TEMPO.CO, Jakarta - Satu dari 16 orang di Inggris diyakini terinfeksi Covid-19. Ini adalah prevalensi tertinggi yang dicatat studi pemantauan oleh Imperial College London, React, sejak pandemi berawal dua tahun lalu. Menurut Badan Pusat Statistik Inggris, prevalensi yang terdata pada 12-19 Maret 2022 tersebut bahkan tercatat meningkat lagi sepekan setelahnya menjadi satu dari 13, dengan jumlah kasus Omicron XE yang masih sangat rendah.
Dalam studi React yang terkini, sampel swab dikumpulkan dari sebuah sampel acak dari hampir 110 ribu orang dan mendapati 6,37 persen populasi di Inggris terkonfirmasi positif terinfeksi SARS-CoV-2 antara 8-31 Maret 2022. Itu lebih dari dua kali lipat dari angkanya pada bulan sebelumnya yang 1:35.
Varian Omicron BA.2 yang lebih mudah menular didapati mendominasi 94,7 persen dari kasus pada Maret lalu, naik dari Januari lalu yang hanya 0,8 persen. Lalu, ditemukan pula sejumlah kecil infeksi virus rekombinasi dari varian Omicron BA.1 dan BA.2, termasuk dalam kelompok ini adalah lima kejadian rekombinasi XE. Menurut WHO, hasil studi awal menunjukkan daya tular virus rekombinan itu sekitar 10 persen lebih tinggi daripada BA.2.
Meski total jumlah kasus infeksinya meningkat, penurunan didapati pada mereka yang berusia 5-17 tahun dan cenderung tetap di kelompok 18-54 tahun. Peningkatan mencolok terlihat di kelompok usia 55 tahun ke atas. Pada 31 Maret, ada sekitar 8,31 persen populasi di kelompok usia itu yang terkonfirmasi positif--hampir 20 kali rata-rata prevalensi sepanjang studi React dilakukan.
"Kecenderungan itu mengkhawatirkan sejak tingginya jumlah kasus positif, ini bisa menyebabkan gelombang baru kasus berat dan membutuhkan perawatan di rumah sakit," kata Professor Paul Elliott, Direktur Program REACT. Angka rawat inap rumah sakit ini, pada pekan lalu, telah terdata naik sebesar tujuh persen.
Penyebaran Omicron XE
Di antara ancaman gelombang terbaru pandemi Covid-19 tersebut tersembul varian Omicron XE yang sejauh ini telah terdeteksi pada 637 pasien di Inggris. Kasusnya yang pertama berasal dari spesimen yang dikumpulkan pada 19 Januari, yang artinya subvarian rekombinasi antara Omicron BA.1 dan BA.2 tersebut sudah menyebar dalam populasi selama beberapa bulan belakangan ini.
Omicron XE memiliki campuran genetik Omicron BA.1, atau biasa disebut Omicron saja, yang diketahui menyebar cepat sejak akhir 2021 lalu, dan subvarian 'siluman' Omicron BA.2 yang belakangan muncul dan kini telah mendominasi jumlah kasus positif Covid-19 di Inggris. Kasus rekombinan seperti itu bisa terjadi saat tubuh seseorang terinfeksi lebih dari satu varian virus secara bersamaan--dan ini bukanlah kasus baru dari kemampuan virus corona.
Belum ada cukup bukti untuk menyimpulkan gejala seperti apa yang ditimbulkan dari infeksi Omicron XE, termasuk juga kemampuannya dalam menghindari efektivitas vaksin. Hanya, untuk kemampuan menularnya, studi awal dari Inggris menunjukkan XE 9,8 persen di atas Omicron BA.2. WHO menyebut angka 10 persen. Keduanya menyatakan masih terus memantau situasinya yang terkini.
“Virus rekombinan ini, XE, telah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang bervariasi dan kami belum mampu memberi konfirmasi apakah dia memiliki angkanya yang pasti," kata Ketua Tim Penasihat Medis di UK Health Security Agency, Profesor Susan Hopkins.
NEW SCIENTIST, CNBC
Baca juga:
Omicron BA.2 Telah Mendorong Asia Tembus 100 Juta Kasus Covid-19
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.