Suhu itu cukup hangat untuk memungkinkan karbon monoksida menyublim dari permukaan komet yang berbatu, menciptakan "koma", selubung debu dan gas yang mengelilingi pusat padat komet.
"Ini adalah objek yang luar biasa, mengingat betapa aktifnya saat masih sangat jauh dari matahari," kata penulis utama laporan studi Man-To Hui, seorang peneliti di Universitas Sains dan Teknologi Makau. Dia melanjutkan, "Kami menduga komet itu mungkin cukup besar, tetapi kami membutuhkan data terbaik untuk mengonfirmasi hal ini."
Jadi, timnya menggunakan Teleskop Hubble untuk mengambil lima foto komet pada 8 Januari 2022. Tantangan utama yang dihadapi tim dalam memastikan ukuran inti adalah membedakan antara inti dan koma komet.
Lokasi Bernardinelli-Bernstein terlalu jauh bagi Hubble untuk menentukan nukleusnya dengan tepat. Namun, tim tetap berusaha mendeteksi sinyal cahaya dengan teleskop, yang menunjukkan lokasi komet. Mereka kemudian dapat menggunakan pengamatan Hubble yang mereka miliki dan, dengan menggunakan teknik pemodelan komputer untuk menunjukkan di mana koma objek itu. Kemudian, mereka dapat menentukan ukuran intinya.
Tim membandingkan data mereka dengan pengamatan sebelumnya yang dilakukan oleh Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA) di Cile dan menemukan bahwa perkiraan ukuran sebelumnya yang dibuat dengan ALMA selaras dengan temuan baru Hubble.
Pengamatan radio ALMA memungkinkan mereka untuk mengasah reflektivitas objek, menunjukkan bahwa permukaan komet lebih gelap dari yang mereka harapkan. "Ini besar, dan lebih hitam dari batu bara," kata Jewitt.
Para ilmuwan berpikir Komet Bernardinelli-Bernstein melakukan perjalanan dari awan Oort, wilayah terjauh dari tata surya kita di mana sejumlah besar komet berada. Diperkirakan bahwa komet yang terletak di awan besar yang menyebar ini terbentuk lebih dekat ke matahari tetapi terlempar lebih jauh oleh interaksi gravitasi dengan planet raksasa yang baru lahir di tata surya kita.
Foto NASA ketika memperlihatkan teleskop luar angkasa Hublle yang telah diperbaiki dan ditingkatkan kemampuannya oleh astronot pesawat ulak alik Atlantis. Foto: AP/NASA
Komet ini, yang begitu jauh dari Bumi dan berasal dari jangkauan terjauh tata surya kita, diperkirakan melakukan perjalanan pada orbit elips sepanjang 3 juta tahun mengelilingi matahari. Temuan ini dijelaskan dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada 12 April 2022 di The Astrophysical Journal Letters.
SPACE, NASA
Baca juga:
Pindad Akan Produksi Bom Pintar untuk Jet Tempur Rafale
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.