TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Perhimpunan Ahli Air Tanah Indonesia, Agus Mochamad Ramdhan, mengatakan lokasi Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur berada di wilayah Cekungan Kutai yang diduga mengandung air tanah tawar yang segar dalam skala luas.
“Ukurannya sekitar 60 x 100 kilometer dengan kedalaman 2-3 kilometer, ini mungkin super artesian basin,” ujarnya di acara webinar Masyarakat Hidrologi Indonesia Edisi Spesial Hari Air Sedunia 2022, Sabtu malam, 26 Maret 2022.
Menurutnya, potensi air tanah itu baru eksplorasi awal dari pengumpulan data eksplorasi minyak dan gas yang jumlahnya banyak di Kalimantan Timur. Data dari perusahaan minyak dan gas itu bisa dipakai untuk data eksplorasi air tanah.
“Sampai kedalaman 3 kilometer di on shore dan 2 kilometer off shore masih punya fresh water dari akuifer,“ kata dosen dari Kelompok Keahlian Geologi Terapan di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung itu.
Kemungkinan pemanfaatan air tanah di Cekungan Kutai itu dinilai bisa dilakukan. Selain itu sifat batuannya berdampak kecil pada masalah penurunan tanah. Data tersebut, menurut Agus, akan diteliti lebih lanjut oleh mahasiswanya.
Sementara di Cekungan Bandung, potensi dan kualitas air tanahnya masih sedikit. Dari hasil rekonstruksi berdasarkan data pengeboran sedalam 300 meter dari zaman Belanda hingga sekarang, keberadaan akifer terungkap dengan penampang utara-selatan Bandung.
Di daerah utara Bandung, menurutnya, air tanah berada di bawah endapan volkanik. Airnya terus mengalir ke kota di sela endapan Danau Bandung Purba yang berupa lapisan lempung cukup tebal.
Daerah resapan alamiah berada di lereng Bandung utara sampai batas Jalan Cipaganti, lalu ke bawahnya merupakan daerah konsentrasi pengambilan air tanah. “Air tanahnya berumur tua hingga ribuan tahun, harus diperlakukan hati-hati sebagai sumber daya yang bisa diperbarui,” ujarnya. Adapun di daerah Bandung utara bisa meresap dalam hitungan bulanan atau tahunan.
Sejauh ini, menurut Agus, kualitas air tanah di daerah Gedebage, misalnya, pada kedalaman 100 meter ternyata berair payau. Sementara di tempat lain, pengeboran hingga 50 meter akan menghasilkan air yang kuning dengan kandungan besi dan magnesium. Lebih dari 50 meter bisa dapat air yang cukup bersih, namun hingga 200 meter pada beberapa kasus airnya tetap berwarna kuning karena tercampur air tanah di atasnya.
Sementara itu, menurut Rachmat Fajar Lubis, peneliti air tanah dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), sejauh ini belum ada peta skala besar air tanah di Indonesia. Pemerintah belum menyediakannya sehingga di lapangan sering terjadi praktik zoom. “Peta skala 150 atau 250 ribu dijadikan ukurannya menjadi 1:50 ribu, ini yang sering jadi kegagalan dalam perencanaan karena informasinya berbeda,” ujarnya di acara yang sama.
Baca:
UI Ciptakan SPAH, Teknologi Mengubah Air Hujan Menjadi Air Minum
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.