TEMPO.CO, Padang - Sebanyak enam primata endemik di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, semakin terancam oleh maraknya pemberian izin penebangan hutan baru-baru ini oleh pemerintah daerah. Keenam primata endemik tersebut adalah Bokkoi pagai (Macaca pagensis), Bokkoi siberut (Macaca siberu), Joja pagai (Presbytis potenziani), Joja siberut (Presbytis siberu), Bilou (Hylobates klossii), dan Simakobu (Simias concolor).
Keenamnya saat ini sudah masuk dalam IUCN Red List atau Daftar Merah Spesies Terancam International Union for Conservation of Nature. Dalam daftar merah itu, Bokkoi pagai, Joja pagai, dan Simakobu berstatus “Critically Endangered” (kritis atau terancam punah). Sedangkan Bokkoi siberut, Joja siberut, dan Bilou berstatus “Endangered“ (terancam).
Salah satu izin penebangan hutan terbaru berada di kawasan hutan Desa Silabu di Pulau Pagai Utara, satu dari empat pulau besar di Kepulauan Mentawai. Ketika Tempo berkunjung ke sana pada pertengahan Maret 2022, suara alat berat meraung-raung menebas hutan. Terdengar bunyi “krak” setiap kali pohon tumbang, membuat burung-burung beterbangan ke angkasa.
Lahan hutan itu telah dikuasai Koperasi Minyak Atsiri Mentawai seluas 1.500 hektare untuk dibabat dan dibersihkan menjadi lahan perkebunan. Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat telah memberikan izin Persetujuan Pemanfaatan Kayu Kegiatan Non Kehutanan (PKKNK) kepada koperasi tersebut pada 26 Agustus 2021.
Dengan izin itu, koperasi yang diketuai mantan Bupati Mentawai Edison Saleleubaja tersebut melakukan penebangan kayu-kayu besar sejak September 2021. Sasaran utama koperasi adalah ratusan pohon besar jenis meranti dan kruing. Hingga Maret 2022 diperkirakan lebih 3.000 kubik kayu gelondong telah dikumpulkan di logpond (tempat penumpukan kayu gelondong) dan kapal ponton di depan Pantai Polimo, Silabu, akan dijual keluar Mentawai.
Aktivitas pembabatan hutan itu menyebabkan empat primata endemik Mentawai yang ada di hutan Desa Silabu, Pagai Utara terancam. Hutan di Silabu adalah habitat bagi empat primata Mentawai, yaitu Bokkoi, Joja, Bilou, dan Simakobu. Pohon meranti dan kruing adalah rumah bagi mereka.
Selain izin baru tersebut, sebelumnya di Pagai Utara dan Pagai Selatan juga masih beroperasi PT Minas Pagai Lumber yang menguasai izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) seluas 78.000 hektare. Perusahaan ini telah lama beroperasi sejak 1990-an. Pada 2013 izin HPH ini diperpanjang oleh pemerintah hingga 2056.
Di Pulau Sipora penebangan hutan dari izin baru juga sedang berlangsung sejak akhir 2021. Aktivitas penebangan di hutan Dusun Berkat, Desa Tuapeijat, Sipora Selatan, itu juga mengancam habitat penting primata endemik di sana.
Hutan habitat primata di Desa Silabu, Pulau Pagai Utara, Mentawai, yang segera beralih fungsi jadi kebun atsiri. (Febrianti/Tempo).
“Primata Mentawai lengkap tinggal di sana, ada Joja, Bilou, Bokkoi dan Simakobu, tapi kini pohonnya sudah ditandai untuk segera ditebang, alat-alat berat sudah banyak di lokasi itu sekarang,” kata Mateus Sakaliao, pegiat konservasi di Malinggai Uma, pada Senin, 18 April 2022.
Simakobu atau Pigtailed Langur yang termasuk primata endemik Mentawai. (Ismael Saumanuk/Swara Owa)
Malinggai Uma adalah sebuah lembaga bentukan masyarakat di Dusun Puro, Siberut Selatan, Pulau Siberut, yang bergerak di bidang pelestarian budaya dan konservasi di Kepulauan Mentawai. Lembaga itu mencatat hutan Berkat yang terancam itu masih menyimpan banyak keragaman hayati penting pulau Sipora. Selain rumah bagi primata endemik, juga ada bajing terbang endemik, burung hantu endemik, ular, dan berbagai jenis burung.
“Hanya di sana kita bisa melihat Bilou, Joja, Simakobu, dan Bokkoi dalam satu lokasi,” ujar Mateus.