Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dari Darat ke Laut

image-gnews
Iklan
TEMPO Interaktif, Ann Arbor:
Penemuan fosil baru ini menguak tabir tentang gaya hidup paus purba ketika mereka melakukan transisi dari darat ke laut pada masa Eosene Epoch, antara 54,8 juta dan 33,7 juta tahun lalu. Spesies Maiacetus inuus ini adalah anggota keluarga Archaeoceti, kelompok cetacean, nenek moyang paus baleen modern.
Paus kelompok Archaeocete mempunyai mulut yang penuh dengan beberapa tipe gigi, begitu pula lubang hidung yang terletak dekat ujung hidung. Kedua karakteristik ini terdapat pada mamalia darat, tapi tak lagi ditemukan pada paus yang hidup sekarang.
Philip Gingerich, paleontologis penemu fosil itu di Pakistan, menyatakan ukuran dan proporsi Maiacetus amat berbeda dengan basilosaurid seperti Dorudon atrox, tetapi lebih mirip dengan kerangka Rodhocetus balochistanensis.
Maiacetus masih memiliki banyak karakteristik nenek moyangnya yang hidup di darat, semisal gigi di bagian pipi yang berfungsi untuk memotong dan permukaan geraham atas yang bergelombang, sebuah formula yang amat mirip dengan ciri mamalia berkuku belah primitif.
Tulang ekor Maiacetus menandakan mamalia ini tidak memiliki sirip ekor yang terbelah dua seperti cetacean modern, kata Mark D. Uhen, paleontologis dari University of Alabama. "Jadi, binatang ini berenang dengan cara mengayuhkan kakinya seperti anjing di dalam air."
Namun kaki Maiacetus tidak memanjang seperti kaki Rodhocetus balochistanensis," kata Gingerich. "Ini mengindikasikan bahwa Maiacetus mungkin kurang terspesialisasi sebagai perenang dengan mengayuhkan kakinya."
Sama seperti paus kelompok archaeocete lainnya, Maiacetus memang dilengkapi empat kaki yang dimodifikasi untuk mengayuh ketika berenang. Meski kaki paus purba yang mirip sirip itu terlihat cukup kuat untuk menyokong beban tubuhnya, kemungkinan mereka tak berjalan terlalu jauh dari pantai. "Mereka amat terikat dengan pantai," kata Gingerich. "Mereka hidup di kawasan perbatasan darat dan laut dan bolak-balik di antara laut dan pantai."
Kesimpulan itu diambil Gingerich setelah mempelajari fosil Maiacetus jantan, yang sebagian besar kerangkanya lengkap. Cuma beberapa tulang di bagian ujung ekor yang hilang dan sejumlah tulang dari ujung jari juga tak ditemukan. "Analisis kami menunjukkan bahwa kaki binatang ini berselaput," katanya.
Fosil paus purba jantan ini juga memperlihatkan sexual dimorphism, perbedaan ukuran dan penampilan antara binatang jantan dan betina. Tulang paus jantan 12 persen lebih panjang daripada Maiacetus betina. Gigi taring fosil ini juga 20 persen lebih panjang daripada betinanya. "Dimorfisme seksual yang tak terlalu menonjol ini menunjukkan bahwa hampir tak ada persaingan di antara paus purba jantan dalam mencari pasangan," kata Gingerich.
Dari penemuan itu, Gingerich dan timnya memperkirakan lingkungan tempat tinggal Maiacetus saat itu terletak di sepanjang pantai yang mempunyai banyak ruang untuk berkembang biak. Makanan yang tersedia di lepas pantai juga berlimpah dan menandakan bahwa populasi itu dapat menjelajah daripada bersaing untuk mencari sarang dan sumber makanan.
Erich Fitzgerald, paleontologis vertebrata di Smithsonian Institution di Washington, D.C. menilai Maiacetus adalah contoh seekor paus purba dengan spesialisasi akuatik yang fantastis. "Sebuah eksperimen awal dalam evolusi," ujarnya. "Spesies ini amat berbeda dari paus dan lumba-lumba sekarang, tapi juga amat berbeda dari nenek moyang cetacean lainnya."
TJANDRA | SCIENCENEWS | PLOSONE
Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

21 hari lalu

Secara spesifikasi, Kia Ray dibekali baterai lithium-iron-phosphate (LFP) 35,2 kilowatt-jam. (Foto: Kia)
BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

BRIN sebut tiga alasan mengapa daur ulang baterai litium sangat penting. Satu di antaranya alasan ramah lingkungan.


Dua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?

26 September 2023

Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. (ugm.ac.id)
Dua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?

Universitas Gadjah Mada atau UGM masuk dalam jajaran top 50 dunia pada THE Impact Rankings 2023.


Rektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang

20 Juli 2023

Menara Hoover menjulang di Stanford University di Stanford, California, AS pada 13 Januari 2017. REUTERS/Noah Berger
Rektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang

Pemimpin Stanford University, salah satu kampus yang paling bergengsi di AS, mundur setelah ditemukan kekurangan dalam penelitiannya tentang saraf.


2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi

14 Juli 2023

Peneliti di Gedung Genomik BRIN di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Jawa Barat, Selasa, 27 Juni 2023. (Tempo/Maria Fransisca)
2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan dua syarat agar sebuah penemuan dapat disebut sebagai inovasi.


Bagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad

14 April 2023

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Bagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad

Tiga peneliti Unpad membagikan pengalamannya terkait pengalaman publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi tinggi.


Pakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia

6 April 2023

Gambar dari Batagur trivittata, Burmese Roofed Turtle yang masuk daftar Critically Endangered menurut IUCN Red List. (Rick Hudson, source: https://www.iucnredlist.org/species/10952/152044061)
Pakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia

Ilmuwan ITB Djoko T. Iskandar meneliti kepunahan reptil dan kaitannya dengan usaha konservasi tetrapoda.


Rancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah

26 Maret 2023

Tim Mahabidzul dari ITB merancang pendeteksian jenis malaria pada pasien secara cepat dan akurat. Dok.ITB
Rancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah

Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) merancang alat deteksi lima jenis malaria.


Pakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat

22 Maret 2023

Gunung Krakatau. itb.ac.id
Pakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat

Dosen teknik geologi ITB meneliti keruntuhan tubuh Gunung Anak Krakatau sebagai tolok ukur pemodelan tsunami akurat.


Psikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik

17 Januari 2023

Anna Armeini Rangkuti, mahasiswa program doktoral di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI). ui.ac.id
Psikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik

Psikolog UI Anna Armeini Rangkuti mengidentifikasi ada empat motif utama silence mahasiswa terhadap kesaksian adanya kecurangan akdemik.


Tips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu

13 September 2022

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Tips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu

Simak tips menulis esai ilmiah yang baik dari Universitas Airlangga.