TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Riset Kerja Sama Teknologi Kelautan atau MTCRC Korea-Indonesia kembali menggelar proyek riset bersama di Indonesia. Kali ini MTCRC Indonesia-Korea berkolaborasi dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) mengadakan survei di area perairan Cirebon selama 5 hari, dimulai pada 28 Maret 2022 sampai dengan 1 April 2022.
Pelaksanaan survei dibagi menjadi dua, pemetaan batimetri di bawah laut dan pemetaan dengan drone. Survei yang kedua dibagi lagi untuk pemetaan garis pantai dan sebaran sampah laut. Peralatan yang digunakan seperti MBES (Multi-Beam Echo Sounder), SBP (Sub-Bottom Profiler), ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler), CTD (Conductivity Temperature Depth), Grab sampler, niskin bottle, drone, dan kapal ARA.
“Di antara berbagai kegiatan untuk kerja sama ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan antara kedua negara, survei ini sangat penting karena didasarkan pada penelitian kelautan yang konkret dan praktis," kata Hansan Park, Direktur MTCRC, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo.co, Minggu 3 April 2022.
Survei diawali dengan melakukan pemasangan dan uji coba peralatan MBES, ADCP dan SBP. Sedang pengambilan data menggunakan CTD Valeport Midas+ melibatkan Lamona Irmudyawati Bernawis, dosen Oseanografi di ITB. Data yang dikumpulkan adalah pengukuran konduktivitas, suhu, salinitas, kekeruhan, klorofil-a, pH, oksigen terlarut, PAR, fluorometer, dan densitas di 19 titik wilayah perairan Cirebon.
Pengambilan sampel sedimen dan air laut juga dilakukan menggunakan grab sampler dan niskin bottle di 10 titik Perairan Cirebon. Sepanjang perjalanan menuju titik pengukuran, data arus diambil menggunakan ADCP yang telah dipasang di bagian sisi kapal ARA. ADCP yang digunakan dalam survei ini juga dilengkapi dengan sistem VM (Vessel-Mounted) yang memungkinkan pengukuran akurat melalui revisi lokasi real-time saat kapal survei tersebut sedang bergerak.
Survei batimetri serta garis pantai dan sampah laut dilakukan memasuki hari ketiga dan keempat kegiatan riset bersama di lapangan itu. Survei pengukuran batimetri menggunakan peralatan MBES dengan area cakupan MBES seluas 3 km x 1,7 km. Total panjang 6 km.
Sedangkan survei drone dilakukan dalam rangka mendukung mahasiswa Oseanografi ITB dalam mengumpulkan data untuk penyusunan Tugas Akhir, sekaligus merupakan bagian kegiatan capacity building dari Korea-Indonesia MTCRC di Area Perairan Cirebon. Survei dilakukan di dua lokasi yang berbeda, yaitu Bungko Lor dan Lemahwungkuk.
Target garis pantai yang dipetakan adalah 5 km, dengan 3,5 km di Bungko Lor sebagai daerah budidaya garam dan 1,5 km di Lemahwungkuk sebagai daerah yang memiliki potensi sebaran marine debris.
Untuk menjaga akurasi pemetaan, drone juga dikombinasikan dengan pengukuran posisi referensi akurasi tinggi dengan menggunakan RTK GNSS untuk koreksi. Data drone nantinya akan dimanfaatkan oleh mahasiswa dan para peneliti, baik peneliti MTCRC maupun peneliti dari berbagai instansi, untuk menganalisis perubahan garis pantai dan perhitungan marine debris (sampah laut) di wilayah Cirebon.
Survei dengan drone di pantai Lemahwungkuk, perairan Cirebon, 28 Maret - 1 April 2022. Kegiatan ini bagian dari survei yang dilakukan Pusat Riset Kerja Sama Teknologi Kelautan Korea-Indonesia yang melibatkan dosen dan mahasiswa ITB. Dok. Korea-Indonesia MTCRC. Dok. Korea-Indonesia MTCRC
“Karena topik tugas akhir saya mengenai perubahan garis pantai dan saya ingin melakukan verifikasi di lapangan, jadi harapannya dengan mengikuti survei ini, saya bisa lebih memahami bagaimana drone mapping dilakukan”, ungkap Avissa yang merupakan salah satu mahasiswa yang mengikuti kegiatan survei drone tersebut.
Bukan hanya untuk Avissa atau peneliti lain, pemanfaatan perlengkapan dan peralatan survei MTCRC maupun data-data primer yang berhasil didapatkan selama lima hari proyek riset bersama itu diharapkan dapat memberikan dukungan kepada banyak pihak yang berkepentingan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan wilayah, terutama Pemerintah Cirebon. "Karena seperti yang kita ketahui di Indonesia sendiri sulit untuk mendapatkan data primer ilmu kelautan," kata Ivonne M. Radjawane, Direktur Korea-Indonesia MTCRC.
Riam Badriana, peneliti yang bertugas sebagai PIC dari kegiatan survei tersebut, menambahkan bahwa survei-survei yang telah dilakukan sebelumnya di perairan Cirebon hanya difokuskan untuk mendukung program capacity building. "Pada kesempatan kali ini kami berharap akan mampu untuk mendapatkan berbagai data kelautan, seperti data batimetri, hidrografi, sedimen, foto udara, dan parameter lingkungan yang dapat diolah sehingga cukup mewakili kondisi perairan dan pesisir Cirebon,” kata Riam.
Chungkyun Jeon selaku Head of MTCRC Education & Training Department juga berharap dapat melakukan pelatihan langsung secara berkala. Selama ini, dia mengatakan, survei lapangan terkendala karena pandemi. "Kami juga memiliki rencana untuk terus memperkuat kapabilitas di bidang penelitian kelautan, mengadakan riset bersama dengan cara memperluas peserta dari berbagai instansi pemerintah, mahasiswa, dan peneliti di Indonesia,” katanya.
Baca juga:
Survei Kelautan Awali Program Restorasi Terumbu Karang Terbesar di Indonesia