Tapi, menulis tanpa mengalami sendiri bagaimana G10 bekerja rasanya bagai makan sayur tanpa garam. Itulah sebabnya, begitu ada kesempatan mengujinya secara langsung, kami pun langsung menyambar. Rasa penasaran membuncah. Benarkah sinyalemen soal "rasa" itu?
Mari kita lihat dari segi desain. Sekilas, G10 menawarkan desain lawas, yang akan mengingatkan kita pada kamera-kamera saku generasi 1990-an. Tubuhnya terbilang bongsor dengan bobot yang "terasa" bila dipegang dengan satu tangan.
Namun, kombinasi tubuh bongsor dan bobot lumayan ini menjadikannya terasa kukuh dan tangguh. Desain umum boleh jadi terasa lawas, tapi fitur dan kemampuannya, terus terang, sungguh menarik.
Cobalah pencet tombol On/Off di belakang shutter (yang menyatu dengan tuas pembesaran lensa). Kamera ini akan langsung aktif dalam waktu tak sampai sedetik. Layar 3 incinya terasa lapang saat merekam obyek.
Kamera ini mendukung moda manual. Artinya, anda bisa mengatur sendiri kecepatan rana dan bukaan diafragma lengkap dengan light-meter di layar.
Bukan itu saja. Canon G10 juga menawarkan kecepatan rekam yang mengagumkan, membuat kamera kompak lain tertinggal di belakang. Ia mampu membuat obyek yang bergerak terekam dengan baik. Ini berkat teknologi antiblur, pendeteksi gerakan, plus Servo AF. Teknologi terakhir ini akan mengatur fokus secara kontinu pada obyek yang bergerak.
Fitur-fitur autofocus yang beragam ini pada satu sisi sangat membantu. Misalnya, teknologi penjejak dan Face-Self Timer. Lensa akan mendeteksi sampai 35 wajah pada satu frame sebelum mengatur sendiri focus, exposure, flash, dan white balance-nya.
Bila Anda mengaktifkan fitur Face-Self Timer, kamera akan otomatis mendeteksi wajah baru pada frame dan shutter akan otomatis menyala.
Namun, ia akan menjadi sandungan pada mereka yang ingin memotret secara kontinu dengan interval yang singkat, pada moda manual. Inilah yang terjadi saat Tempo mencoba mengabadikan sebuah peragaan mode.
G10 tidak akan merespons tombol shutter yang ditekan berkali-kali secara cepat bila fitur-fitur autofocus itu diaktifkan. Inilah yang membuatnya berbeda dengan kamera professional, apalagi yang telah dilengkapi dengan motor.
Satu lagi fitur yang membuatnya unik dari produk kamera kompak lain adalah lensa sudut lebar (wide angle) 28 milimeter. Ini membuat sudut pemotretan menjadi lebih lebar sehingga memotret di ruang sempit terasa mudah. Fitur ini juga membantu untuk pemotretan lanskap atau arsitektur.
Sensor kamera ini adalah 14,7 megapiksel CCD, tertinggi pada kamera PowerShot yang pernah ada. Foto diproses dengan teknologi DIGIC 4 untuk menghasilkan kualitas yang lebih baik. Pasalnya, prosesor itu akan mengupayakan foto bebas dari noise.
Teknologi ini juga mendukung fitur lain, seperti i-Contrast yang akan meningkatkan dinamika foto agar detail yang tak kelihatan pada pemotretan gelap bisa dimunculkan. Misalnya, bayangan, tanpa mem-blow-up pencahayaan di sekitarnya.
Bagi profesional, G10 menyediakan moda RAW sekaligus dukungan peranti lunak Canon Digital Photo Professional. Fotografer dapat memotret dan langsung mengedit foto di komputer.
Canon G10 juga menawarkan berbagai kemudahan bagi tugas-tugas peliputan maupun pemotretan yang tak terlalu berat. Begitu foto direkam, secara mudah ia ditransfer ke peranti lain dan diedit sesukanya.
DEDDY SINAGA