TEMPO.CO, Jakarta - Korea Utara telah memberlakukan sebuah penguncian wilayah atau lockdown secara nasional setelah melaporkan untuk pertama kalinya wabah Covid-19 di ibu kota, Pyongyang, pada Kamis 12 Mei 2022. Negara itu belum pernah secara resmi melaporkan satupun kasus Covid-19 sebelumnya--sekalipun pandemi telah berlaku di dunia sejak awal 2020.
Banyak kalangan memperkirakan infeksi virus corona penyebab pneumonia akut tersebut mungkin saja telah merebak di dalam negeri Korea Utara pada tahun itu juga, sebelum Korea Utara menutup wilayah perbatasannya. Covid-19 sangat mungkin menjamah negeri itu karena ke luar masuk wisatawan dan hubungan dagangnya dengan Cina.
Berdasarkan pemberitaan media Korea Utara, KCNA, orang-orang bergejala demam di Pyongyang belum lama ini terkonfirmasi positif terinfeksi SARS-CoV-2 subvarian Omicron BA.2. Ini adalah subvarian 'Omicron siluman' yang diyakini mampu menular lebih cepat lagi dibandinkan subvarian orisinal Omicron, tapi dengan gejala infeksi umumnya ringan. KCNA tak menjelaskan jumlah kasus yang dilaporkan maupun asal usulnya.
Tidak ada catatan resmi pula tentang jumlah mereka yang sudah divaksinasi dari antara 25 juta populasi penduduk Korea Utara. Negara ini pernah menolak uluran bantuan dari COVAX, program berbagi vaksin Covid-19 COVAX, juga Sinovac Biotech, Cina. Hingga Maret lalu laporan yang ada hanya menyebutkan 64.207 warga Korea Utara yang pernah diperiksa dan seluruhnya negatif.
Menurut KCNA, otoritas pemerintahan, termasuk pemimpinnya Kim Jong-un, saat ini mengakui bahwa sebuah 'kasus darurat paling serius' telah muncul, dan Jong-un berharap untuk "secepatnya menyembuhkan infeksi dalam rangka memupus sumber virus."
Perwakilan WHO untuk Korea Utara, Edwin Salvador, menyatakan telah berkomunikasi dengan otoritas kesehatan di negara itu namun belum menerima laporan resmi tentang kemunculan kasus yang dimaksud. Edwin menegaskan kalau WHO mendukung Korea Utara membangun rencana kesiapan dan respons nasional untuk Covid-19.
Kematian bertambah di Afrika
Terpisah, jumlah kasus kematian karena Covid-19 di Afrika Selatan dilaporkan terus naik. Sepanjang tiga pekan ke belakang telah tercatat 376 kasus kematian yang dilaporkan--dua kali lipat dari angka yang dilaporkan sepanjang tiga pekan sebelumnya.
Di Provinsi Gauteng dan KwaZulu-Natal, di mana gelombang Covid-19 terkini terjadi pertama, tingkat rawat inap rumah sakit dan kematian meningkat 90 sampai 100 persen sepanjang dua pekan terakhir. Pemicunya adalah SARS-CoV-2 varian Omicron yang mendapat ruang gerak di antara pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat di di Afrika Selatan yang sudah jauh mengendur.
Sejak awal April lalu, Afrika Selatan melaporkan sebanyak 1.369 kasus-kasus subvarian Omicron BA.2, 703 kasus subvarian BA.4, dan 222 kasus subvarian BA.5. Dua subvarian yang terakhir yang paling mencemaskan karena mereka mengandung jumlah mutasi terbesar, dan masih belum jelas bagaimana mereka bisa berdampak kepada kekebalan tubuh yang sudah didapat dari vaksinasi maupun infeksi alami sebelumnya.
Eswatini dan Namibia belakangan juga melaporkan peningkatan kasus Covid-19 di dalam negerinya. Sepanjang pekan yang berakhir 8 Mei lalu, wilayah Afrika secara keseluruhan mencatat tambahan 52.878 kasus baru, atau 38 persen lebih tinggi daripada pekan sebelumnya. "Untuk mengalahkan pandemi ini, kita harus tetap waspada. Fakta pahitnya, berpuas diri akan harus dibayar dengan harga tinggi," bunyi pernyataan WHO.
NEW SCIENTIST, REUTERS, NEWS.UN
Baca juga:
BRIN Beberkan 9 Kegiatan Riset Hadapi Hepatitis Akut Misterius
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.