TEMPO.CO, Goldach - Indonesia menjadi negara yang udaranya paling tercemar debu halus (PM 2,5) di kawasan Asia Tenggara sepanjang tahun lalu. Dengan nilai rata-rata 34,3 mikrogram per meter kubik, Indonesia menempati peringkat 17 paling polutif di dunia dalam Laporan Kualitas Udara Dunia 2021 IQAir.
IQAir, perusahaan teknologi kualitas udara yang berbasis di Swiss, menempatkan Indonesia tertinggi dalam kelompok negara-negara yang mencatat konsentrasi PM 2,5 tahunan 5-7 kali lipat dari baku mutu terbaru yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia, WHO. Laporan IQAir ini sekaligus laporan kualitas udara global utama pertama yang berbasis Pedoman Kualitas Udara WHO untuk PM2,5 tahunan yang diperbarui pada September 2021.
Pedoman baru dari WHO itu memotong nilai pedoman PM 2,5 tahunan yang ada dari 10 μg/m3 ke 5 μg/m3. Baku mutu pajanan PM 2,5 dan lima polutan lain direvisi menjadi lebih ketat karena semakin besar angka kematian dini dan hilangnya tahun kehidupan yang lebih sehat di dunia karena polusi udara.
Adapun PM 2,5 umumnya diterima sebagai polutan yang paling berbahaya. Pantauan secara luas, polutan udara ini telah ditemukan menjadi faktor utama yang berkontribusi terhadap efek kesehatan manusia seperti asma, stroke, penyakit jantung, dan paru-paru.
Hasilnya, secara keseluruhan, Laporan Kualitas Udara Dunia IQAir 2021 menemukan tidak ada satu negara pun yang memenuhi pedoman tersebut. Laporan ini menganalisis pengukuran polusi udara PM 2,5 dari stasiun pemantauan udara di 6.475 kota di 117 negara, kawasan, dan wilayah.
“Ini adalah fakta yang mengejutkan," kata Frank Hammes, CEO IQAir, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo.co, Selasa 22 Maret 2022. Dia menambahkan, "Laporan ini menggarisbawahi betapa banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa setiap orang aman, udara bersih dan sehat untuk dihirup.”
Avinash Chanchal, Manajer Kampanye Greenpeace India, menyebut isi laporan dari IQAir sebagai 'wake up call'. Dia menyatakan bahwa dunia telah memahami lebih baik bagaimana polusi udara merusak kesehatan dan ekonomi. Disebutkannya, polusi udara PM 2,5 dihasilkan melalui pembakaran bahan bakar termasuk batu bara, minyak dan gas fosil. Selain pembangunan yang tidak berkelanjutan, serta kegiatan pertanian.
Menurut Avinash, mengatasi krisis polusi udara membutuhkan pengembangan energi terbarukan, sumber daya, serta transportasi umum yang bersih dan mudah diakses. Selain itu, solusi untuk polusi udara juga solusi krisis iklim. "Menghirup udara bersih harus menjadi hak asasi manusia, bukan hak istimewa,” katanya menegaskan.
India, dengan konsentrasi 58,1 mikrogram per meter kubik, berada dalam lima besar negara paling tercemar PM 2,5 menurut laporan IQAir 2021. Di atasnya berturut-turut adalah Tajikistan (59,4), Pakistan (66,8), Chad (75,9) dan Banglades (76,9). Kelimanya, bersama Oman dan Kirgistan di urutan 6 dan 7, dikelompokkan dalam negara dengan hasil pengukuran PM2,5 lebih dari 10 kali lipat standar WHO terbaru.
India juga menempatkan New Delhi sebagai ibu kota paling tercemar di dunia selama empat tahun berturut-turut dengan hasil pengukuran PM 2,5 rata-rata sepanjang tahun lalu sebesar 85,0 mikrogram per meter kubik. Setelah New Delhi adalah Dhaka (Bangladesh), N'Djamena (Chad), Dushanbe (Tajikistan), dan Muscat (Oman). Dalam ranking ibu kota ini, Jakarta menempati urutan 12 dengan konsentrasi PM2,5 sebesar 39,2.
Baca juga:
Ini Sebab Kualitas Udara Bisa Lebih Buruk Meski Kawasan Lebih Hijau