TEMPO.CO, Jakarta - Indeks kualitas udara Jakarta kembali menunjuk kategori sangat tidak sehat pada Senin pagi, 20 Juni 2022. Data IQAir pada pukul 6 menempatkan Jakarta kembali berada di posisi puncak kota-kota berpolusi udara di dunia.
Angkanya 205 pada kategori sangat tidak sehat pada rentang 201-300 berdasarkan IQAir. Jakarta sendirian pada kategori tersebut jika dibandingkan dengan kota besar lain di dunia. Tercatat konsentrasi PM2.5 pada jam tersebut sebesar 155 mikrogram per meter kubik.
Terlihat ada delapan titik pengukuran dengan hasil menunjukkan kualitas udaranya sangat tidak sehat saat itu. Berturut-turut adalah Gading Harmony, TJ Depo Pesing, Wisma Matahari Power, Jalan Hayam Wuruk, Wisma Barito Pasific, RespoKare Mask – Wisma 76, Angkasa- Kemayoran dan Thamrin Residence Apartment.
Pada minggu lalu, pada hari kerja, Jakarta juga tercatat di tempat teratas. Namun, di akhir pekan, posisi berputar ke 10 besar.
PM2.5
PM2.5 merupakan salah satu polutan yang semakin besar perannya terhadap peningkatan polusi udara. Dengan ukurannya yang sangat kecil, tidak lebih dari 2,5 mikrometer, PM2.5 dapat dengan mudah masuk ke sistem pernapasan, dan dapat menyebabkan gangguan infeksi saluran pernapasan dan gangguan pada paru-paru. Bahkan dapat menembus jaringan peredaran darah dan terbawa seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner.
Nilai Ambang Batas adalah batas konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan berada dalam udara ambien 65 µgram/m3.
Analisis BMKG
Kualitas udara Jakarta telah menarik perhatian BMKG. Pelaksana tugas Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Urip Haryoko, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 18 Juni 2022, menyebut sejumlah faktor penyebab tingginya konsentrasi PM2.5. Berikut disarikan dari keterangan itu,
- Emisi baik yang berasal dari sumber lokal, seperti transportasi dan residensial, maupun dari sumber regional dari kawasan industri dekat dengan Jakarta. Emisi ini dalam kondisi tertentu yang dipengaruhi oleh parameter meteorologi dapat terakumulasi dan menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi yang terukur pada alat monitoring pengukuran konsentrasi PM2.5.
- Pola angin yang bergerak dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Angin yang membawa PM2.5 dari sumber emisi dapat bergerak menuju lokasi lain sehingga menyebabkan terjadinya potensi peningkatan konsentrasi PM2.5. "Pola angin lapisan permukaan memperlihatkan pergerakan massa udara dari arah timur dan timur laut yang menuju Jakarta, dan memberikan dampak terhadap akumulasi konsentrasi PM2.5 di wilayah ini," kata Urip.
- Faktor lainnya yang mempengaruhi peningkatan PM2.5 yakni tingginya kelembapan udara relatif menyebabkan peningkatan proses adsorpsi (perubahan wujud dari gas menjadi partikel). Proses ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi PM2.5 yang difasilitasi oleh kadar air di udara.
- Selain itu, kelembapan udara relatif yang tinggi dapat menyebabkan munculnya lapisan inversi yang dekat dengan permukaan. Lapisan inversi merupakan lapisan di udara yang ditandai dengan peningkatan suhu udara yang seiring dengan peningkatan ketinggian. "Dampak dari keberadaan lapisan inversi menyebabkan PM2.5 yang ada di permukaan menjadi tertahan, tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain, dan mengakibatkan akumulasi konsentrasinya yang terukur di alat monitoring," kata dia.
BACA JUGA:
Fakta Kualitas Udara Jakarta dan Sekitarnya: Sebaiknya Jangan Olahraga Pagi