan Rusia.
"Penggunaan persenjataan ini dalam wilayah berpenduduk akan menjadi sebuah pelanggaran hukum kemanusiaan internasional," kata Marc Garlasco, penasihat organisasi perdamaian berbasis di Belanda, PAX, memperingatkan.
Sebuah ledakan yang kuat normalnya adalah molekul-molekul yang pecah, setelah dipicu (detonasi), melepaskan energi. Ledakan termobarik berbeda karena melibatkan material logam yang dibuat bubuk yang terbakar di udara. Ledakannya menghasilkan bola api yang membesar dengan sangat kuat dan cepat disertai sebuah gelombang kejut di tepian terluarnya seiring dengan reaksi bahan peledak yang meluas.
Persenjataan termobarik kadang disebut bom vakum karena setelah ledakan awal, sebuah tekanan rendah akan mengisap balik ke arah situs ledakan. Efek ledak-isap itu bisa bersifat sangat merusak untuk banyak struktur, namun alasan utama ledakan termobarik begitu destruktif adalah gelombang tekanannya yang meluas itu. Ini dianggap jauh lebih berbahaya daripada gelombang kuat namun singkat yang diproduksi bahan peledak umumnya.
Gelombang tekanan dari ledakan termobarik menyebabkan luka terutama pada paru-paru di mana gelombang tekanan itu bisa merusak kantong udara atau menyebabkan embolisme yang masif. Korbannya tewas tanpa tubuh luarnya rusak. Ledakan termobarik yang meluas sampai ke sudut-sudut juga membuatnya efektif melawan bunker-buker, parit dan terowongan, yang biasanya memberi perlindungan dari ledakan lainnya.
Gambar yang diunggah warga sipil Ukraina sepertinya menunjukkan kalau Rusia telah mengerahkan TOS-1 Buratino, sebuah kendaraan mirip tank yang dilengkapi dengan 24 roket berhulu ledak termobarik. Satu kali tembakan salvo dari satu unit TOS-1 itu akan mencakup sebuah wilayah seluas 200x300 meter.
"Rusia memiliki catatan menggunakan senjata termobarik terhadap kota-kota di Suriah, menyebabkan korban warga sipil yang luas," kata Garlasco yang telah mempelajari efek-efek senjata bahan peledak di kawasan berpendudukn. "Sebagai contoh, serangan tentara Rusia dilaporkan menggunakan roket-roket termobarik di Ghouta Timur menewaskan lusinan warga sipil pada 2018," katanya.
Garlasco mengatakan bahwa hukum kemanusiaan internasional menuntut setiap persenjataan harus digunakan spesifik terhadap target-target militer, dan harus digunakan secara proporsional sehingga dampak merusaknya disesuaikan dengan keuntungan secara militer. "Sulit untuk dipahami bagaimana TOS-1 bisa digunakan dalam sebuah kota," kata Garlasco menyebut kendaraan itu sebagai penjahat perang bergerak.
Senjata termobarik ada dalam berbagai ukuran, dari granat berpeluncur roket yang dirancang untuk pertempuran jarak dekat, hingga versi besar yang dapat digunakan dari pesawat. Foto : National Interest
Garlasco mengakui kalau militer negara Barat juga telah menggunakan unit persenjataan termobarik yang lebih kecil di Irak atau lokasi lainnya. Tapi, menurut catatannya, pengerahan sebatas terhadap target militer yang spesifik seperti gua atau bangunan tertentu dalam perang kota.
Berbeda dari TOS-1 Rusia yang disebutnya melancarkan roket dengan area terdampaknya berpotensi menyebabkan kematian dan kerusakan yang luas di kota dan permukiman. "Senjata seperti itu tidak seharusnya pernah digunakan di area-area dengan konsentrasi penduduk karena dampaknya yang sangat membahayakan warga sipil," katanya.
NEW SCIENTIST
Baca juga:
Timnas dan Klub dari Rusia juga Dikucilkan dari Game Sport EA